Senin, 07 September 2015

FF - Bangtan Boys | Scramble Heart [Chapter 4]



Title : Scramble Heart [Chap 4 – Conflict]
Cast : BTS Member, Yoon Chaeryoung, Yoo Hyesun
Author : SHC
Genre : Romance
Lenght : Chaptered (16 Chap)
Rating : PG-13


“Bahkan kau merusak semuanya, Di hari ulang tahunku...”

*****

Author POV

“Jadi sekarang pilihlah.... Kau memilih untuk pergi bersamaku.... atau Namjoon?”

            Chaeryoung terdiam. Hatinya tidak bisa memilih, untuk pergi dengan Namjoon... atau Seokjin. Di satu sisi, Chaeryoung benar-benar merasa bersalah pada Namjoon karena Chaeryoung sendirilah yang membuat janji itu. Namun di sisi lain, Chaeryoung juga merasa bersalah karena itu juga adalah janjinya dengan Seokjin. Jika dia memilih salah satu dari mereka, bukankah itu artinya dia tak menepati janji yang seorang lagi? Belum lagi janjinya dengan Hoseok dan Yoongi.

            “Hei.... Kau mendengarku? Tak apa.... pilih saja salah satu.... Jika kau memang merasa bersalah pada Namjoon, pergilah bersamanya, kita bisa pergi lain kali”

            “Aku tidak bisa....” Chaeryoung membuka mulutnya. “Itu akan mengecapku sebagai orang yang tidak bisa menepati janjinya. Itu sangat buruk”

“Lalu kenapa kau yang sudah jelas-jelas membuat janji dengan Seokjin Hyung, mengajakku keluar juga di waktu yang sama? Kau kan bisa mengajakku di hari yang sama namun di waktu yang berbeda? Apa kau memang sengaja?” Namjoon duduk dikursi dibelakangnya, Diikuti Seokjin. Seokjin juga memberi isyarat agar Chaeryoung juga duduk. Dan diturutinya.

“Ada ceritanya. Tapi sepertinya aku tak bisa menceritakan itu pada kalian berdua. Mungkin kalian akan membenciku beberapa saat lagi. Layaknya Jimin membenciku. Mungkin setelah ini aku akan membuat ikatan persaudaraan kalian mengendur. Kalian bisa menyalahkanku.... Ya, ini semua salahku”

“Astaga, kenapa kau mengatakan semua itu? Kau sangat mirip seperti Jimin. Jangan-jangan Jimin memang mengatakan hal seperti itu kepadamu? Sudahlah, jangan dengarkan semua ocehan tidak jelas bocah itu... Sudah kubilang, dia memang seperti itu pada wanita”

Chaeryoung menggelengkan kepalanya. “Tidak... Ini benar. Aku mengatakan ini sendiri. Bukan karena Jimin atau apa... tapi aku memang sadar. Semua ini akan membuat ikatan kalian kendur. Jadi sebelum semua itu terjadi, Aku minta maaf...”

Seokjin tersenyum. “Baiklah kalau kau memang merasa itu akan terjadi. Tapi.... Eum.... kembali ke awal, Kau memilih untuk pergi denganku atau Namjoon?”

Chaeryoung menutup wajahnya frustasi “Huuuaaaa.....kenapa bertanya itu lagi.... Itu membuatku frustasi.....” Lalu kembali membuka kedua tangannya dan menunjukkan wajahnya yang benar-benar terlihat frustasi “Bagaimana kalau keluar dengan kalian berdua saja? Kita bisa pergi bersama-sama kan?”

Namjoon dan Seokjin menatap Chaeryoung bingung. “Eum....”

Pintu depan rumah terbuka. Cahaya matahari sedikit masuk karena celah yang terbuka dari pintu itu. Dua orang laki-laki berpakaian rapi masuk. Chaeryoung, Namjoon dan Seokjin menatap dua orang itu sambil menyipitkan mata. Mencoba menebak siapa yang datang. Namun semuanya terjawab saat kedua orang itu menghampiri mereka bertiga. Chaeryoung menelan ludahnya.

“Chaeryoung-ssi.... Kukira kau sudah berangkat ke tempat perjanjian kita” Tepat saat Hoseok mengatakan itu, Chaeryoung berdiri.

“Hei, Halte itu tempat perjanjianku dengan Chaeryoung, bukan kau” Yoongi menyanggah ucapan Hoseok.

