Jumat, 18 September 2015

[REQUEST COVER] My Wife (Do Min Shin)

Do Min Shin 

Title : My wife
Cast: suho dan Jungroo sama Kai
Nuasa : soft
Genre : romance konflik sedih 
Quotes : Jangan sakiti aku. Ku tau kau tak akan tega

Moga Suka TT-TT
Mian kalo nggak puas TT-TT






[REQUEST COVER] Butterfly (Lee Geun Hae)

Request Cover Fanfiction
For Lee Geun Hae-ssi :)
Moga suka...
Mian kalo nggak puas TT-TT


Title : Butterfly

Author : Lee Geunhae
Cast : Kim Taehyung Jeon Jungkook and Song Taehee (OC) (cast ceweknya gak usah ada potonya dah beb)
Genre : Romance and Friendship








Minggu, 13 September 2015

FF - Bangtan Boys | Scramble Heart (Chapter 5)



Title : Scramble Heart [Chap 5 – As Cold As Ice]

Cast : BTS Member, Yoon Chaeryoung, Yoo Hyesun

Author : SHC

Genre : Romance

Lenght : Chaptered (16 Chap)

Rating : PG-13



*****


Author POV

“Apa Jimin membuatmu menangis?”

“Huh?”

“Jadi dia membuatmu menangis?”

“Tidak.... Bukan begitu...”

“Lalu kenapa kau menangis?”

“Tidak.... Hanya saja....”

“Hanya saja?” Seokjin masih menunggu jawaban dari gadis yang berdiri dihadapannya.

“Sesuatu terjadi di kafe tempatku bekerja tadi”

“Apa yang terjadi?”

“Kukira aku tak mau menceritakannya padamu...”

“Baiklah kalau begitu..” Seokjin mencoba menahan rasa ingin tahunya. “Lalu apa yang ingin kau lakukan sekarang?”

“Sepertinya aku pulang saja”

“Kuantar?”

“Tidak usah, aku naik bus saja. Lagipula ini belum larut, masih banyak orang yang berlalu lalang. Aku tidak akan apa-apa” Chaeyoung tersenyum.

“Baiklah kalau begitu, aku pergi dulu...”



*****


“Eoh? Noona? Kau sudah pulang? Tumben sekali? Apa ada sesuatu yang teradi lagi?” Kedatangan Chaeryoung dirumah disambut oleh Jungkook dan Taehyung yang sedang berbincang di teras rumah mereka. Dan Chaeryoung sadari, disana juga ada Jimin, duduk disebelah Jungkook.

“Tidak ada....” Chaeryoung berjalan tanpa menatap satupun pasang mata disana. “Aku mau masuk dulu....” Chaeryoung membuka pintu dan masuk kerumah. Tak lupa kembali menutup pintunya.

“Hyung?” Jungkook menyadari suasana tak nyaman saat Chaeryoung melewati Jimin.

“Jangan tanya aku..” Jimin berusaha menjauhi pertanyaan Jungkook.

“Jadi kau bertengkar dengannya?” Jungkook kembali bertanya. Tapi kali ini tak menunggu jawaban, Jungkook menambahkan “Tidakkah kau mau mengubah sifatmu itu hyung? Suasana dirumah ini terasa aneh saat kau bersikap seperti itu”

“Tapi itu semua karena Chaeryoung yang datang kerumah kita. Andaikan dia tak datang, aku pasti tak akan bersikap seperti ini” Jimin membela dirinya sendiri.

“Tapi ini semua kan keinginan ayah? Andai ayah tau bagaimana kau memperlakukan Chaeryoung noona...”

“Tapi bukankah kau sebenarnya peduli dnegan Chaeryoung noona?” Kali ini Taehyung menambahkan. Mata Jimin dan Jungkook beralih pada Taehyung yang baru saja membuka mulutnya dan masuk kedalam percakapan. “Aku tau sebenarnya kau peduli hyung. Tidak mungkin kau akan mengajaknya pulang saat itu, jika kau tak peduli dengannya”

“Tidak... bukan begitu... Aku hanya melakukannya karena dia seorang wanita...”

“Lihat? Kau bahkan melihatnya sebagai seorang wanita.... bukan ‘seseorang yang tinggal dirumah kami’. Aku benar kan?”

