Title
: Scramble Heart [Chap 4 – Conflict]
Cast
: BTS Member, Yoon Chaeryoung, Yoo Hyesun
Author
: SHC
Genre
: Romance
Lenght
: Chaptered (16 Chap)
Rating
: PG-13
“Bahkan kau merusak semuanya, Di hari ulang
tahunku...”
*****
Author POV
“Jadi sekarang pilihlah.... Kau memilih untuk pergi
bersamaku.... atau Namjoon?”
Chaeryoung
terdiam. Hatinya tidak bisa memilih, untuk pergi dengan Namjoon... atau
Seokjin. Di satu sisi, Chaeryoung benar-benar merasa bersalah pada Namjoon
karena Chaeryoung sendirilah yang membuat janji itu. Namun di sisi lain,
Chaeryoung juga merasa bersalah karena itu juga adalah janjinya dengan Seokjin.
Jika dia memilih salah satu dari mereka, bukankah itu artinya dia tak menepati
janji yang seorang lagi? Belum lagi janjinya dengan Hoseok dan Yoongi.
“Hei.... Kau
mendengarku? Tak apa.... pilih saja salah satu.... Jika kau memang merasa
bersalah pada Namjoon, pergilah bersamanya, kita bisa pergi lain kali”
“Aku tidak
bisa....” Chaeryoung membuka mulutnya. “Itu akan mengecapku sebagai orang yang
tidak bisa menepati janjinya. Itu sangat buruk”
“Lalu kenapa kau yang sudah
jelas-jelas membuat janji dengan Seokjin Hyung, mengajakku keluar juga di waktu
yang sama? Kau kan bisa mengajakku di hari yang sama namun di waktu yang
berbeda? Apa kau memang sengaja?” Namjoon duduk dikursi dibelakangnya, Diikuti
Seokjin. Seokjin juga memberi isyarat agar Chaeryoung juga duduk. Dan
diturutinya.
“Ada ceritanya. Tapi
sepertinya aku tak bisa menceritakan itu pada kalian berdua. Mungkin kalian
akan membenciku beberapa saat lagi. Layaknya Jimin membenciku. Mungkin setelah
ini aku akan membuat ikatan persaudaraan kalian mengendur. Kalian bisa
menyalahkanku.... Ya, ini semua salahku”
“Astaga, kenapa kau
mengatakan semua itu? Kau sangat mirip seperti Jimin. Jangan-jangan Jimin
memang mengatakan hal seperti itu kepadamu? Sudahlah, jangan dengarkan semua
ocehan tidak jelas bocah itu... Sudah kubilang, dia memang seperti itu pada
wanita”
Chaeryoung menggelengkan
kepalanya. “Tidak... Ini benar. Aku mengatakan ini sendiri. Bukan karena Jimin
atau apa... tapi aku memang sadar. Semua ini akan membuat ikatan kalian kendur.
Jadi sebelum semua itu terjadi, Aku minta maaf...”
Seokjin tersenyum. “Baiklah
kalau kau memang merasa itu akan terjadi. Tapi.... Eum.... kembali ke awal, Kau
memilih untuk pergi denganku atau Namjoon?”
Chaeryoung menutup wajahnya
frustasi “Huuuaaaa.....kenapa bertanya itu lagi.... Itu membuatku
frustasi.....” Lalu kembali membuka kedua tangannya dan menunjukkan wajahnya
yang benar-benar terlihat frustasi “Bagaimana kalau keluar dengan kalian berdua
saja? Kita bisa pergi bersama-sama kan?”
Namjoon dan Seokjin menatap
Chaeryoung bingung. “Eum....”
Pintu depan rumah terbuka.
Cahaya matahari sedikit masuk karena celah yang terbuka dari pintu itu. Dua
orang laki-laki berpakaian rapi masuk. Chaeryoung, Namjoon dan Seokjin menatap
dua orang itu sambil menyipitkan mata. Mencoba menebak siapa yang datang. Namun
semuanya terjawab saat kedua orang itu menghampiri mereka bertiga. Chaeryoung
menelan ludahnya.
