Title
: Scramble Heart [Chap 3 – Break Apart]
Cast
: BTS Member, Yoon Chaeryoung, Yoo Hyesun
Author
: SHC
Genre
: Romance
Lenght
: Chaptered (16 Chap)
Rating
: PG-13
*****
Author
POV
Chaeryoung
berjalan dengan langkah yang tergesa-gesa mencoba untuk menyamai langkah
laki-laki di hadapannya. Sedang laki-laki itu sendiri bahkan tak melirik
ataupun menggubrisnya. Chaeryoung semakin mempercepat langkahnya sampai pada
akhirnya laki-laki itu menoleh kebelakang dan membuat Chaeryoung berhenti
mendadak bahkan hampir menabraknya. Chaeryoun menatap mata laki-laki itu.
“Apa yang kau lakukan?” Jimin memandang Chaeryoung
dingin.
“Ah... Aku... hanya sekedar mencoba untuk menyamakan
langkahku denganmu. Kau berjalan terlalu cepat”
Jimin menghela nafas “Tch.., Begitulah perempuan.
Selalu lambat” Jimin kembali berjalan. “Kalau kau tidak nyaman. Kau bisa pulang
sendiri saja”
Kali ini Chaeryoung hanya diam di tempat. “Apa
maksudmu? Kau yang mengajakku kan? Kalau tiba-tiba kau menyuruhku pulang
sendiri, bukankah itu tidak sopan?”
“Aku tadi hanya menawarimu. Aku tak memaksa kan?”
“Astaga... Baiklah... Baik! Kau pulang saja dulu.
Aku akan pulang sendiri. Aku tak akan mengikutimu!”
Jimin hanya terus berjalan tanpa menoleh ke arah
gadis yang masih terdiam di tempatnya itu. “Memang itu niatku. Dadah...”
Langkah demi langkah akhirnya Jimin menghilang ditengah kegelapan di jalan itu.
Suasana jalan sedang sepi. Waktu memang sudah menunjukkan pukul 00.30. Tapi
Chaeryoung masih belum mempunyai niatan untuk pulang. Gadis itu masih berdiri
di tempat yang sama.
“Mereka sebenarnya keluarga bukan hah? Bagaimana
bisa keenam saudaranya sangat hangat, sedangkan ia sangat dingin bahkan kutub
selatan kalah dengannya. Cih, mungkin dia anak angkat” Setelah mengucapkan
semua kekesalannya terhadap Jimin, Chaeryoung kembali berjalan untuk pulang
kerumahnya. Beberapa langkah maju, Chaeryoun kembali menghentikan langkahnya
karena mendengar seseorang mengikutinya.
Suara
langkah dibelakangnya juga ikut terhenti saat ia menghentikan langkahnya. Chaeryoung
mengerutkan dahi mencoba berfikir siapa yang ada dibelakangnya. Tapi dengan
cepat ia melupakannya dan kembali berjalan. Suara langkah kaki itu kembali
terdngar. Dengan hati yang gusar, Chaeryoung mempercepat langkahnya dan berniat
untuk berlari. Namun sialnya, tangan Chaeryoung ditahan oleh seseorang
dibelakangnya dan membuat tubuh Chaeryoung berbalik menghadap orang itu. Ralat,
maksudku dua orang.
“Hai....” Ucap seseorang yang sedang mencengkram
pergelangan tangan Chaeryoung saat ini.
“Mau ikut kami?” Yang satu lagi meringis dan
menunjukkan sederetan giginya yang rapi.
“Mau apa kalian?” Chaeryoung berusaha terlihat tetap
tenang meskipun di dalam rasanya jantung Chaeryoung sudah melompat ke bandara
Incheon dan pergi meninggalkan korea dengan pesawat yang ada disana.
“Kami hanya ingin mengajakmu beristirahat sebentar.
Sepertinya kau baru pulang kerja. Bukankah begitu? Kau pasti capek sekali”
Orang itu masih belum berhenti tersenyum.