“Bukan begitu...” Tiba-tiba saja Jimin teringat ucapannya pada Chaeryoung beberapa saat yang lalu. Tak melihatnya sebagai wanita.... Tapi baru saja, Jimin mengatakan pada Tahyung kalau ia melihatnya sebagai wanita. Jadi bukankah itu namanya bohong? Lalu siapa yang ia bohongi? Chaeryoung atau Taehyung? Atau bahkan dirinya sendiri?

“Kau bersikap seperti itu karena kau peduli padanya hyung. Kau memiliki perasaan padanya. Kau hanya tak mau memperlihatkannya, atau mungkin kau tak menyadarinya. Kau terlalu dingin, cobalah untuk bersikap sedikit hangat padanya, mungkin kau akan mengetahui perasaanmu yang sebenarnya”

“Sudahlah, aku mau masuk dulu... Jin hyung memintaku untuk membenarkan laptopnya” Jimin beranjak dari duduknya dan membuka pintu masuk rumahnya. “Dan aku minta tolong pada kalian, jika kalian sudah bisa mengajaknya bicara sampaikan permintaan maafku padanya” Jimin masuk kedalam rumah dan menutup pintunya.

“-nya? Siapa itu?” Jungkook bertanya pada Jimin yang sudah menghilang masuk ke dalam rumah.

“Siapa lagi? Tentu saja Chaeryoung noona...” Taehyung menjawab pertanyaan Jungkook yang sehausnya dijawab oleh Jimin.

“Jadi mereka benar-benar bertengkar?”

“Kenapa kau masih bertanya? Tentu saja begitu.... itu sudah jelas”



*****


“Kim Taehyung, Kim Jungkook... mau kubuatkan kopi?” Chaeryoung tiba-tiba saja muncul dari pintu masuk rumah mereka.

“Ah, Noona... kukira kau sudah tidur...” Jungkook yang menyadari kedatangannya menoleh ke arah Chaeryoung.

“Tidak, aku hanya mengganti bajuku saja..” Chaeryoung tersenyum. “Mana Jimin?”

“Ah... dia di kamar Seokjin hyung. Dia bilang sedang membenarkan laptop Jin hyung..” Taehyung menyahut.

Chaeryoung mengangguk-angguk mengerti. “Lalu? Bagaimana? Mau kubuatkan?”

“Tentu...”

“Baiklah” Chaeryoung masuk ke dalam rumah, diikuti Jungkook dan Taehyung dibelakangnya. Diambilnya 3 cangkir kecil untuk kopi yang akan mereka minum. Dan dibuatnya kopi itu.

“Noona?” Jungkook memanggil Chaeryoung dari meja makan.

“Ya?”

“Tadi Jimin hyung bilang, dia minta maaf kepadamu...”

“Ah, itu... biarkan saja, dia tidak salah” Chaeryoung tersenyum.

“Tapi bukankah kalian bertengkar tadi?”

“Iya, kami brtengkar, tapi hanya permasalahan kecil. Tak usah dihiraukan... Dia tak perlu minta maaf”

“Memangnya apa masalahnya?” Taehyung ikut berbincang.

“Masalahnya?” Chaeryoung membawa 3 cangkir kopi itu kemeja makan, lalu ikut duduk di hadapan Jungkook dan Taehyung. “Tak ada, Hanya perdebatan mulut saja. Dan mungkin aku yang terlalu overacting...”

“Ah... begitu” Jungkook mengangguk-angguk mengerti

“Noona?” Taehyung kembali memanggil Chaeryoung.

“Ya?”

“Apa kau tak memiliki perasaan apa-apa pada Jimin hyung?” Taehyung melanjutkan.

“Huh? Perasaan? Tidak.... memangnya kenapa?”

“Tidak ada... hanya saja kuasa kalian berdua aneh... Jimin hyung sepertinya terlalu memperhatikanmu, meskipun dnegan cara yang aneh, Kau juga sepertinya tertarik dengan Jimin Hyung”

“Tertarik? Ahaha... tidak... tidak... Aku hanya sedikit khawatir dengannya. Dia terlihat tak bisa apa-apa karena kejadian yang menimpanya dulu, yang aku bahkan tidak tau apa masalahnya...”

“Lihat? Kau bahkan khawatir dengan orang yang tak pernah sekalipun bersikap lembut kepadamu. Bukankah itu aneh?” Taehyung mempertahankan pendapatnya.