“Chaeryoung-ssi.... Kukira
kau sudah berangkat ke tempat perjanjian kita” Tepat saat Hoseok mengatakan
itu, Chaeryoung berdiri.
“Hei, Halte itu tempat
perjanjianku dengan Chaeryoung, bukan kau” Yoongi menyanggah ucapan Hoseok.
“Tidak bisa hyung. Sudah jelas
aku yang sampai halte itu duluan... sudah jelas itu tempat perjanjianku dengan
Chaeryoung”
“Menskipun kau datang duluan
tapi jika aku membuat janji itu terlebih dahulu, Itu akan sia-sia Hoseok-ah.
Sudah jelas aku yang membuat janji itu dulu”
“Lalu tak bisakah kau
mengalah pada adikmu hyung?”
“Hei, Hoseok-ah, Coba
pikirlah, jika kau jadi aku, apakah kau akan mengalah padaku seperti yang kau
katakan barusan?”
“Ya, mungkin aku akan
mengalah kepadamu jika aku jadi kau”
“Lalu kenapa tak mengalah
saja sekarang?”
Seokjin menghampiri kedua
adiknya yang masih beradu mulut itu dan mendorong mereka ke belakang dengan
pelan “Kalian hentikanlah. Kalian akan membuat semuanya semakin buruk” Tapi
sepertinya ucapan kakak tertua itu tak dihiraukan oleh mereka berdua.
“Cih, Hebat sekali. Kenapa
aku bisa memiliki adik sepertimu?” Yoongi menepis tangan Seokjin dari dadanya.
Namun pandangannya masih mengarah pada Hoseok.
“Kau pikir aku juga mau punya
saudara sepertimu? Menurutku Seokjin hyung saja sudah cukup untukku”
“Kenapa kau
membanding-bandingkanku dengan Seokjin hyung hah?!”
“Kenapa? Aku hanya mengatakan
kalau kau tak cocok menjadi bagian dari keluarga ini”
Seokjin masih belum menyerah
melerai adiknya. Dengan kesabaran yang ia punya, Seokjin kembali menengahi
keduanya. “Hoseok, Yoongi. Hentikan. Sebaiknya kita lupakan semua tentang ini”
“Aku? Haha... Sepertinya
kaulah yang tidak cocok menjadi bagian dari keluarga ini Hoseok-ah”
“Dasar gila. Bisa bisa aku
mengusirmu dari rumah ini hyung”
“Apa? Mengusirku? Hahaha...
kau pikir kau akan bisa mengusirku? Sepertinya aku yang akan melakukan itu dulu
padamu Hoseok-ah”
PLAAK!!! PLAAK!!!
Kesabaran Seokjin yang
semakin menipis akhirnya membuat ia mendaratkan tamparanya ke pipi kedua
adiknya itu. Bukankah itu pertengkaran yang terlalu kekanak-kanakan? Tentu saja
itu akan membuat Seokjin tak tahan melihatnya.
“Kalian berdua!!! Sudah
kubilang hentikan!!! Kita bisa duduk dan membicarakan ini baik-baik. Lalu
tanyakan secara perlahan-lahan pada Chaeryoung kenapa dia membuat janji dengan
kita berempat pada waktu yang bersamaan. Apa itu susah sekali untuk kalian
berdua?” Namjoon, Chaeryoung, Yoongi dan Hoseok menatap Seokjin dalam. Mungkin
ini pertama kalinya mereka melihatnya seperti itu.
Namjoon menghampiri Seokjin,
Khawatir. “Hyung, Kau tak apa?”
Seokjin menghela nafasnya
pelan dan menarik tangan Hoseok. “Ayo kalian berdua. Duduklah” Tapi Hoseok
menepi tangan Seokjin. Seokjin menatapnya. “Kenapa?”
“Hyung.... Kau.... Kau baru
saja memukulku?”