“Ah, kudengar ada hotel baru didekat sini. Kau belum
pernah kesana kan? Mau ikut kami?”
Ucapan pria itu sontak membuat Chaeryoung bergidik
ngeri dan secara otomatis tangan Chaeryoung menampar pipi kanan pria itu.
Sedangkan tangannya yang sedari tadi tercengkram olehnya, terlepas.
“Astaga! Apa ini? Kau menamparku? Hei nona. Aku
hanya ingin mengajakmu pergi kesana apa itu mengganggumu?”
Chaeryoung mundur selangkah “Tentu saja
menggangguku! Kau merusak harga diriku! Bagaimana dengan kalian? Apa kalian
tidak memiliki harga diri? Hah, sungguh sia-sia hidup kalian. Kalian terlahir
dengan sangat menyedihkan”
Amarah orang yang baru saja ditampar Chaeryoung
sudah tak terbendung lagi. Dicengkramnya kepala Cheryoung dan ditariknya
sekuat-kuatnya. “Hei, kau bilang kita menyedihkan? Lihatlah, sekarang kaulah
yang terlihat menyedihkan” Pria itu memukul pipi kanan dan kiri Chaeryoung
bergantian. Lalu semakin dikencangkannya tarikan itu. “Nah, jadi bagaimana? Kau
mau kami hajar seperti ini hingga pagi... Atau ikut kami kesana?”
Chaeryoung menutup mulutnya. Matanya terpejam.
Sedangkan tangannya mencoba untuk merogoh saku dan mencari ponselnya disana.
Teman orang itu menyadari pergerakan tangan Chaeryoung dan akhirnya mengambil
ponsel Chaeryoung.
“Kau mencari ini? Hahaha.... gagal ya? Nah, biar aku
yang tanya. Apa kau mau ikut kami?”
“Aku ikut” Sebuah suara terdenga dari belakang
Chaeryoung, Kedua orang itu menyipitkan mata untuk melihat sumber suara itu.
Chaeryoung juga berbalik untuk melihatnya. Begitu orang misterius itu berhenti
di bawah sinar suatu lampu, Chaeryoung menyadari bahwa orang itu adalah Jimin.
“Astaga... Apa ini? Seorang pria datang dan bilang
ingin ikut??? Hahaha.... Kau lucu sekali”
“Ah, jangan bilang kau itu gay? Ahahaha... hey, kami
bukan gay. Kau cari saja teman sesama gaymu. Tapi kalau kau bukan gay, yah...
sebaiknya kau tinggalkan kami saja” Tawa kedua orang itu terlepas. Lalu
terhenti lagi saat mendengar ucapan Jimin.
“Yah... kau bisa bilang aku adalah orang yang
seperti itu...” Jimin maju mendekat. “Nah bagaimana? Kau mengizinkanku kan? Dan
biarkan dia pergi. Aku yang akan menggantikannya”
Chaeryoung
mengerutkan dahi tidak mengerti. Apa Jimin benar-benar seorang gay? Sepertinya
tidak. Tapu bukankah selama ini Jimin membenci wanita? Apa jangan-jangan dia
membenci wanita karena dia memang seorang gay? Astaga, itu mengerikan.
“Hey. Kau pria gila. Sudah kubilang aku bukan gay.
Cepat pergi dari sini!!!” Pria yang sebelumnya memukul Chaeryoung, menodongkan
sebuah pisau ke arah Jimin.
“Yah.... Jangan lakukan itu. Aku kan hanya ingin
ikut kalian. Kalau kalian membunuhku sekarang... Aku tidak bisa merasakan darah
segar kalian.... Padahal kalian terlihat lezat...”
“Eh?” Chaeryoung semakin tak mengerti. Jimin yang
ada dihadapannya bukan seperti Jimin yang seperti biasanya. Dia seperti sedang
kerasukn sesuatu.
“H-hei... apa maksudmu? Kau mau bilang kalau kau
vampir? Hah.. k-kau pikir kami akan percaya begitu saja?”