“Karena itu... Bukankah dia bersikap seperti itu padaku karena kejadian yang menimpanya dulu? Maka dari itu...., aku ingin membantunya. Maka semuanya akan baik-baik saja jika dia sudah merasa lebih baik. Lagipula Seokjin...”

“Lagipula Seokjin? Kenapa dengan Seokjin hyung?” Jungkook menambahi.

“Tidak ada, sudahlah cepat habiskan dan tidur” Chaeryoung kembali meminum kopinya.

“Kau saja yang tidur noona, kami masih mau menunggu Seokjin hyung, Namjoonie hyung, Hoseok hyung, dan Yoongi hyung” Taehyung juga kembali meminum kopinya - hingga habis.

“Baiklah” Chaeryoung bangkit dari duduknya dan membersihkan gelas bekasnya.

“Oh iya, noona. Sepertinya besok semuanya memiliki kegiatan di pagi hari, jadi mungkin kau akan disini sendirian. Dan kau bisa membuat sarapanmu sendiri kan?” Taehyung berniat mencucui gelas miliknya sendiri, namun gelasnya direbut dan Chaeryoung yang membersihkannya.

“Tak apa-apa. Mungkin besok aku akan bersih-bersih rumah ini saja. Dan soal sarapan, tentu saja aku bisa...”

“Baiklah kalau begitu....”


*****


            Suara air mengalir terdengar dari dalam kamar mandi yang terletak di dalam kamar Chaeryoung. Tampaknya Chaeryoung sudah bangun sejak tadi, kini dia sedang membersihkan badannya di dalam kamar mandi. Sedangkan ketujuh besaudara itu sudah berangkat ke tempat tujuan mereka masing-masing sejak pagi-pagi buta.

            Tak lama, Chaeryoung keluar dari kamar mandinya dengan handuk yang masih menggelung rambutnya. Sedangkan tubuhnya sudah tertutup oleh pakaian.
“Baiklah, tinggal mengeringkan rambut, lalu bersih-bersih rumah ini...” Chaeryoung berjalan ke cermin besar dekat ranjangnya. Lalu mengambil hair dryer dan mulai mengeringkan rambutnya.

“Aku tidak menyangka semua yang kubutuhkan sudah disediakan....” Chaeryoung tersneyum ke pantulan dirinya dicermin. Tapi tangannya masih memegang hari dryer yang menyala dan sedang mengeringkan helai-helai rmabutnya. Setelah rambutnya kering, dibawanya handuk yang tadi menempel di kepalanya ke bawah.

“Kurasa sebaiknya aku tak sarapan dulu..” Chaeryoung berjalan melewati meja makan dan mulai merapikan rumah itu. Mulai dari ruang keluarga, teras, ruang makan, kamar mandi, halaman, dan tak lupa Chaeryoung masuk ke dalam kamar satu-persatu. Terakhir, Chaeryoung masuk ke kamar Jimin untuk membersihkannya.

Meskipun tau tak ada orang, Chaeryoung tetap mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk ke kaamr Jimin. “Aku masuk...” Perlahan Chaeryoung membuka pintu kamar Jimin. Tak seperti yang lainnya, kamar Jimin adalah yang paling rapi diantara semua saudara-saudaranya. Chaeryoung memutuskan untuk membersihkan saja, karena dia rasa kamar Jimin sudah cukup rapi.

“Oh, lihat. Ini foto masa kecilnya...” Chaaeryoung menghampiri jajaran pigura kecil yang terletak di atas meja belajar milik Jimin.

“Astaga.... dia masih kecil sekali...” Chaeryoung mengambil salah satu dari pigura itu

“Kau lucu sekali Jimin-ssi...” Chaeryoung tersenyum sendiri melihat foto Jimin yang sedang ia pegang itu, setelah puas menatapnya, Chaeryoung megembalikan foto itu ke tempatnya semula. Kali ini mata Chaeryoung tertuju pada guci besar yang berdiri di sebelah meja belajar itu. Chaeryoung menghampirinya.

“Guci ini bagus sekali. Speertinya mahal...” Chaeryoung memegangnya dengan hati-hati. Merasakan debu tipis menempel pada guci itu, Chaeryoung membersihkan guci setinggi pinggangnya itu dengan hati-hati.