“Hah.... Baiklah...
baiklah... maafkan aku. Aku tak akan melakukannya lagi. Tapi berjanjilah jangan
melakukan hal yang kekanak-kanakan”
KRIEET...
Suara pintu depan yang
bedecit membuat semua pasang bola mata itu menoleh pada pintu itu. Di depan
sana sudah ada Jimin dengan Jungkook dan Taehyung di belakangnya. Jimin
melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Juga Jungkook dan Taehyung.
“Kenapa kau tak melakukan
apapun pada Chaeryoung?” Jimin menatap mata Seokjin dingin. “Bukankah dia
adalah yang membuat kita semua seperti ini? Lalu kenapa kau malah menghukum Hoseok
Hyung dan Yoongi Hyung yang hanyalah melakukan apa yang seharusnya mereka
lakukan? Mereka hanya membuat janji dan menepatinya? Bukankah itu adalah hal
yang biasa? Lalu bagaimana dengannya? Dia membuat janji dengan kalian berempat
tapi ia mengingkari semuanya”
“Jangan ucapkan apapun yang
menyalahkan Chaeryoung. Ini salah kita semua. Kita tid....”
“Lalu bagaimana jika aku
bertanya langsung kepadanya?” Jimin menghampiri Chaeryoung. “Kau memang membuat
janji dengan mereka semua kan?” Chaeryoung mengangguk. “Dan kau juga menyetujui
semuanya dengan kemauanmu sendiri kan?” Chaeryoung kembali mengangguk menskipun
terlihat ragu. Jimin tersenyum dan berbalik menghadap Seokjin. “Lihat hyung?
Dia yang membuat semuanya menjadi seperti ini. Kau hanya perlu bertanya dan dia
akan mengakuinya sendiri. Kenapa kau masih membelanya?”
Jungkook menyanggah.
“Jiminnie hyung. Kupikir kau juga harus bertanya alasannya. Sepertinya sesuatu
mambuatny terpaksa melakukan itu. Saat itu Chaeryoung noona juga sempat bilang
padaku kalau dia membuat janji di waktu yang sama dengan dua orang. Dia
memintaku membantunya untuk mengatakan itu. Tapi...”
“Jungkook-ah. Kau percaya
kepadanya atau pada saudaramu sendiri?”
“Huh?”
“Kenapa kau percaya padanya
yang bahkan belum kau kenal selama seminggu. Kalian semua terlalu percaya
padanya. Bagaimana kalau ternyata dia memang datang kesini untuk memecah
keluarga kita dan membangkrutkan perusahaan ayah?”
“Lalu bagaimana denganmu?”
Seokjin mengambil alih pembicaraan. “Kenapa kau sangat tidak percaya pada
perempuan? Kenapa kau selalu menghubungan segalanya dengan orang itu? Kau
selalu saja melakukannya. Apa kau tak pernah memikirkan perasaan perempuan yang
selalu tidak kau hiraukan. Dan jangan menuduh orang tanpa ada bukti yang pasti”
“Karena semua perempuan sama
saja. Mereka egois. Manis didepan namun menusuk dari belakang. Sudah cukup aku
merasakan keegoisan mereka. Sekali saja sudah sangat menyakitkan. Bagaimana
jika aku merasakannya lagi? Kalian memang tak pernah merasakannya. Namun
bagaimana denganku yang sudah pernah merasakannya?”
Namjoon menolong Seokjin yang
sepertinya membungkam mulutnya. “Itu karena kau tak mau melangakah maju
Jimin-ah.... Kau hanya terjebak di dalam masalah itu. Kau terlalu takut untuk
keluar dari sana kan? Dan semua itu membuat kebencianmu pada wanita semakin
kuat. Andai kau melangkahkan kakimu keluar dari sana kau pasti tak akan terus
menyalahkan perempuan”
“Kalian salah” Jimin mundur
menghindari tatapan keenam saudaranya. “Namjoon hyung memang benar bahwa aku
terlalu takut untuk keluar dari sana. Lalu kenapa kalian tidak membantuku untuk
keluar dari sana?”