“Ya! Tidak ada vampir di dunia ini... Kau pikir kami
bodoh?”
Jimin tertawa sejenak. “Astaga.... Kenapa sekarang
manusia semakin bodoh? Haha... Mungkin kalian akan menjadi korban ke 78 dan
79-ku yang tidak mempercayai adanya vampir di dunia ini...” Jimin menyeringai.
Lalu secara perlahan-lahan melangkah maju. “Ayolah... aku sudah tidak tahan....
bau darah kalian sangat menggiurkan...”
“H-hei... jangan mendekat!” Orang yang masih memegang
pisau itu bergetar saat Jimin mulai melangkah. Tapi Jimin tak menghentikan
langkahnya dan terus melaju dengan seringai yang masih setia di wajahnya.
“Sudah kubilang jangan mendekat!!!!” Jimin semakin mendekat dan mendekat. Kedua
pria itu munduk selangkah demi selangkah mencoba menjaga jarak dengan Jimin.
Sampai pada akhirnya mereka berdua memutuskan untuk kabur dari tempat itu.
“Cih, pengecut” Jimin membalikkan badan dan memunut
ponsel Chaeryoung yang terjatuh.
“Hei, Jimin...” Chaeryoung berkata dengan hati-hati.
“Apa itu benar?”
“Hah... ternyata kau sama bodohnya dengan mereka.
Apa kau benar-benar berfikir ada vampir di dunia ini? Itu hanya cerita, bodoh”
“Lalu bagaimana dengan..... gay?”
“Tch, Seokjin hyung akan membunuhku kalau aku
benar-benar gay” Jimin memberikan ponsel Chaeryoung. “Sudahlah, ayo pulang. Ini
sudah larut”
“Bukankah kau menyuruhku untuk pulang sendiri?”
“Baiklah...” Jimin berjalan meninggalkan Chaeryoung,
lagi. Tapi kali ini Chaeryoung mengejarnya.
“Aa... tidak tidak!!! Hei! Aku tak menyuruhmu!”
*****
Rumah
Jimin sudah beberapa meter didepan mereka. Mereka hanya perlu berjalan 10
langkah, dan tibalah mereka di rumah itu. Tapi Jimin berhenti. Langkah
Chaeryoung juga ikut terhenti saat menyadari pria didepannya sudah berbalik menghadapnya
dan menatapnya.
“Ada apa?” Chaeryoung menatap Jimin heran. Sedetik
kemudian, Jimin sudah berada tepat dihadapan Chaeryoung dengan jarak yang
pahkan tak pernah Chaeryoung pikirkan. Jimin mengulurkan tangannya ke arah
kepala Chaeryoung. “Hei! Apa yang akan kau lakukan?” Chaeryoung menutup kedua
matanya. Tapi dia urungkan saat menyadari Jimin hanya merapikan rambutnya.
“Aku tak mau semua saudaraku khawatir dengan kita.
Bersikaplah seakan-akan tidak ada yang terjadi” Jimin merapikan rambut Chaeryoung
yang berantakan akibat serangan pria tadi. “Dan lupakan masalah gay itu...”
Chaeryoung tergelak. “Pppfftt... Tentu saja.
Lagipula pria sepertimu tidak akan mau menjadi seorang gay” Chaeryoung tertawa
lepas. Jimin memandangnya sebentar. Lalu membuang pandangannya saat Chaeryoung
berhenti tertawa, tangannya juga ia tarik.
“Sudahlah, cepat rapikan rambutmu itu”
“Baiklah” Chaeryoung melanjutkan merapikan rambutnya
itu. Jimin memandang gadis itu, masih dengan tatapan dinginnya. Lalu Jimin
menyadari sesuatu pada wajah gadis itu.
“Kedua pipimu lebam. Apa kau juga dipukul?”
