Rabu, 19 Agustus 2015

FF - Bangtan Boys | Scramble Heart [Chapter 3]


Title : Scramble Heart [Chap 3 – Break Apart]

Cast : BTS Member, Yoon Chaeryoung, Yoo Hyesun

Author : SHC

Genre : Romance

Lenght : Chaptered (16 Chap)

Rating : PG-13       


*****


Author POV


            Chaeryoung berjalan dengan langkah yang tergesa-gesa mencoba untuk menyamai langkah laki-laki di hadapannya. Sedang laki-laki itu sendiri bahkan tak melirik ataupun menggubrisnya. Chaeryoung semakin mempercepat langkahnya sampai pada akhirnya laki-laki itu menoleh kebelakang dan membuat Chaeryoung berhenti mendadak bahkan hampir menabraknya. Chaeryoun menatap mata laki-laki itu.

“Apa yang kau lakukan?” Jimin memandang Chaeryoung dingin.

“Ah... Aku... hanya sekedar mencoba untuk menyamakan langkahku denganmu. Kau berjalan terlalu cepat”

Jimin menghela nafas “Tch.., Begitulah perempuan. Selalu lambat” Jimin kembali berjalan. “Kalau kau tidak nyaman. Kau bisa pulang sendiri saja”

Kali ini Chaeryoung hanya diam di tempat. “Apa maksudmu? Kau yang mengajakku kan? Kalau tiba-tiba kau menyuruhku pulang sendiri, bukankah itu tidak sopan?”

“Aku tadi hanya menawarimu. Aku tak memaksa kan?”

“Astaga... Baiklah... Baik! Kau pulang saja dulu. Aku akan pulang sendiri. Aku tak akan mengikutimu!”

Jimin hanya terus berjalan tanpa menoleh ke arah gadis yang masih terdiam di tempatnya itu. “Memang itu niatku. Dadah...” Langkah demi langkah akhirnya Jimin menghilang ditengah kegelapan di jalan itu. Suasana jalan sedang sepi. Waktu memang sudah menunjukkan pukul 00.30. Tapi Chaeryoung masih belum mempunyai niatan untuk pulang. Gadis itu masih berdiri di tempat yang sama.

“Mereka sebenarnya keluarga bukan hah? Bagaimana bisa keenam saudaranya sangat hangat, sedangkan ia sangat dingin bahkan kutub selatan kalah dengannya. Cih, mungkin dia anak angkat” Setelah mengucapkan semua kekesalannya terhadap Jimin, Chaeryoung kembali berjalan untuk pulang kerumahnya. Beberapa langkah maju, Chaeryoun kembali menghentikan langkahnya karena mendengar seseorang mengikutinya.

            Suara langkah dibelakangnya juga ikut terhenti saat ia menghentikan langkahnya. Chaeryoung mengerutkan dahi mencoba berfikir siapa yang ada dibelakangnya. Tapi dengan cepat ia melupakannya dan kembali berjalan. Suara langkah kaki itu kembali terdngar. Dengan hati yang gusar, Chaeryoung mempercepat langkahnya dan berniat untuk berlari. Namun sialnya, tangan Chaeryoung ditahan oleh seseorang dibelakangnya dan membuat tubuh Chaeryoung berbalik menghadap orang itu. Ralat, maksudku dua orang.

“Hai....” Ucap seseorang yang sedang mencengkram pergelangan tangan Chaeryoung saat ini.

“Mau ikut kami?” Yang satu lagi meringis dan menunjukkan sederetan giginya yang rapi.

“Mau apa kalian?” Chaeryoung berusaha terlihat tetap tenang meskipun di dalam rasanya jantung Chaeryoung sudah melompat ke bandara Incheon dan pergi meninggalkan korea dengan pesawat yang ada disana.

“Kami hanya ingin mengajakmu beristirahat sebentar. Sepertinya kau baru pulang kerja. Bukankah begitu? Kau pasti capek sekali” Orang itu masih belum berhenti tersenyum.

“Ah, kudengar ada hotel baru didekat sini. Kau belum pernah kesana kan? Mau ikut kami?”
Ucapan pria itu sontak membuat Chaeryoung bergidik ngeri dan secara otomatis tangan Chaeryoung menampar pipi kanan pria itu. Sedangkan tangannya yang sedari tadi tercengkram olehnya, terlepas.