“Tidak bisa hyung. Sudah jelas aku yang sampai halte itu duluan... sudah jelas itu tempat perjanjianku dengan Chaeryoung”

“Menskipun kau datang duluan tapi jika aku membuat janji itu terlebih dahulu, Itu akan sia-sia Hoseok-ah. Sudah jelas aku yang membuat janji itu dulu”

“Lalu tak bisakah kau mengalah pada adikmu hyung?”

“Hei, Hoseok-ah, Coba pikirlah, jika kau jadi aku, apakah kau akan mengalah padaku seperti yang kau katakan barusan?”

“Ya, mungkin aku akan mengalah kepadamu jika aku jadi kau”

“Lalu kenapa tak mengalah saja sekarang?”

Seokjin menghampiri kedua adiknya yang masih beradu mulut itu dan mendorong mereka ke belakang dengan pelan “Kalian hentikanlah. Kalian akan membuat semuanya semakin buruk” Tapi sepertinya ucapan kakak tertua itu tak dihiraukan oleh mereka berdua.

“Cih, Hebat sekali. Kenapa aku bisa memiliki adik sepertimu?” Yoongi menepis tangan Seokjin dari dadanya. Namun pandangannya masih mengarah pada Hoseok.

“Kau pikir aku juga mau punya saudara sepertimu? Menurutku Seokjin hyung saja sudah cukup untukku”

“Kenapa kau membanding-bandingkanku dengan Seokjin hyung hah?!”

“Kenapa? Aku hanya mengatakan kalau kau tak cocok menjadi bagian dari keluarga ini”

Seokjin masih belum menyerah melerai adiknya. Dengan kesabaran yang ia punya, Seokjin kembali menengahi keduanya. “Hoseok, Yoongi. Hentikan. Sebaiknya kita lupakan semua tentang ini”

“Aku? Haha... Sepertinya kaulah yang tidak cocok menjadi bagian dari keluarga ini Hoseok-ah”

“Dasar gila. Bisa bisa aku mengusirmu dari rumah ini hyung”

“Apa? Mengusirku? Hahaha... kau pikir kau akan bisa mengusirku? Sepertinya aku yang akan melakukan itu dulu padamu Hoseok-ah”


PLAAK!!! PLAAK!!!


Kesabaran Seokjin yang semakin menipis akhirnya membuat ia mendaratkan tamparanya ke pipi kedua adiknya itu. Bukankah itu pertengkaran yang terlalu kekanak-kanakan? Tentu saja itu akan membuat Seokjin tak tahan melihatnya.

“Kalian berdua!!! Sudah kubilang hentikan!!! Kita bisa duduk dan membicarakan ini baik-baik. Lalu tanyakan secara perlahan-lahan pada Chaeryoung kenapa dia membuat janji dengan kita berempat pada waktu yang bersamaan. Apa itu susah sekali untuk kalian berdua?” Namjoon, Chaeryoung, Yoongi dan Hoseok menatap Seokjin dalam. Mungkin ini pertama kalinya mereka melihatnya seperti itu.

Namjoon menghampiri Seokjin, Khawatir. “Hyung, Kau tak apa?”

Seokjin menghela nafasnya pelan dan menarik tangan Hoseok. “Ayo kalian berdua. Duduklah” Tapi Hoseok menepi tangan Seokjin. Seokjin menatapnya. “Kenapa?”

“Hyung.... Kau.... Kau baru saja memukulku?”

“Hah.... Baiklah... baiklah... maafkan aku. Aku tak akan melakukannya lagi. Tapi berjanjilah jangan melakukan hal yang kekanak-kanakan”


KRIEET...


Suara pintu depan yang bedecit membuat semua pasang bola mata itu menoleh pada pintu itu. Di depan sana sudah ada Jimin dengan Jungkook dan Taehyung di belakangnya. Jimin melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Juga Jungkook dan Taehyung.

“Kenapa kau tak melakukan apapun pada Chaeryoung?” Jimin menatap mata Seokjin dingin. “Bukankah dia adalah yang membuat kita semua seperti ini? Lalu kenapa kau malah menghukum Hoseok Hyung dan Yoongi Hyung yang hanyalah melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan? Mereka hanya membuat janji dan menepatinya? Bukankah itu adalah hal yang biasa? Lalu bagaimana dengannya? Dia membuat janji dengan kalian berempat tapi ia mengingkari semuanya”

“Jangan ucapkan apapun yang menyalahkan Chaeryoung. Ini salah kita semua. Kita tid....”