“Ya, begitulah”
“Ini akan bahaya jika para saudaraku tau. Terutama
Seokjin Hyung. Mau kerumah sakit dulu? Seokjin hyung tidak akan tenang jika
melihat seseoarang yang dikenalnya terpukul”
“Tidak usah. Bukankah semakin lama pulang, mereka
akan semakin khawatir? Sebaiknya cepat pulang saja. Aku akan segera masuk ke
kamar”
“Terserah saja” Jimin melanjutkan lagkahnya menuju
rumahnya. Begitujuga Chaeryoung. Keduanya berjalan tanpa menimbulkan suara apapun
hingga sampai di depan pintu rumah. Jimin membuka pintunya dengan hati-hati
agar tak mengganggu orang di dalam rumah yang sudah tidur. Tapi sepertinya
tidak begitu. Seokjin dan saudara Jimin yang lainnya masih duduk di ruang tamu
menunggu kedatangan mereka berdua dengan lampu yang sudah padam.
“Kalian pulang bersama????” Taehyung yang pertama
menyadari bahwa Chaeryoung dan Jimin pulang bersama. “Apa kalian berdua bertemu
dijalan?”
“Tidak. Dia bekerja di Gold Cafe. Cafe yang akan
dikontrak oleh ayah” Jimin menjelaskan tanpa bergerak dari tempatnya berdiri.
“Lalu? Apa Chaeryoung noona membuntutimu pulang?
Atau hanya tak sengaja sampai dirumah pada waktu yang sama?” Jungkook berdiri
dari tempatnya dan menghidupkan lampu ruang tamu itu.
“Aku yang mengajaknya pulang” Jimin berjalan menuju
saudara-saudaranya yang lain. Sedangkan keenam saudaranya masih menatapnya tak
percaya. Apa yang baru saja mereka dengar? Jimin mengajaknya pulang? Tentu saja
sangat aneh bagi para saudaranya mendengar kalimat semacam itu keluar dari
mulut Jimin. Chaeryoung hanya tersenyum menyetujui. Ia mengerti kenapa keenam
pria itu memasang wajah terkejut.
Lalu Yoongi menyadari sesuatu. “Ah, Chaeryoung-ssi,
kau terluka?”
Chaeryoung yang terkejut mendngar itu, segera
berpaling. “Ah, aku mau ke kamar dulu”
“Noona~!” Suara Jungkook dan Taehyung membuat
Chaeryoung menghentikan langkahnya. Seokjin segera bediri dan menghampiri
Chaeryoung.
“Biar kulihat” Seokjin membalik tubuh Chaeryoung
agar menghadap kearahnya. Terlihat dikedua pipinya, kulitnya membiru karena
memar. Beberapa luka kecil juga terlihat jika kau melihatnya dari dekat. “Apa
yang sudah terjadi tadi?”
Chaeryoung dan Jimin hanya diam. Mereka berdua tau,
masalah akan semakin serius jika mereka berdua menjelaskan apa yang terjadi secara
detail.
“Hyung, kau tidak melukai Chaeryoung noona kan?”
Tiba-tiba muncul kecurigaan di benak Jungkook kalau Jimin sendirilah yang
melukai Chaeryoung. Jimin hanya diam. Sedangkan saudaranya yang lain masih
menatap Jimin, menunggu jawaban darinya.
“Jimin-ah, apa kau benar-benar yang melukainya?”
Seokjin mengulang pertanyaan Jungkook.
Tapi Jimin masih diam. Tidak ingin sebuah fitnah
bertumbuh, Chaeryoung angkat bicara “Tidak. Dia tidak melukaiku. Dia...”
“Aku bertanya pada Jimin” Raut wajah Seokjin berubah.
Sebuah kekecewaan terpancar dari wajah ramah Seokjin. Matanya masih memandang
lekat adiknya. Jimin hanya menghela nafas tanpa menatap Seokjin ataupun
mengangkat wajahnya.