“Jja! Sudah selesai! Sepertinya aku harus cepat keluar dari sini” Chaeryoung berbalik hendak keluar dari kamar Jimin, namun entah apa yang terjadi, guci yang lumayan besar itu erjatuh menimpa kaki Chaeryoung dan pecah di lantai. Chaeryoung yang juga ikut terjatuh, terkejut melihat kakinya yang berdarah deras itu. Bukan, ia terkejut melihat gucinya yang pecah itu.

“Astaga.... Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak tau apa yang terjadi...” Chaeryoung memegang kedua kakinya yang masih mengalirkan darah segar. Gadis itu berusaha untuk berdiri, tapi sepertinya ia tak mampu.

“Sial...aku tak bisa berdiri” Pada akhirnya Chaeryoung memutuskan untuk mengambil pecahan-pecahan kaca yang tergeletak di dekatnya dengan posisi duduk dan mengumpulkannya ke satu tempat.

Tiba-tiba saja pintu kamar Jimin terbuka dan terdengar seseorang megatakan sesuatu. “Apa yang terjadi?”

Itu Jimin.

“Jimin-ssi...” Chaeryoung menatap Jimin yang masih berdiri di pintu itu. “Ah, maafkan aku masuk ke kamarmu tanpa seizinmu, aku hanya membersihkan kamarmu, Aku tak melihat apa-apa...” Yang diajak biacara tak menghiraukan, Jimin hanya terfokus dengan pecahan-pecahan guci yang berserakan dilantai. Jimin menghampiri pecahan-pecahan itu.

“Guciku... Apa yang terjadi?”

“Ah... itu... maaf...”

“Kakimu berdarah?” Kali ini Jimin menatap kaki Chaeryoung yang masih terus mengalirkan darah segar, bau anyirnya memang menusuk hidung. “Kau terkena guci ini?”

“Eum... ya, tapi aku tak benar-benar tau apa yang sebenarnya terjadi, itu jatuh begitu saja, Jadi...”

“Kau diamlah disini, biar kucarikan obat merah” Jimin berdiri dan berlari keluar dari kamarnya. Sedangkan Chaeryoung hanya memandangnya heran.

“Dimana kotak obatnya?” Jimin masih terus berlari mengelilingi rumahnya mencari kotak obat dan membuka satu persatu lemari yang sekiranya ada obat merah dan perban didalamnya. “Kenapa tidak ada?” Pada akhirnya Jimin mengambil ponselnya dan menghubungi Seokjin untuk menanyakan keberadaan kotak itu.

“Halo?”

“Halo? Hyung, apa kau tau dimana kotak obatnya?”

“Kotak obat? Sepertinya aku meletakkannya di dekat televisi, memangnya siapa yang terluka?”

“Nanti saja oke? Aku harus cepat cepat...” Jimin mematikan samungan teleponnya dan menghampiri meja yang terletak di dekat televisi. Jimin tersenyum “Ketemu...” Setelah menemukannya, Jimin segera mengambilnya dan membawanya ke kamarnya. Tanpa mengatkan sepatah katapun, Jimin menghampiri Chaeryoung yang masih tergeletak di lantai dan berlutut di hadapannya. Dengan terburu-buru Jimin membuka kotak obat itu.

“Tak usah terburu-buru...” Chaeryoung menasehati Jimin yang sepertinya terllu terburu-buru sehingga membuat obatnya terlempar keluar. Jimin mengambil obat merah yang terlempar itu dan membukanya.

“Sial... sudah habis...”


*****


Chaeryoung POV


“Sial... sudah habis...” Jimin melempar botol obat merah yang sudah kosong itu ke sembarang arah. Tak menyerah, Jimin mengeluarkan seluruh isi yang ada di kotak obat itu, berharap menemukan sebotol lagi.

“Sudahlah, lagipula ini tidak sakit”

“Tidak bisa, jika kau tak segera membersihkannya, kau bisa infeksi” Kali ini Jimin berdiri dan membuka satu-persatu loker yang ada di kamarnya. Aku hanya menatap gerak-geriknya bingung. “Hhh.... Mau bagaimana lagi?” Jimin kembali menghampiriku.

“Huh?”