“Lalu bagaimana jika aku bertanya langsung kepadanya?” Jimin menghampiri Chaeryoung. “Kau memang membuat janji dengan mereka semua kan?” Chaeryoung mengangguk. “Dan kau juga menyetujui semuanya dengan kemauanmu sendiri kan?” Chaeryoung kembali mengangguk menskipun terlihat ragu. Jimin tersenyum dan berbalik menghadap Seokjin. “Lihat hyung? Dia yang membuat semuanya menjadi seperti ini. Kau hanya perlu bertanya dan dia akan mengakuinya sendiri. Kenapa kau masih membelanya?”

Jungkook menyanggah. “Jiminnie hyung. Kupikir kau juga harus bertanya alasannya. Sepertinya sesuatu mambuatny terpaksa melakukan itu. Saat itu Chaeryoung noona juga sempat bilang padaku kalau dia membuat janji di waktu yang sama dengan dua orang. Dia memintaku membantunya untuk mengatakan itu. Tapi...”

“Jungkook-ah. Kau percaya kepadanya atau pada saudaramu sendiri?”

“Huh?”

“Kenapa kau percaya padanya yang bahkan belum kau kenal selama seminggu. Kalian semua terlalu percaya padanya. Bagaimana kalau ternyata dia memang datang kesini untuk memecah keluarga kita dan membangkrutkan perusahaan ayah?”

“Lalu bagaimana denganmu?” Seokjin mengambil alih pembicaraan. “Kenapa kau sangat tidak percaya pada perempuan? Kenapa kau selalu menghubungan segalanya dengan orang itu? Kau selalu saja melakukannya. Apa kau tak pernah memikirkan perasaan perempuan yang selalu tidak kau hiraukan. Dan jangan menuduh orang tanpa ada bukti yang pasti”

“Karena semua perempuan sama saja. Mereka egois. Manis didepan namun menusuk dari belakang. Sudah cukup aku merasakan keegoisan mereka. Sekali saja sudah sangat menyakitkan. Bagaimana jika aku merasakannya lagi? Kalian memang tak pernah merasakannya. Namun bagaimana denganku yang sudah pernah merasakannya?”

Namjoon menolong Seokjin yang sepertinya membungkam mulutnya. “Itu karena kau tak mau melangakah maju Jimin-ah.... Kau hanya terjebak di dalam masalah itu. Kau terlalu takut untuk keluar dari sana kan? Dan semua itu membuat kebencianmu pada wanita semakin kuat. Andai kau melangkahkan kakimu keluar dari sana kau pasti tak akan terus menyalahkan perempuan”

“Kalian salah” Jimin mundur menghindari tatapan keenam saudaranya. “Namjoon hyung memang benar bahwa aku terlalu takut untuk keluar dari sana. Lalu kenapa kalian tidak membantuku untuk keluar dari sana?”

“Kami sudah mencoba membantumu Jiminnie hyung. Tapi kaulah yang terlalu takut” Jungkook menyela.

“Tidak. Kalian tidak membantu. Kalian memang selalu mengatakan hal-hal yang menenangkanku. Tapi aku tak membutuhkan itu. Aku tak membutuhan dorongan dari kalian. Aku ingin kalian menuntunku keluar dari sana. Tapi kalian tidak melakukannya. Kalian hanya mendorongku dari jauh. Kalian pikir jika kalian mendorong dari jauh akan menyentuhku dan menggapaiku? Terlalu jauh. Bukankah keluarga itu saling membantu satu sama lain? Aku belum merasakannya...”

“Aku akan ikut membantumu Jimin-ssi...” Ucapan Chaeryoung membuat Ketujuh bersaudara itu menoleh kearahnya. “Aku benar-benar akan membantumu...”

“Cih, Lupakan... Kau hanya akan membuatnya semakin hancur saja” Jimin berjalan meninggalkan rumah itu. Chaeryoung menatapnya sejenak lalu berjalan mengikutinya.

“Mau kemana kau?” Seokjin menahan tangan Chaeryoung.

“Biarkan aku bicara padanya”


*****


Chaeryoung POV


Aku berjalan mengikuti Jimin yang terlihat berjalan tergesa gesa namun tanpa tujuan. Kuharap dia tak berniat untuk meninggalkan rumah. Tidak mungkin kan?