“Kami sudah mencoba
membantumu Jiminnie hyung. Tapi kaulah yang terlalu takut” Jungkook menyela.
“Tidak. Kalian tidak
membantu. Kalian memang selalu mengatakan hal-hal yang menenangkanku. Tapi aku
tak membutuhkan itu. Aku tak membutuhan dorongan dari kalian. Aku ingin kalian
menuntunku keluar dari sana. Tapi kalian tidak melakukannya. Kalian hanya
mendorongku dari jauh. Kalian pikir jika kalian mendorong dari jauh akan menyentuhku
dan menggapaiku? Terlalu jauh. Bukankah keluarga itu saling membantu satu sama
lain? Aku belum merasakannya...”
“Aku akan ikut membantumu
Jimin-ssi...” Ucapan Chaeryoung membuat Ketujuh bersaudara itu menoleh
kearahnya. “Aku benar-benar akan membantumu...”
“Cih, Lupakan... Kau hanya
akan membuatnya semakin hancur saja” Jimin berjalan meninggalkan rumah itu.
Chaeryoung menatapnya sejenak lalu berjalan mengikutinya.
“Mau kemana kau?” Seokjin
menahan tangan Chaeryoung.
“Biarkan aku bicara padanya”
*****
Chaeryoung POV
Aku berjalan mengikuti Jimin
yang terlihat berjalan tergesa gesa namun tanpa tujuan. Kuharap dia tak berniat
untuk meninggalkan rumah. Tidak mungkin kan?
Namun tak lama. Dirinya
berbelok ke arah supermarket tempatku pertama kalinya bertemu dengan Jimin dan
saudara-saudaranya. Jimin duduk di salah satu kursi dan membenamkan wajahnya
pada mejanya. Aku menghembuskan nafas sejenak lalu memberanikan diri untuk
duduk di hadapannya.
“Maafkan aku...”
Jimin tak mengeluarkan suara.
Namun sepertinya ia pasti sudah tau kalau itu adalah suaraku. Meskipun tanpa
melihat. Wajahnya masih ia benamkan di meja dan kedua tangannya ia tekuk.
“Jimin-ssi... Apa kau
mendengarku? Aku minta maaf karena membuat kakakmu bertengkar”
“Ya, kau merusak hari ulang
tahunku...” Jimin mengatakannya pelan. Namun aku masih bisa mendengarnya
“Aku tau... Mereka bahkan
sudah membuatkanmu sup rumput laut. Tapi kau belum pulang sejak tadi” Jimin tak
menjawab. “Aku tidak tau apa masalahmu dengan perempuan. Tapi sepertinya dari
yang kulihat, kau pasti pernah memiliki seseorang yang kau cintai... kan?”
Jimin mengangkat kepalanya
pada akhirnya. “Aku tidak tau apa maumu tapi sepertinya akan lebih baik jika
kau tak usah mengucapkan apa-apa tentang hal itu. Tidak ada hubungannya
denganmu”
“Kumohon. Aku hanya ingin
tau... barangkali aku bisa membantumu”
“Lupakan. Aku tak peduli lagi
denga....”
“Aku juga seorang wanita
Jimin-ssi” Aku menatap lekat kedalam bola mata Jimin. “Aku dan orang yang
pernah kau cintai itu sama-sama wanita. Tapi kami tidak sama. Mungkin kau
berfikir semua perempuan itu sama. Namun Tuhan membuat semuanya berbeda
Jimin-ssi. Bahkan orang yang kembar identik memliki sesuatu yang berbeda. Lalu
bagaimana bisa kau mengatakan kalau semua perempuan itu sama?”
“Jangan sok bijak...”
“Aku tau mungkin aku memiliki
sifat yang membuatmu membenciku. Jika kau tak bisa menerima kekurangan orang
lain, maka kau tak layak untuk hidup di dunia ini...”