“Ayo...” Jimin berjongkok di hadapanku. “Naik ke punggungku, kita ke rumah sakit”

“Huh? Kenapa tak beli saja? Aku bisa menahan sakitnya sementara”

“Rumah sakit tidak jauh dari sini, Kalau toko obat, mungkin dua kali perjalanan dari sini ke rumah sakit”

“Lalu kenapa tak beli obatnya di rumah sakit saja?”

“Tch, daripada aku bolak-balik dari sini ke rumah sakit lalu pulang, akan memakan waktu yang cukup lama, kenapa tak sekalian saja kau ikut? Itu lebih cepat”

“Tapi kan...”

“Sudahlah, ayo cepat naik ke punggungku...!”

Huh, Jimin bodoh, bergerak saja aku tak bisa, bagaimana caranya aku naik ke punggungmu itu hah?

“Ah, kau tak bisa naik ya?” Ah, sepertinya Jimin membaca pikiranku. “Biar kubantu” Jimin meraih tangan kananku dan meletakkanya di pundak bagian kanannya, begitu juga tangan kiriku. Setelah kedua tanganku benar-benar melingkar dengan sempurna di lehernya, Jimin berdiri dan mengangkatku keluar dari kamarnya. Darah dari kakiku masih terus tercecer dilantai.

Ah... jadi begini bau Jimin? Ini pertama kalinya kami sedekat ini. Dia benar-benar memiliki bau yang khas...

“Apa darahnya masih terus menetes?”

“Ya...Sepertinya...” Aku melihat ke bawah, darahku memang masih mengalir.

“Kau tak memiliki hemofilia kan?” Jimin kembali bertanya.

“Tidak...”

“Syukurlah kalau begitu...”

Deg...

Sial, ada apa denganku? Rasanya aneh...
Ya, aneh rasanya saat Jimin terlalu mengkhawatirkanku. Sebaiknya aku turun saja untuk menghentikan perasaan aneh ini.

“Eum... apa kau tak mau menurunkanku?”

“Kenapa?”

“Tidak ada... hanya saja... sepertinya aku terlalu berat”

“Tak apa, kau tidak berat. Lagipula kau meninggalkan sarapan pagi ini kan?”

“Eoh? Bagaimana kau bisa tau?”

“Tentu saja aku tau bodoh...”

Baiklah Kim Jimin, kali ini kau benar-benar membuat wajahku terasa panas, mungkin jika aku melihat ke kaca sekarang, wajahku sudah merah padam. Jantungku juga berdetak semakin kencang, sial.... semoga saja Jimin tak merasakannya.

“Hei? Kau tak apa?” Jimin kembali bertanya. Kali ini dengan suara yang lebih lembut dari biasanya.

Aku benar kan? Ini aneh...

“Huh? Aku tak apa-apa.... Memangnya kenapa?”

“Tidak.... terakhir kali kau bilang kau terluka karena ucapanku. Aku takut mungkin karena aku bilang kau bodoh barusan, kau kembali marah padaku... tiba-tiba saja kau tak mengeluarkan suara barusan... jadi kukira kau marah....”

“Huh? Tidak... aku tak apa-apa...”

“Kukira kau marah karena kau tiba-tiba diam barusan...” Jimin tersenyum, itu senyum tulusnya. “Syukurlah kalau begitu...”

Sial! Kenapa kau tersenyum seperti itu? Kau semakin membuatku merasakan hal aneh padamu...AAAKKKHHH!!!! Jimin!!! Kau sialan.... Kenapa aku tiba tiba diam? Itu smeua karena kau!!! Jadi berhentilah tersneyum!!! Sebelum wajahku semakin terbakar karena kau!!! Yak!!! Kim Jimin!!!!

“Kan? Kau diam lagi...”

Kubilang ini semua karena kau bodoh!!!...

“Hei, kau tidak tidur kan?” Jimin masih belum berhenti menutup mulutnya.

“Tidak...” Aku menjawab singkat.

“Ahahaha... orang-orang sepertinya ngeri melihat kakimu yang berdarah itu...”

Kenapa sekarang kau tertawa???!!!!

Deg...

Lihat?! Ini semakin aneh.... Jadi bersikaplah seperti kau yang biasanya oke????

“Sedikit lagi kita sampai....” Ada apa dengan Jimin hari ini? Dia tak mengucapkan hal banyak hari ini... Wajahku semakin panas, sepertinya sudah benar-benar merah sekarang.