Namun tak lama. Dirinya berbelok ke arah supermarket tempatku pertama kalinya bertemu dengan Jimin dan saudara-saudaranya. Jimin duduk di salah satu kursi dan membenamkan wajahnya pada mejanya. Aku menghembuskan nafas sejenak lalu memberanikan diri untuk duduk di hadapannya.

“Maafkan aku...”

Jimin tak mengeluarkan suara. Namun sepertinya ia pasti sudah tau kalau itu adalah suaraku. Meskipun tanpa melihat. Wajahnya masih ia benamkan di meja dan kedua tangannya ia tekuk.

“Jimin-ssi... Apa kau mendengarku? Aku minta maaf karena membuat kakakmu bertengkar”

“Ya, kau merusak hari ulang tahunku...” Jimin mengatakannya pelan. Namun aku masih bisa mendengarnya

“Aku tau... Mereka bahkan sudah membuatkanmu sup rumput laut. Tapi kau belum pulang sejak tadi” Jimin tak menjawab. “Aku tidak tau apa masalahmu dengan perempuan. Tapi sepertinya dari yang kulihat, kau pasti pernah memiliki seseorang yang kau cintai... kan?”

Jimin mengangkat kepalanya pada akhirnya. “Aku tidak tau apa maumu tapi sepertinya akan lebih baik jika kau tak usah mengucapkan apa-apa tentang hal itu. Tidak ada hubungannya denganmu”

“Kumohon. Aku hanya ingin tau... barangkali aku bisa membantumu”

“Lupakan. Aku tak peduli lagi denga....”

“Aku juga seorang wanita Jimin-ssi” Aku menatap lekat kedalam bola mata Jimin. “Aku dan orang yang pernah kau cintai itu sama-sama wanita. Tapi kami tidak sama. Mungkin kau berfikir semua perempuan itu sama. Namun Tuhan membuat semuanya berbeda Jimin-ssi. Bahkan orang yang kembar identik memliki sesuatu yang berbeda. Lalu bagaimana bisa kau mengatakan kalau semua perempuan itu sama?”

“Jangan sok bijak...”

“Aku tau mungkin aku memiliki sifat yang membuatmu membenciku. Jika kau tak bisa menerima kekurangan orang lain, maka kau tak layak untuk hidup di dunia ini...”

Jimin memandangku kosong. Entahlah, aku tak tau apa yang dipikirkannya. Tapi kuharap ia memikirkan apa yang aku ucapkan dan akan lebih baik lagi kalau dia berfikir untuk mencoba merubah sifatnya.

“Kau...” Jimin menajamkan pandangannya. Tapi tak lama, Jimin beranjak dan pergi tanpa sepatah katapun.


*****


“Chaeryoung-ah, Kau mau berangkat kerja?” Seokjin menghampiriku.

“Ya, sepertinya aku akan pulang larut lagi”

“Mau berangkat bersamaku? Aku juga mau ke kafe tempatmu bekerja. Aku akan menggantikan Jimin yang kemarin sudah mengurusnya. Sepertinya hari ini dia sedang tidak dalam keadaan yang baik”

“Ya.... Padahal sekarang hari ulang tahunnya. Aku maih khawatir dengannya. Dia tidak akan berfikir untuk pergi dari rumah kan?”

Seokjin tersenyum. “Kurasa tidak. Itu hanyalah masalah yang sepele. Jimin bukanlah orang yang seperti itu” Aku mengangguk. “Sudahlah, ayo berangkat”

“Baiklah...”

            Aku sudah berada di tempatku bekerja. Seokjin sedang berada di ruangan Hana. Sedangkan aku kembali dipindahkan oleh Hana. Di bagian kasir. Sepertinya Hana memindahkanku kembali karena melihatku bersama Seokjin. Entahlah, aku tak pernah tau apa yang ada di dalam pikiran Hana.

“Yura-ya, apakah Hana benar-benar memindahkanku ke bagian kasir?”

“Aku tidak tau. Aku benar-benar tak mengerti dia. Mungkinkah dia melakukan itu karena dia melihatmu berjalan bersama orang yang akan mengontrak cafe ini?”

“Kau befikir begitu?”

Yura mengangguk. “Itu yang aku pikirkan...”

Pintu ruangan Hana terbuka. Spontan aku dan Yura memasang wajah seakan tak terjadi apa-apa dan berpura-pura menjalankan tugas kami masing-masing. Seokjin dan Hana terlihat masih berbicara satu sama lain meskipun sudah di ambang pintu. Tak lama, Seokjin berbalik dan tersenyum kearahku.