Jimin memandangku kosong.
Entahlah, aku tak tau apa yang dipikirkannya. Tapi kuharap ia memikirkan apa
yang aku ucapkan dan akan lebih baik lagi kalau dia berfikir untuk mencoba
merubah sifatnya.
“Kau...” Jimin menajamkan
pandangannya. Tapi tak lama, Jimin beranjak dan pergi tanpa sepatah katapun.
*****
“Chaeryoung-ah, Kau mau
berangkat kerja?” Seokjin menghampiriku.
“Ya, sepertinya aku akan
pulang larut lagi”
“Mau berangkat bersamaku? Aku
juga mau ke kafe tempatmu bekerja. Aku akan menggantikan Jimin yang kemarin
sudah mengurusnya. Sepertinya hari ini dia sedang tidak dalam keadaan yang
baik”
“Ya.... Padahal sekarang hari
ulang tahunnya. Aku maih khawatir dengannya. Dia tidak akan berfikir untuk
pergi dari rumah kan?”
Seokjin tersenyum. “Kurasa
tidak. Itu hanyalah masalah yang sepele. Jimin bukanlah orang yang seperti itu”
Aku mengangguk. “Sudahlah, ayo berangkat”
“Baiklah...”
Aku sudah berada
di tempatku bekerja. Seokjin sedang berada di ruangan Hana. Sedangkan aku
kembali dipindahkan oleh Hana. Di bagian kasir. Sepertinya Hana memindahkanku
kembali karena melihatku bersama Seokjin. Entahlah, aku tak pernah tau apa yang
ada di dalam pikiran Hana.
“Yura-ya, apakah Hana
benar-benar memindahkanku ke bagian kasir?”
“Aku tidak tau. Aku
benar-benar tak mengerti dia. Mungkinkah dia melakukan itu karena dia melihatmu
berjalan bersama orang yang akan mengontrak cafe ini?”
“Kau befikir begitu?”
Yura mengangguk. “Itu yang
aku pikirkan...”
Pintu ruangan Hana terbuka.
Spontan aku dan Yura memasang wajah seakan tak terjadi apa-apa dan berpura-pura
menjalankan tugas kami masing-masing. Seokjin dan Hana terlihat masih berbicara
satu sama lain meskipun sudah di ambang pintu. Tak lama, Seokjin berbalik dan
tersenyum kearahku.
“Chaeryoung-ah! Aku pergi
dulu. Jangan pulang sebelum aku menjemputmu oke?”
“Aku mengerti” Tepat setelah
aku mengatakan itu, Seokjin melambaikan tangannya dan keluar. Yura kembali
menatapku.
“Aku tak tau apa yang terjadi
padamu. Tapi kau beruntung sekali bisa dikelilingi para lelaki yang sempurna”
Aku tersenyum. “Kau terlalu
berlebihan Yura-ya.” Aku memandang sekeliling cafe yang sudah mulai sepi.
Pandangan mataku bertemu dengan mata Hana. Sepertinya dia sedang mengawasiku.
Sepertinya tidak. Sekarang
dia sedang berjalan kearahku dengan mata yang menyala.
“Sepertinya kau sangat senang
nona... karena aku sudah kembali memindahkanmu ke bagian yang lebih baik. Tapi
jangan kira aku akan terus melakukan ini. Hei.... Atau jangan-jangan kau
mendekati Kim Sajang-nim karena ingin melaporkanku ya?”
“Dan sepertinya kau salah
paham Hana-ssi”
“Lalu apa yang kau lakukan
huh? Ingin kaya? Kau pikir dengan mudahnya kau bisa mendekati ketujuh keturunan
keluarga Kim lalu menikahinya sehingga kau bisa mendapatkan harta warisan
juga?” Hana sepertinya masih kesal denganku.