“Sial...” Aku melepaskan pegangan tanganku dan menutupi kedua wajahku dnegan kedua tanganku.

Sialnya Jimin aku kehilangan keseimbangan dan jatuh kebelakang, begitu juga Jimin “Yak!!! Kenapa kau melepaskan peganganmu eoh?”

“Ouch...” Aku memijat pergelangan kakiku yang semakin sakit, tanganku berselimut darah akibatnya.

“Hei kau tak apa?”

Sial.... nada itu lagi...

Aku kembali menutup kedua wajahku yang masih memerah.

“Yak! Kau tidak menangis kan?! Kenapa kau tutupi wajahmu!” Jimin berusaha menarik kedua tanganku yang masih menutupi wajahku.

“Jangan lihat!!!” Tentu saja aku tak mau dia melihat wajah memerahku.

“Ayo cepat pergi dari sini.... yak!!! Semua orang melihatku aneh sekarang!!! Yak!!! Sadarlah... kita di pinggir jalan raya” Kali ini Jimin berhasil menarik tanganku. Tapi syukurlar dia tak melihat wajahku, sepertinya karena ia merasa malu ia segera membawaku ke punggungnya dan membawaku ke rumah sakit yang hanya tinggal menyebrang dari tempat Jimin berdiri sekarang.



*****


“Bagaimana? Sudah lebih baik?” Jimin bertanya padaku yang kini sedang diperban oleh seorang perawat. Bukan aku, kakiku...

“Ya... Sepertinya sebentar lagi aku bisa pulang sendiri...” Aku tersenyum.

“Kau yakin?”

“Eum...” Aku menatap kakiku yang kini sudah terperban rapi. Ralat, kedua kakiku... “Entahlah....”

“Sudahlah, tak usah memaksakan diri, kau bisa naik ke punggungku lagi...”

“Eum.... bagaimana kalau kau telepon saja Kim Seokjin?”

“Baiklah...” Jimin mengeluarkan ponselnya dan mengirim sebuah pesan singkat pada kakaknya Seokjin.

“Kita Harus Cepat!!!!”

“Permisi!!! Permisi!!!!!”

Sebuah kericuhan terdengar dari luar ruang perawatan. Aku dan Jimin menoleh keluar pintu. Tepat pada saat itu, beberapa dokter dan perawat mendorong seorang pasien yang sedang terbaring di ranjang pasien. Sang dokter dan para perawatnya sepertinya sedang terburu-buru. Aku hanya sempat melihat wajahnya sekilas. Dia seorang wanita.

“Kasihan sekali dia... kelihatannya sedang kritis... Padahal ia cantik...” Aku menatap Jimin. Kelihatannya ia terkejut. Matanya masih memandang pasien yang sedang terbaring itu, Sampai akhirnya pasien itu menghilang disebuah ruangan. “Jimin-ssi, kau tak apa?”

“Ah, tidak ada... hanya saja sepertinya aku pernah mengenalnya... Tapi sepertinya aku salah orang. Aku tidak kenal banyak perempuan”

“Ah...” Aku mengangguk-angguk mengerti.

“Jimin-ah, Chaeryoung-ah...” Seokjin tiba-tiba saja muncul dari pintu.

“Oh? Hyung? Cepat sekali????”

“Ahahaha.... aku hebat kan? Tepat saat pesanmu masuk, aku sedang berada di depan rumah sakit ini. Pas sekali...” Seokjin tertawa bangga. “Jadi Chaeryoung-ah, apa yang terjadi?”
“Ah, tadi aku membersihkan kamar Jimin, tapi entah apa yang terjadi guci yang ada di kamar Jimin pecah dan menimpa kakiku...”

“Guci? Ah... guci dari orang itu?”

“Huh? Itu hadiah..??? Dari siapa???” Seketika aku merasa sangat bersalah karena merusak barang pemberian orang lain yang ditujukan pada Jimin.

“Sudahlah, lupakan. Itu tak masalah... biar aku bersihkan sendiri nanti...” Jimin tampak menyela Seokjin yang baru saja akan menjawab pertanyaanku. “Kalau begitu hyung. Bawa dia di punggungmu. Dia yang memintanya tadi...”

“Huh? Memangnya iya?”