“Chaeryoung-ah! Aku pergi dulu. Jangan pulang sebelum aku menjemputmu oke?”

“Aku mengerti” Tepat setelah aku mengatakan itu, Seokjin melambaikan tangannya dan keluar. Yura kembali menatapku.

“Aku tak tau apa yang terjadi padamu. Tapi kau beruntung sekali bisa dikelilingi para lelaki yang sempurna”

Aku tersenyum. “Kau terlalu berlebihan Yura-ya.” Aku memandang sekeliling cafe yang sudah mulai sepi. Pandangan mataku bertemu dengan mata Hana. Sepertinya dia sedang mengawasiku.

Sepertinya tidak. Sekarang dia sedang berjalan kearahku dengan mata yang menyala.

“Sepertinya kau sangat senang nona... karena aku sudah kembali memindahkanmu ke bagian yang lebih baik. Tapi jangan kira aku akan terus melakukan ini. Hei.... Atau jangan-jangan kau mendekati Kim Sajang-nim karena ingin melaporkanku ya?”

“Dan sepertinya kau salah paham Hana-ssi”

“Lalu apa yang kau lakukan huh? Ingin kaya? Kau pikir dengan mudahnya kau bisa mendekati ketujuh keturunan keluarga Kim lalu menikahinya sehingga kau bisa mendapatkan harta warisan juga?” Hana sepertinya masih kesal denganku.

“Aku tak berniat melakukan itu. Ceritanya panjang. Dan mngkin kau akan mengira aku berbohong”

“Cih, seharusnya aku tetap meletakkanmu di bagian pemberi brosur saja. Agar siapapun satu dari tujuh keturunan yang kau dekat itu tau kalau kau tak memiliki pekerjaan yang cukup layak untuk mereka”

“Lalu kenapa tak kau lakukan saja? Oh, ataukah mungkin kau takut mereka membatalkan kontraknya denganmu karena mereka melihatmu selalu menyiksaku?”

Astaga... apa yang baru saja kukatakan.

“Hei, Chaeryoung-ah... sadarlah” Yura berbisik dari belakang Hana. Aku menatapnya seolah mengatakan ‘aku tau’. Tapi sepertinya dia tak mengerti. Dan Hana sendiri menatapku seolah tak percaya apa yang baru saja kukatakan.

“Hei, Chaeryoung-ah. Apa yang baru saja kau katakan? Aku tak percaya ini. Kapan kau belajar semua itu? Apa tujuh orang itu yang memberimu keberanian untuk mengatakannya? ‘Ah.... Seokjin dan adik-adiknya pasti berada dipihakku sehingga Hana tak bisa melawanku’. Itu yang kau pikirkan? Baiklah... Aku tau aku memang tak bisa melawanmu jika mereka memang berada dipihakmu. Tapi ingatlah.... Ayahku... Ayahku yang telah membuatmu bekerja disini... Ayahku....”

Kalau sudah terjadi hal ini bukankah lebih baik aku mengatakan apa yang kurasakan saja? Ya, semuanya. “Aku tau Hana-ssi. Tapi jujur. Sikapmu padaku itu... aku rasa itu tidak pantas. Aku tau kau membenciku, tapi berbuat seenakmu sendiri itu... aku rasa kau terlalu berlebihan. Apa kau pikir ayahmu akan senang melihat anaknya seperti itu?”

“Astaga, demi apa kau sudah berani memasukkan ayah ke dalam masalah ini. Baiklah... Baik.... Laporkan saja semua perbuatanmu itu pada Seokjin atau siapa saja dari mereka. Kau pasti puas saat melihat mereka membatalkan kontrak denganku. Katakan.... katakan saja semuanya pada mereka!”

Baiklah, mungkin aku telah membuatnya sakit hati. Kurasa aku berlebihan, ini sudah cukup. “Aku minta maaf Hana-ssi...”

“Apa maksudmu minta maaf?”

Suara itu... Aku tau pasti itu bukan suara salah satu dari kami. Suara ini berat, namun halus. Aku tau pasti, ini suara Jimin.

Ya, benar itu Jimin. Dia beranjak dari kursi pelanggan dan menghampiri meja kasir tempat kami bertiga bicara. Sejak kapan dia disana?

“Jimin-ssi...” Kata-kata itu keluar dari mulutku dan Hana hampir bersamaan.