“Aku tak berniat melakukan
itu. Ceritanya panjang. Dan mngkin kau akan mengira aku berbohong”
“Cih, seharusnya aku tetap
meletakkanmu di bagian pemberi brosur saja. Agar siapapun satu dari tujuh
keturunan yang kau dekat itu tau kalau kau tak memiliki pekerjaan yang cukup
layak untuk mereka”
“Lalu kenapa tak kau lakukan
saja? Oh, ataukah mungkin kau takut mereka membatalkan kontraknya denganmu
karena mereka melihatmu selalu menyiksaku?”
Astaga... apa yang baru saja kukatakan.
“Hei, Chaeryoung-ah...
sadarlah” Yura berbisik dari belakang Hana. Aku menatapnya seolah mengatakan
‘aku tau’. Tapi sepertinya dia tak mengerti. Dan Hana sendiri menatapku seolah
tak percaya apa yang baru saja kukatakan.
“Hei, Chaeryoung-ah. Apa yang
baru saja kau katakan? Aku tak percaya ini. Kapan kau belajar semua itu? Apa
tujuh orang itu yang memberimu keberanian untuk mengatakannya? ‘Ah.... Seokjin
dan adik-adiknya pasti berada dipihakku sehingga Hana tak bisa melawanku’. Itu
yang kau pikirkan? Baiklah... Aku tau aku memang tak bisa melawanmu jika mereka
memang berada dipihakmu. Tapi ingatlah.... Ayahku... Ayahku yang telah membuatmu
bekerja disini... Ayahku....”
Kalau sudah terjadi hal ini
bukankah lebih baik aku mengatakan apa yang kurasakan saja? Ya, semuanya. “Aku
tau Hana-ssi. Tapi jujur. Sikapmu padaku itu... aku rasa itu tidak pantas. Aku
tau kau membenciku, tapi berbuat seenakmu sendiri itu... aku rasa kau terlalu
berlebihan. Apa kau pikir ayahmu akan senang melihat anaknya seperti itu?”
“Astaga, demi apa kau sudah
berani memasukkan ayah ke dalam masalah ini. Baiklah... Baik.... Laporkan saja
semua perbuatanmu itu pada Seokjin atau siapa saja dari mereka. Kau pasti puas
saat melihat mereka membatalkan kontrak denganku. Katakan.... katakan saja
semuanya pada mereka!”
Baiklah, mungkin aku telah
membuatnya sakit hati. Kurasa aku berlebihan, ini sudah cukup. “Aku minta maaf
Hana-ssi...”
“Apa maksudmu minta maaf?”
Suara itu... Aku tau pasti
itu bukan suara salah satu dari kami. Suara ini berat, namun halus. Aku tau
pasti, ini suara Jimin.
Ya, benar itu Jimin. Dia
beranjak dari kursi pelanggan dan menghampiri meja kasir tempat kami bertiga
bicara. Sejak kapan dia disana?
“Jimin-ssi...” Kata-kata itu
keluar dari mulutku dan Hana hampir bersamaan.
“Yoon Chaeryoung, Kau adalah
orang terbodoh yang pernah kutemui di dunia ini. Kau sudah mengatakan semua hal
yang telah kau simpan di dalam hatimu selama ini... Lalu kenapa kau masih
meminta maaf kepadanya yang jelas-jelas sudah bersalah? Dan Hana-ssi, Apa kau
sadar kau termasuk orang yang terendah di dunia ini? Berbuat semaunya sendiri
kepada orang lain hanya karena jabatanmu lebih tinggi darinya. Itu bahkan lebih
rendah daripada sampah....”
Aku mengerutkan dahi.
“Jimin-ssi... kurasa kata-katamu agak...”