“Hah?! Tidak... aku tidak bilang begitu!!! Yak!!!!” Aku tidak bilang begitu kan? Jimin kembali mentertawaiku. Wajahku kembali memerah.

Huh... kenapa kau kembali memasang wajah seperti itu? Kau membuat wajahku panas!

“Sudahlah, cepat sana naik. Aku keluar dulu...” Jimin pergi keluar kamar meninggalkanku dan Seokjin sendirian. Tak lama kami juga menyusul Jimin dengan posisi aku yang sudah ada di atas punggung Seokjin.

“Jja, ayo pulang...” Seokjin tersenyum dan membawaku keluar dari ruang perawatan itu.

“Ibu! Lihat! Apa mereka berpacaran???” Seorang anak kecil menunjuk ke arah kami.

“Ibu tidak tau sayang... tapi sepertinya begitu, mereka manis kan?” Sang ibu mengelus anaknya.

“Iya... apa saat aku besar juga akan begitu bu?”

“Tentu saja...”

“Ahaha... Sepertinya merekasalah paham, kau mendnegarnya?” Seokjin tertawa.

“Ya..” Aku mengerutkan dahi. Ada yang salah....

Aku tak merasakan hal yang sama seperti yang kurasakan saat bersama Jimin. Bukankah itu aneh? Aku tak merasakannya saat bersama Seokjin.... itu harus Jimin... Ya, Memang harus Jimin....



TBC

Sabtu, 12 September 2015

1-4-3 | Chapter 2 (Short Chaptered Fanfiction)


Title : 1-4-3 (Chapter 1)

Cast : Jo Young Min, Jo Kwang Min, Han Byul (OC)