“Yoon Chaeryoung, Kau adalah orang terbodoh yang pernah kutemui di dunia ini. Kau sudah mengatakan semua hal yang telah kau simpan di dalam hatimu selama ini... Lalu kenapa kau masih meminta maaf kepadanya yang jelas-jelas sudah bersalah? Dan Hana-ssi, Apa kau sadar kau termasuk orang yang terendah di dunia ini? Berbuat semaunya sendiri kepada orang lain hanya karena jabatanmu lebih tinggi darinya. Itu bahkan lebih rendah daripada sampah....”

Aku mengerutkan dahi. “Jimin-ssi... kurasa kata-katamu agak...”

“Hana-ssi, seharusnya kaulah yang meminta maaf padanya. Sangat aneh jika dia yang meminta maaf kepadamu. Dan satu lagi, jangan kira kalau Chaeryoung dekat denganku dan saudara-saudaraku karena harta ataupun sesuatu yang ingin menghancurkanmu. Orangtuaku kenal dengan orangtuanya. Orangtua Chaeryoung sedang dalam masalah, jadi bukankah sebaiknya kau membantunya atau setidaknya memeberinya kekuatan? Bukan semakin memberinya masalah. Lalu tentang kontrak itu... meskipun aku tau keadaan yang sebenarnya, aku tak akan mengikut campurkan masalah kontrak itu. Karena itu bukan hakku”

Ini aneh, melihat Jimin mengucapkan sesuatu sepanjang itu. Bahkan hanya untuk membelaku. “Jimin-ssi, Kurasa...”

“Ayo pulang. Atau lebih baik lagi kalau tak usah bekerja disini lagi, Yoon Chaeryoung” Jimin menarikku dari balik meja kasir. Aku masih merasa tak enak pada Hana. Tapi tak ada yang bisa kulakukan. Jimin sudah menarikku pergi dari sana.


***


Jimin POV


Aku mencengkeram tangan Chaeryoung dengan semakin kuat. Tapi dia menghentikan lagkahnya. Aku melepaskan cengkeramanku dan berbalik

“Jimin-ssi, aku tak tau kenapa kau katakan semua hal itu... entah itu karena kau memang tak suka dengan sikapnya atau karena kau yang memang mmebenci wanita, atau bahkan alasan-alasan yang lain. Aku tidak tau. Tapi yang pasti, kau sudah benar-benar menyakiti hatinya kau tau? Aku juga seorang wanita seperti Hana. Jadi aku tau benar apa yang dia rasakan sekarang”

“Lalu apa kau tau apa yang kurasakan sekarang?”

“Huh?”

“Itulah kenapa aku membenci wanita. Mereka terlalu egois. Aku membencinya... benar-benar membencinya. Semua orang selalu jatuh saat wanita sudah meneteskan air matanya. Segala-galanya karena wanita. Semua karena wanita. Seakan-akan wanita adalah pemilik dunia ini. Itu sangat memuakkan. Melihat Hana yang seperti itu semakin membuatku berfikir kalau mereka para wanita memang orang yang tak memiliki hati.” Baiklah, aku mengatakan semuanya.

“Lalu kenapa kau menolongku jika kau memang membenci wanita?”

“Itu karena aku tak melihatmu sebagai seorang wanita”

Chaeryoung terdiam. Tapi matanya masih menatapku. Sampai aku menyadari bahwa matanya baru saja meneteskan sebulir air mata. Dia menangis? Apa ada yang salah dengan kata-kataku?”

“Hei, ada apa denganmu tiba-tiba?”

Tangannya mengusap air matanya yang baru saja kembali menetes. “Kau Kim Jimin... Mungkin aku bisa menerima jika kau membenciku. Dan mungkin aku bisa menerima bahwa kau tak menyukai kekuranganku. Tapi menyakiti hati seorang wanita itu membuatku muak denganmu. Mengatakan tak melihatku sebagai wanita itu bagaikan kau mendaratkan sebuah pedang di dadaku”

Aku terdiam. Hanya bisa melihatnya yang masih menangis dan menatapku dengan matanya yang sayu. “Maaf...”