“Hyung, jadi benar kau?” Jungkook kembali bertanya
pada Jimin yang masih mematung. “Hyung, kalau kau tidak mau disalahkan jangan
membuat kami semakin mencurigaimu. Setidaknya jawab pertanyaanku tadi”
Kali ini Namjoon juga angkat bicara “Jimin-ah,
katakan kalau kau tidak melakukannya. Hanya itu. Apa susah bagimu?”
Pada akhirnya Jimin membuka mulutnya. “Kalau aku
mengatakan aku tidak melakukannya, maka kalian akan terus menggali peristiwa
apa yang baru saja terjadi. Jadi anggap saja kalau aku yang telah melukainya”
“T-tunggu... Kenapa kau berkata begitu?” Perasaan
Chaeryoung tidak enak saat melihat ketujuh saudara itu beradu mulut. Apalagi
melihat seseorang yang baru saja menyelamatkannya dituduh sebagai orang yang
telah berbuat salah. “Itu bukan yang sebenarnya terjadi kan? Bukankah....”
“Aku minta maaf” Jimin kembali membuka mulutnya. “Karena
telah melukaimu” Tepat setelah mengatakan itu, Jimin pergi dai tempatnya dan
berjalan menuju kamarnya. Keenam saudaranya masih memandangnya heran. Mereka
yakin pasti ada yang disembunyikan olehnya.
“Ji-Jimin-ssi, Kau tidak...”
“Biar kuuobati dulu lukamu” Seokjin menarik tangan
Chaeryoung yang baru saja berniat pergi mengikuti Jimin. Sambil berjalan,
Seokjin mengucapkan beberapa kata pada para adiknya yang masih terduduk disana
“Kalian tidurlah. Ini sudah larut”
*****
Chaeryoung
memandang ragu pria dihadapannya. Mulutnya ingin mengatakan sesuatu, tapi
seakan tertahan oleh keraguannya.
“Kalau mau mengatakan sesuatu katakan saja...”
Chaeryoung terlonjak. Digaruknya puncak kepalanya.
“Ah... tidak ada... mungkin lain kali saja. Kau terlihat tidak baik sekarang.
Bahkan terlihat dari nada bicaramu”
“Begitukah?” Seokjin mengambil seikat plastik es
batu yang baru saja ia masukkan dan menempelkannya pada luka lebam Chaeryoung.
“Maafkan aku. Aku hanya sedikit kecewa dengan Jimin”
“Bukan begitu...”
“Huh?”
“Bukan begitu yang sebenarnya terjadi” Chaeryoung
memutuskan untuk menceritkan kisah yang sebenarnya. “Sebenarnya, dia malah yang
menyelamatkanku. Aku bertemu dengan dua orang yang tidak aku kenal tadi. Dan
mereka.... yah, seperti yang kau tau. Lalu Jimin datang dan membuat mereka
pergi”
Seokjin tersenyum. “Ya, aku tau....” Tangan kiri
Seokjin mengambil kursi dan duduk tepat di hadapan Chaeryoung. Sedang tangan
kanannya masih memegang seikat es batu itu tadi. “Aku percaya padanya, tentu
saja ia tidak akan berbuat hal semacam itu. Tapi kau juga tau sendiri. Aku
kakaknya, aku sudah hidup bertahun-tahun dengannya. Bahkan semenjak ia lahir”
“Ya, aku tau...”
Kakak tertua dari tujuh bersaudara itu kembali
tersenyum. “Jadi aku juga tau sifatnya.... Aku tau.... ya, memang benar dia
mengajakmu pulang. Tapi pasti tadi dia meninggalkanmu di tengah jalan kan?
Karena itulah kau bertemu dengan dua orang asing itu. Apa aku benar?”
Seperti yang Seokjin katakan, bagaimanapun ia adalah
kakak Jimin. Dia tau segalanya tentangnya. “Ya, itu tepat sekali”
“Aku kecewa karena itu. Bukan hal yang lain.
Seharusnya dia tau kalau seorang wanita berjalan sendirian pada saat larut
malam akan mengundang orang-orang semacam itu. Yah, aku tau dia memang begitu
dingin terhadap wanita. Tapi bukankah setidaknya ia mengetahui hal itu?”