“Hana-ssi, seharusnya kaulah
yang meminta maaf padanya. Sangat aneh jika dia yang meminta maaf kepadamu. Dan
satu lagi, jangan kira kalau Chaeryoung dekat denganku dan saudara-saudaraku
karena harta ataupun sesuatu yang ingin menghancurkanmu. Orangtuaku kenal
dengan orangtuanya. Orangtua Chaeryoung sedang dalam masalah, jadi bukankah
sebaiknya kau membantunya atau setidaknya memeberinya kekuatan? Bukan semakin
memberinya masalah. Lalu tentang kontrak itu... meskipun aku tau keadaan yang
sebenarnya, aku tak akan mengikut campurkan masalah kontrak itu. Karena itu
bukan hakku”
Ini aneh, melihat Jimin
mengucapkan sesuatu sepanjang itu. Bahkan hanya untuk membelaku. “Jimin-ssi,
Kurasa...”
“Ayo pulang. Atau lebih baik
lagi kalau tak usah bekerja disini lagi, Yoon Chaeryoung” Jimin menarikku dari
balik meja kasir. Aku masih merasa tak enak pada Hana. Tapi tak ada yang bisa
kulakukan. Jimin sudah menarikku pergi dari sana.
***
Jimin POV
Aku mencengkeram tangan
Chaeryoung dengan semakin kuat. Tapi dia menghentikan lagkahnya. Aku melepaskan
cengkeramanku dan berbalik
“Jimin-ssi, aku tak tau
kenapa kau katakan semua hal itu... entah itu karena kau memang tak suka dengan
sikapnya atau karena kau yang memang mmebenci wanita, atau bahkan alasan-alasan
yang lain. Aku tidak tau. Tapi yang pasti, kau sudah benar-benar menyakiti
hatinya kau tau? Aku juga seorang wanita seperti Hana. Jadi aku tau benar apa
yang dia rasakan sekarang”
“Lalu apa kau tau apa yang
kurasakan sekarang?”
“Huh?”
“Itulah kenapa aku membenci
wanita. Mereka terlalu egois. Aku membencinya... benar-benar membencinya. Semua
orang selalu jatuh saat wanita sudah meneteskan air matanya. Segala-galanya
karena wanita. Semua karena wanita. Seakan-akan wanita adalah pemilik dunia
ini. Itu sangat memuakkan. Melihat Hana yang seperti itu semakin membuatku
berfikir kalau mereka para wanita memang orang yang tak memiliki hati.”
Baiklah, aku mengatakan semuanya.
“Lalu kenapa kau menolongku
jika kau memang membenci wanita?”
“Itu karena aku tak melihatmu
sebagai seorang wanita”
Chaeryoung terdiam. Tapi
matanya masih menatapku. Sampai aku menyadari bahwa matanya baru saja
meneteskan sebulir air mata. Dia menangis? Apa ada yang salah dengan
kata-kataku?”
“Hei, ada apa denganmu
tiba-tiba?”
Tangannya mengusap air
matanya yang baru saja kembali menetes. “Kau Kim Jimin... Mungkin aku bisa
menerima jika kau membenciku. Dan mungkin aku bisa menerima bahwa kau tak menyukai
kekuranganku. Tapi menyakiti hati seorang wanita itu membuatku muak denganmu.
Mengatakan tak melihatku sebagai wanita itu bagaikan kau mendaratkan sebuah
pedang di dadaku”
Aku terdiam. Hanya bisa
melihatnya yang masih menangis dan menatapku dengan matanya yang sayu.
“Maaf...”
“Kuharap kau tidak
menghancurkan harapan kakakmu, Seokjin kepadamu. Dia bilang kau bahkan
berkali-kali lebih baik dibandingkan dengannya ataupun saudaramu yang lain. Dia
bilang kau seperti malaikat. Tapi apa yang baru saja kurasakan? Kukira aku
telah melihat sisi seorang Jimin yang sebenarnya. Seseorang yang memiliki lidah
tajam” Chaeryoung berbalik membelakangiku. “Padahal aku mempercayaimu
Jimin-ssi...”
Apa ini? Kukira aku sudah
termakan ucapanku sendiri... Seorang gadis sedang menangis diadapanku. Lalu apa
yang harus kulakukan? Aku tak tau.... Apa aku harus menenangkannya? Bukankah
aku yang telah membuatnya menangis? Tapi aku masih belum mengerti apa yang
salah dari ucapanku sehingga membuatnya menangis.