Genre : Romance

Rating : PG-13

Lenght : Chaptered


Or u can read at my wattpad @SHC122


******

Hyun Byul POV
"... aku tidak mau berteman dengan orang aneh sepertimu..."
Kata-kata itu... kata-kata itu selalu berhasil membuatku semakin membenci Young Min. Memangnya kenapa dengan buta warna? Lagipula aku tidak buta warna total. Hanya biru, merah, dan hijau.
Young Min sangat berbeda dengan Kwang Min. Selalu berkebalikan. Kwang Min sangat peduli denganku. Sedangkan Young Min sangat membenciku. Bahkan kedua kakak beradik itu pernah bertengkar hanya karenaku. Dan Young Min sangat membenci itu.
Andaikan aku bisa akur dengan Young Min. Pasti semua akan baik-baik saja. Beberapa kali aku sudah mencoba untuk memperbaiki hubunganku dengan Young Min. Tapi Kwang Min selalu menahanku agar tidak mrlanjutkan usahaku.
"Percuma, semuanya akan sia-sia..."
Itu yang selalu ia katakan padaku.
Kwang Min juga terlalu over-protecting padaku. Terkadang aku risih dengan itu. Tapi aku menyukainya. Sikapnya yang terlalu mengkhawatirkanku itu, aku selalu menyukainya. Itu membuatku merasa masih ada yang mengharapkanku.
Ah, apa sudah kukatakan sebelumnya? Tak ada yang tau tentang aku yang buta warna, hanya cukup Young Min dan Kwang Min saja. Tapi mungkin semuanya akan terungkap jika Young Min membeberkannya.
Bukankah ia membenciku?
"Hyung Byullie!!!" Teriakan Kwang Min membuyarkan lamunanku. Membuatku spontan berdiri dari dudukku dan menghampirinya.
"Kau disini?"
Kwang Min mengangguk. "Maaf, kau menunggu lama ya? Aku masih berbicara dengan kakakku untuk membatalkan janjiku dengannya"
"Kenapa kau batalkan? Membatalkan janji itu buruk. Seharusnya kau tak usah mengantarku"
"Lalu aku harus membatalkan janjiku denganmu? Bukankah kau bilang membatalkan janji itu buruk?"
"Tapi kan kau sudah membuat janji dengan Young Min sebelumku..."
"Sudahlah, tak apa... aku sudah tau apa yang ingin ia bicarakan. Itu sama sekali tak ada hubungannya denganku. Biarkan saja" Kwang Min berjalan melewatiku. "Ayo, tak mau berangkat?"
"Baiklah..."
*****
"Jo Kwang Min..."
"Ya?"
"Aku berkali-kali memikirkan ini... entah kenapa di beberapa saat... kau terlihat jauh lebih dewasa daripada Young Min. Bukankah dia kakakmu? Apa sebenarnya kaulah yang paling tua?"
"Hahaha.... tidak kok... Young Min hyung lebih tua 15 menit dariku" Kwang Min tersenyum "Sebenarnya akulah yang terlalu kekanak kanakan. Young Min hyung sampai lelah menghadapiku"
"Benarkah? Tapi kulihat kau sangat dewasa..."
Kwang Min kembali tersenyum "Kau hanya belum tau...."
Hening.
Percakapan itu tidak berlanjut lagi hingga 5 menit. Tapi sepertinya Kwang Min kembali ingin mengatakan sesuatu.
"Hei... mau kuceritakan rahasia kakak?"
Pertanyaan aneh, sudah jelas jika aku tau rahasianya, dia akan semakin membenciku...
"Tidak perlu. Kau jaga saja rahasianya baik baik"
"Dia itu..."
"Kubilang tak perlu"
"Dia..."
"Hei... jangan katakan...!"
"Dia suka pada seseorang"
"HAH?!"
"Hahaha...!!! Lihat! Kau tertarik kan? Kenapa bilang tak mau mendengarkan? Hahaha..."
Huh... Dasar -_-
"Aneh kan? Kakakku yang seperti itu.... masih bisa menyukai seseorang..." Kwang Min kembali melanjutkan.
"Kau kira dia apa hah? Tentu saja bisa... dia juga manusia..."
"Lihat! Disana! Kita sudah sampai..." Kwang Min menunjuk ke arah tempat les ku yang tepat berada di seberang jalan.
Aku tersenyum "Kalau begitu aku pergi dulu"
*****
Author POV
"Hyung?" Kwang Min menghampiri kakaknya yang sedang bersantai di halaman belakang rumahnya dan ikut duduk di sebelahnya.
"Apa?"
"Dia kembali ya?"
Young Min mengerutkan dahi memandang adiknya. "Dia siapa?"
"Dia..." Kwang Min menatap Young Min berharap agar ia mengerti siapa yang ia maksud. Tak butuh waktu lama, Young Min sudah mengerti dan melompat dari duduknya.
"Benarkah? Kenapa dia tak bilang padaku?"
"Entahlah, dia baru saja sampai"
Young Min berlari ke dalam rumah.
"Hyung, mau kemana?"
"Aku akan menemuinya!!!" Young Min berteriak tanpa menoleh ke adiknya. Pandangannya tertuju ke depan. Senyumnya juga mengembang di wajahnya.
*****
Young Min POV
Aku melihatnya. Dia disana. Di depan rumahnya. Sepertinya ia masih sibuk membenahi barang barangnya. Sudah 6 bulan sejak aku terakhir kali melihatnya. Katanya ada sesuatu yang harus ia lakukan di Jerman, dia Kim Jenny. Gadis yang selalu mengisi hatiku...
"Jenny-ya!!!!!"
Gadis itu menoleh dengan senyum yang selalu ia pasang "Jo Kwang Min???"
"Bukan... Aku Young Min..."
"Ah... kukira kau Kwang Min..."
"Lama tak bertemu eoh?"
"Ya... sudah 6 bulan" Jenny mendongakkan kepalanya seperti mencari sesuatu di belakangku. "Kwang Min tidak ikut?"
"Ah... dia sepertinya masih agak sibuk untuk malam ini. Datang saja ke rumah kami besok..."
"Ah!!! Bolehkah??!!!"
Aku tersenyum. Ia masih memasang tampang kanak-kanaknya "Tentu saja boleh, kenapa tidak???"
"Kalau begitu Young Min. Kau pulanglah, lagipula besok aku datang ke rumahmu. Aku akan membereskan barang barangku untuk saat ini"
"Tak mau kubantu?"
"Sepertinya tak perlu. Aku bisa sendiri"
"Kalau begitu aku pergi dulu.."
Jenny tersenyum dan masuk ke rumahnya. Sedangkan aku berbalik untuk kembali berjalan menuju rumahku.
"Dia benar benar kembali..."
To Be Continued...

 

K-Pop Area Indonesia Template by Ipietoon Cute Blog Design and Waterpark Gambang