“Tapi pada akhirnya dia kembali dan menolongku kan?”
Seokjin hanya mengangguk menanggapi ucapan Chaeryoung barusan. “Itu membuatku
bingung. Kenapa dia sangat membenci wanita...”
“Bukan benci...” Seokjin menarik tangannya dari luka
lebam Chaeryoung. “Dia hanya tidak percaya pada wanita. Tidak percaya”
“Tidak percaya? Apa maksudmu di pernah dibohongi
oleh seorang wanita?”
“Tidak... dia tidak pernah dibohongi. Maaf. Aku tak
bisa menceritakannya padamu”
“Baiklah... Aku mengerti” Chaeryoung mengangguk
kecil. “Tapi dia sebenarnya sangat baik kan? Buktinya ia masih mau menolongku
tadi. Ia terlihat sangat berbeda saat itu. Bahkan aku sempat menganggapnya
kerasukan”
Seokjin kembali menyunggingkan senyumnya. “Ya, Jimin
itu baik.... sangat baik..... bahkan keenam dari kami tidak akan ada yang bisa
menyaingi hatinya yang murni itu. Dia seperti malaikat. Dan karena hati
murninya itulah, dia tak akan mempercayai wanita...”
“Ah...” Chaeryoung mulai membayangkan seberapa baik
Jimin hingga Seokjin mengucapkan hal-hal tersebut.
“Dan juga....” Seokjin membuat Chaeryoung kembali
memandangnya. “Aku tau betul akan hal ini. Jika sudah begini, pasti pada
akhirnya nanti kau akan menyukai Jimin. Itu sudah pasti. Kau bahkan sudah
menunjukkan tanda-tandanya sekarang. Tapi bisakah kau tak usah menoleh padanya?
Dia bahkan tak tertarik dengan perebutan ini. Dia sama sekali tidak akan
menyukaimu. Bukankah begitu?”
“Huh?”
“Bahkan meskipun nantinya kau menyukainya. Dia tidak
akan menyukaimu. Bukankah kau tau itu sendiri. Aku tau seharusnya aku sebagai
kakak tak seharusnya mengatakan ini. Tapi dia memang tidak tetarik. Jadi...
tolong.... pandang saja aku, Yoongi, Hoseok dan Namjoon....”
“Eung...”
“Tapi bisakah kau membantuku? Aku tau aku terlihat
menyedihkan seperti ini. Mengemis hanya karena masalah sesepele ini. Tapi
tolong lihat aku. Aku benar benar memohon padamu. Aku juga tau kalau keputusan
itu terserah padamu. Tapi..., Mungkin aku sudah menyukaimu”
*****
Chaeryoung
POV
“Ugh!... Astaga!!! Kenapa hari ini harus
datang???!!!!” Aku menatap layar ponselku yang tertulis hari Minggu disana. Tak
lama lagi aku harus memilih, dengan siapa aku harus pergi. Apakah Yoongi....
Seokjin.... Hoseok, ataukah Namjoon yang kuajak sendiri. Astaga, apakah
sebaiknya aku kabur saja?
“Noona!” Seseorang mengetuk pintu kamarku dari luar.
Aku bangun dari tidurku dan membuka pintunya.
“Ah, Jungkook. Ada apa?”
“Tidak ada, aku hanya mengajakmu sarapan. Aku
mendengarmu sudah bangun tadi. Jadi mungkin saja kau lapar”
“Ah, baiklah. Aku akan ke ruang makan sebentar lagi”
“Tapi hanya sekedar roti saja. Seokjin hyung masih
belum bangun. Biasanya dia yang memasak untuk kami”
Aku tersenyum. “Tidak apa-apa. Hanya untuk
mengganjal perut. Kalau begitu pergilah dulu. Aku akan mencuci mukaku. Aku
terlihat sangat buruk kan?”
“Ahahaha.... kalau boleh jujur. Ya, kau terlihat
sangat buruk noona...”