Disaat yang kurang tepat
seperti ini, ponselku berdering. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, aku
mengambil ponselku dan mengeceknya.
Seokjin Hyung.
Sepertinya aku harus
mengangkatnya.
“Iya Hyung?”
“Kau dimana? Apa aku boleh meminta tolong padamu?”
“Aku bersama Chaeryoung sekarang.
Mau kubantu apa?”
“Eoh? Kau bersama Chaeryoung? Apa terjadi sesuatu lagi dengannya?
Kalian dimana?”
“Aku akan mengirimkan
alamatnya setelah ini. Cepatlah kemari sehingga aku bia membantu hal yang kau
mintai bantuan tadi” Tanpa menunggu jawaban Seokjin Hyung, aku menutup
sambungan teleponnnya. Dia pasti mengerti. Aku sudah sering melakukan itu pada
Seokjin Hyung.
*****
Chaeryoung POV
Sakit? Tentu saja sangat
sakit. Bukan itu.. bukan itu hal yang ingin kudengarkan dari Jimin. Entahlah,
aku mengharapkan sesuatu darinya. Aku tak tau apa itu. Tapi aku yakin, bukan
itu yang kuharapkan darinya. Ya, aku yakin bukan itu.
“Aku akan mengirimkan
alamatnya setelah ini. Cepatlah kemari sehingga aku bia membantu hal yang kau
mintai bantuan tadi” Jimin menutup teleponnya. Sepertinya dia sedang bicara
dengan Seokjin. Aku memutuskan untuk segera pergi dari sini.
“Aku pergi dulu. Lupakan
semua yang terjadi hari ini” Aku melangkahkan kakiku, tapi tertahan saat Jimin
mencengkeram pergelangan tanganku.
“Tunggulah disini sebentar. Seokjin
Hyung akan menjemputmu”
-SKIP
“Jimin-ah!” Seorang laki-laki
bertubuh jangkung terlihat berlari ke arah kami. Siapa lagi kalau bukan
Seokjin. Pria itu berhenti di hadapan Jimin dan menatapnya sebentar. Lalu
menoleh ke arahku.
“Hyung, karena kau sudah
disini, Aku pergi dulu” Jimin berdiri namun tak beranjak dari sana. Kakaknya
masih bicaa dengannya.
“Lalu bisa kau ceritakan apa
lagi hal yang terjadi kali ini?”
Jimin menggeleng. “Mungkin
kau bisa bertanya itu pada Chaeryoung. Itupun kalau ia mau menceritakannya”
Jimin menatapku sebentar. “Aku pergi dulu”
Tidak, aku ingin menghabiskan
waktuku dengan Jimin. Ya, aku ingin melakukannya. Aku ingin membantunya. Aku
benar-benar ingin membantunya. Tapi kenapa dia malah menyakiti hatiku sendiri?
Berkata kalau tak melihatku sebagai wanita, entah kenapa itu sangat
menyakitkan. Atau mungkinkah aku yang terlalu bereaksi berlebihan?
Tapi pada akhirnya, aku
selalu berakhir dengan Seokjin. Dia yang selalu besamaku pada saat-saat seperti
ini. Mungkin memang dia. Ya, mungkin memang dia. Sepertinya aku sudah menemukan
jawaban. Atau aku terlalu cepat?
“Chaeryoung-ah? Kau tak apa?
Kenapa matamu sembab?”
“Ah...” Aku menyadari kalau
aku belum membenarkan wajahku yang masih terlihat sembab setelah menangis. “Aku
tak apa” Lalu mencoba memasang senyuman.
“Apa Jimin membuatmu
menangis?”
“Huh?”
“Jadi dia membuatmu
menangis?”
“Tidak.... Bukan begitu...”
TBC
0 komentar:
Posting Komentar