“Kuharap kau tidak menghancurkan harapan kakakmu, Seokjin kepadamu. Dia bilang kau bahkan berkali-kali lebih baik dibandingkan dengannya ataupun saudaramu yang lain. Dia bilang kau seperti malaikat. Tapi apa yang baru saja kurasakan? Kukira aku telah melihat sisi seorang Jimin yang sebenarnya. Seseorang yang memiliki lidah tajam” Chaeryoung berbalik membelakangiku. “Padahal aku mempercayaimu Jimin-ssi...”

Apa ini? Kukira aku sudah termakan ucapanku sendiri... Seorang gadis sedang menangis diadapanku. Lalu apa yang harus kulakukan? Aku tak tau.... Apa aku harus menenangkannya? Bukankah aku yang telah membuatnya menangis? Tapi aku masih belum mengerti apa yang salah dari ucapanku sehingga membuatnya menangis.

Disaat yang kurang tepat seperti ini, ponselku berdering. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, aku mengambil ponselku dan mengeceknya.

Seokjin Hyung.

Sepertinya aku harus mengangkatnya.

“Iya Hyung?”

“Kau dimana? Apa aku boleh meminta tolong padamu?”

“Aku bersama Chaeryoung sekarang. Mau kubantu apa?”

“Eoh? Kau bersama Chaeryoung? Apa terjadi sesuatu lagi dengannya? Kalian dimana?”

“Aku akan mengirimkan alamatnya setelah ini. Cepatlah kemari sehingga aku bia membantu hal yang kau mintai bantuan tadi” Tanpa menunggu jawaban Seokjin Hyung, aku menutup sambungan teleponnnya. Dia pasti mengerti. Aku sudah sering melakukan itu pada Seokjin Hyung.



*****


Chaeryoung POV


Sakit? Tentu saja sangat sakit. Bukan itu.. bukan itu hal yang ingin kudengarkan dari Jimin. Entahlah, aku mengharapkan sesuatu darinya. Aku tak tau apa itu. Tapi aku yakin, bukan itu yang kuharapkan darinya. Ya, aku yakin bukan itu.

“Aku akan mengirimkan alamatnya setelah ini. Cepatlah kemari sehingga aku bia membantu hal yang kau mintai bantuan tadi” Jimin menutup teleponnya. Sepertinya dia sedang bicara dengan Seokjin. Aku memutuskan untuk segera pergi dari sini.

“Aku pergi dulu. Lupakan semua yang terjadi hari ini” Aku melangkahkan kakiku, tapi tertahan saat Jimin mencengkeram pergelangan tanganku.

“Tunggulah disini sebentar. Seokjin Hyung akan menjemputmu”


-SKIP


“Jimin-ah!” Seorang laki-laki bertubuh jangkung terlihat berlari ke arah kami. Siapa lagi kalau bukan Seokjin. Pria itu berhenti di hadapan Jimin dan menatapnya sebentar. Lalu menoleh ke arahku.

“Hyung, karena kau sudah disini, Aku pergi dulu” Jimin berdiri namun tak beranjak dari sana. Kakaknya masih bicaa dengannya.

“Lalu bisa kau ceritakan apa lagi hal yang terjadi kali ini?”

Jimin menggeleng. “Mungkin kau bisa bertanya itu pada Chaeryoung. Itupun kalau ia mau menceritakannya” Jimin menatapku sebentar. “Aku pergi dulu”

Tidak, aku ingin menghabiskan waktuku dengan Jimin. Ya, aku ingin melakukannya. Aku ingin membantunya. Aku benar-benar ingin membantunya. Tapi kenapa dia malah menyakiti hatiku sendiri? Berkata kalau tak melihatku sebagai wanita, entah kenapa itu sangat menyakitkan. Atau mungkinkah aku yang terlalu bereaksi berlebihan?

Tapi pada akhirnya, aku selalu berakhir dengan Seokjin. Dia yang selalu besamaku pada saat-saat seperti ini. Mungkin memang dia. Ya, mungkin memang dia. Sepertinya aku sudah menemukan jawaban. Atau aku terlalu cepat?

“Chaeryoung-ah? Kau tak apa? Kenapa matamu sembab?”

“Ah...” Aku menyadari kalau aku belum membenarkan wajahku yang masih terlihat sembab setelah menangis. “Aku tak apa” Lalu mencoba memasang senyuman.

“Apa Jimin membuatmu menangis?”

“Huh?”

“Jadi dia membuatmu menangis?”

“Tidak.... Bukan begitu...”




TBC

0 komentar:

Posting Komentar

 

K-Pop Area Indonesia Template by Ipietoon Cute Blog Design and Waterpark Gambang