“Eish kau ini!” Aku menjitak kepala Jungkook.
“Sudahlah, cepat pergilah dulu. Aku akan menyusul”
“Baiklah” Tepat setelah mengatakan itu, Jungkook pergi.
Aku juga menutup pintu kamar dan segera masuk ke kamar mandi untuk menyikat
gigi dan sekedar mencuci muka. Setelah mengusap wajahku dengan handuk, aku
keluar dari kamar mandi dan mengambil jaketku lalu memakainya. “Baiklah,
setidaknya sarapan dulu lalu memilih orang yang tepat” Aku melangkahkan kakiku
keluar kamar dan menuju ke ruang makan dimana Jungkook sudah menunggu.
“Baiklah, kau sudah terlihat lebih baik sekarang
noona”
“Astaga kau ini!” Aku hendak menjitak kepala
Jungkook tapi kuurungkan saat menyadari sosok Jimin yang menatap kami dingin.
“Ah, Jimin-ssi, kau mau sarapan juga?”
Jimin hanya menatapku sejenak lalu memalingkan
pandangannya pada Jungkook. Raut wajahnya berubah lebih hangat saat melihat
adiknya. “Jungkookie, aku akan berolah raga dulu. Ponselku tidak kubawa jadi
kalau ada yang mencariku, katakan saja padaku nanti”
“Baik hyung” Jimin memakai sepatu olehraganya dan
berlalu. Aku menatap Jungkook. Jungkook yang menyadari tatapanku mengerutkan
dahinya. “Apa?”
“Kau lihat sendiri kan? Kakakmu yang satu itu sangat
berbeda memperlakukan setiap orang”
“Sudah kubilang dia mempunyai masalah dengan
perempuan...”
“Sepertinya tidak juga. Saat dia di cafe tempatk
bekerja, dengan ramahnya dia berbincang dengan Hana, pemilik cafe itu. Dia
bahkan tersenyum padanya”
“Tentu saja dia begitu. Itu kan masalah bisnis”
Jungkook melahap rotinya. “Atau mungkin juga bisa karena Jimin hyung
menyukainya. Atau bahkan karena dia memang benar-benar membencimu”
“Terserah saja. Aku tak memiliki urusan dengannya”
Aku juga mlai melahap roti tawar yang sudah Jungkook buatkan untukku. Memang
hanya roti tawar dengan isi selai. Tapi mungkin karena aku memang benar-benar
kelaparan, Roti ini terasa sangat lezat.
“Jungkookie, bisakah kau membuatkanku juga?”
Seseorang datang dan menarik kursi di hadapanku lalu duduk disana.
“Hm? Bukankah biasanya kau yang membuatkan sarapan?
Tidak mau. Hyung buat sendiri saja” Jungkook menolak permintaan kakaknya. Ya,
siapa lagi kalau bukan Seokjin, sang kakak tertua.
“Astaga... Baiklah... baik... aku akan membuatnya
sendiri” Seokjin beranjak dari duduknya. Tapi ia urungkan niatnya dan kembali
duduk. “Oh iya. Chaeryoung-ssi. Ah, tidak. Sebaiknya mulai sekarang aku memakai
bahasa yang tidak formal.... Chaeryoung-ah, kau ingat janji kita kan?”
“Ah... I-iya. Aku mengingatnya”
“Syukurlah. Kukira kau lupa dengan janjimu” Aku
tersenyum tipis. Seokjin lalu berdiri dan mulai membuat rotinya sendiri. Begitu
matang, Seokjin membawa rotinya ke meja makan dan mulai memakannya.
“Eoh?” Jungkook memandang roti buatan Seokjin. “Itu
roti bakar? Ah, Hyung... bisakah kau membuatkanku juga??? Bisa kan hyung???
Hm?”
“Eyy, kau ini!” Aku menepuk punggung Jungkook pelan.
“Kau bahkan tidak mau membuatkannya tadi”
Seokjin tersenyum. “Tidak apa-apa” Lalu menyodorkan
sepiring roti bakarnya pada Jungkook. “Makan saja ini. Rotinya sudah habis. Aku
akan membuatkan sup rumput laut untuk sarapan kalian dan yang lainnya”
“Eoh? Siapa yang ulang tahun?” Jungkook bertanya
seraya mengambil piring roti milik kakaknya.
“Aigoo, kejam sekali kau hingga melupakan ulang
tahun kakakmu sendiri”
“Huh?” Jungkook terlihat sedang mengingat-ingat
ulang tahun siapa hari ini “Ah, Jiminhie hyung? Iya iya... aku ingat”
“Jimin?” Aku mengulang nama yang disebutkan Jungkook
lalu mengangguk-angguk mengerti. “13 Oktober huh?”
*****
“Chaeryoung-ah” Seokjin menghampiriku yang sedang
mencuci tujuh piring kotor bekas sarapan barusan. Ya, tujuh piring. Jimin yang
ulang tahun hari ini belum pulang. Jadi Seokjin menyimpan sup rumput laut milik
Jimin. “Kau pergilah bersiap-siap. Aku akan menggantikanmu mencuci piring”
Aku mengangguk lalu meninggalkan Seokjin yang
melanjutkan pekerjaanku. “Hhh... Sudahlah... jalani saja dulu. Biarkan aku
melihat apa yang akan terjadi nanti...”
Aku mandi di kamar mandi yang terletak di dalam
kamarku. Selama mandi aku terus-terus berharap agar hari ini berjalan baik-baik
saja. Ya, Semoga. Hingga aku selesai, aku masih terus mengharapkan hal yang
sama. Tiba-tiba saja ponselku berbunyi tanda ada pesan yang masuk. Aku
membukanya, itu dari Hoseok.
From : Hoseok
Aku tak bisa menemukan tempat yang tepat. Jadi
mungkin aku akan menunggumu di halte nanti.
“Huh, Bagus.... sekarang dia akan bertemu dengan
Yoongi disana...” Aku memukul-mukul dahiku memikirkan apa yang akan terjadi
nanti jika mereka bertemu. “Yah, mungkin saja mereka tidak saling melihat. Atau
jika mereka sudah terlanjur saling melihat, semoga saja mereka tidak bertanya
tujuan mereka masing-masing. Ya... Semoga saja...” Aku mengangguk-anggukkan
kepala sendiri menengar apa yang kuucapkan. Mencoba berpikir positif. Setelah
merasa sedikit tenang, aku kelur dari Kamar dan menuju tempat Seokjin tadi.
“Chaeryoung-ah...”
“Huh?”
******
Author
POV
“Chaeryoung-ah...”
Langkah Chaeryoung terhenti saat melihat Seokjin dan
Namjoon yang sudah berdiri di hadapannya. “Huh?”
“Bukankah kau memiliki janji denganku?” Namjoon
menatap Chaeryoung dalam. Chaeryoung hanya menghela nafas.
“Ya...”
“Lalu bagaimana dengan janjimu denganku?” Kali ini
giliran Seokjin yang menanyai Chaeryoung.
“Ya, aku tau... aku memiliki janji dengan kalian
berdua.... di waktu yang sama...”
Namjoon menghampiri Chaeryoung “Tapi bukankah kau
yang mengajakku dulu?”
“Hei, tapi aku yang sudah membuat janji itu dulu...”
Seokjin juga menghampiri Chaeryoung.
“Tapi hyung... sudah jelas dia yang mengajakku. Jadi
bukankah itu artinya dia lebih memilih untuk pergi bersamaku daripada
denganmu?”
Seokjin memandang Namjoon dan Chaeryoung bergantian.
Tapi pada akhirnya pandangannya terhenti pada Chaeryoung. “Benarkah itu?”
Seokjin memasang raut wajah yang lebih serius. “Jadi sekarang pilihlah.... Kau
memilih untuk pergi bersamaku.... atau Namjoon?”
TBC