“Astaga! Apa ini? Kau menamparku? Hei nona. Aku hanya ingin mengajakmu pergi kesana apa itu mengganggumu?”

Chaeryoung mundur selangkah “Tentu saja menggangguku! Kau merusak harga diriku! Bagaimana dengan kalian? Apa kalian tidak memiliki harga diri? Hah, sungguh sia-sia hidup kalian. Kalian terlahir dengan sangat menyedihkan”

Amarah orang yang baru saja ditampar Chaeryoung sudah tak terbendung lagi. Dicengkramnya kepala Cheryoung dan ditariknya sekuat-kuatnya. “Hei, kau bilang kita menyedihkan? Lihatlah, sekarang kaulah yang terlihat menyedihkan” Pria itu memukul pipi kanan dan kiri Chaeryoung bergantian. Lalu semakin dikencangkannya tarikan itu. “Nah, jadi bagaimana? Kau mau kami hajar seperti ini hingga pagi... Atau ikut kami kesana?”

Chaeryoung menutup mulutnya. Matanya terpejam. Sedangkan tangannya mencoba untuk merogoh saku dan mencari ponselnya disana. Teman orang itu menyadari pergerakan tangan Chaeryoung dan akhirnya mengambil ponsel Chaeryoung.

“Kau mencari ini? Hahaha.... gagal ya? Nah, biar aku yang tanya. Apa kau mau ikut kami?”

“Aku ikut” Sebuah suara terdenga dari belakang Chaeryoung, Kedua orang itu menyipitkan mata untuk melihat sumber suara itu. Chaeryoung juga berbalik untuk melihatnya. Begitu orang misterius itu berhenti di bawah sinar suatu lampu, Chaeryoung menyadari bahwa orang itu adalah Jimin.

“Astaga... Apa ini? Seorang pria datang dan bilang ingin ikut??? Hahaha.... Kau lucu sekali”

“Ah, jangan bilang kau itu gay? Ahahaha... hey, kami bukan gay. Kau cari saja teman sesama gaymu. Tapi kalau kau bukan gay, yah... sebaiknya kau tinggalkan kami saja” Tawa kedua orang itu terlepas. Lalu terhenti lagi saat mendengar ucapan Jimin.

“Yah... kau bisa bilang aku adalah orang yang seperti itu...” Jimin maju mendekat. “Nah bagaimana? Kau mengizinkanku kan? Dan biarkan dia pergi. Aku yang akan menggantikannya”

            Chaeryoung mengerutkan dahi tidak mengerti. Apa Jimin benar-benar seorang gay? Sepertinya tidak. Tapu bukankah selama ini Jimin membenci wanita? Apa jangan-jangan dia membenci wanita karena dia memang seorang gay? Astaga, itu mengerikan.

“Hey. Kau pria gila. Sudah kubilang aku bukan gay. Cepat pergi dari sini!!!” Pria yang sebelumnya memukul Chaeryoung, menodongkan sebuah pisau ke arah Jimin.

“Yah.... Jangan lakukan itu. Aku kan hanya ingin ikut kalian. Kalau kalian membunuhku sekarang... Aku tidak bisa merasakan darah segar kalian.... Padahal kalian terlihat lezat...”

“Eh?” Chaeryoung semakin tak mengerti. Jimin yang ada dihadapannya bukan seperti Jimin yang seperti biasanya. Dia seperti sedang kerasukn sesuatu.

“H-hei... apa maksudmu? Kau mau bilang kalau kau vampir? Hah.. k-kau pikir kami akan percaya begitu saja?”

“Ya! Tidak ada vampir di dunia ini... Kau pikir kami bodoh?”

Jimin tertawa sejenak. “Astaga.... Kenapa sekarang manusia semakin bodoh? Haha... Mungkin kalian akan menjadi korban ke 78 dan 79-ku yang tidak mempercayai adanya vampir di dunia ini...” Jimin menyeringai. Lalu secara perlahan-lahan melangkah maju. “Ayolah... aku sudah tidak tahan.... bau darah kalian sangat menggiurkan...”

“H-hei... jangan mendekat!” Orang yang masih memegang pisau itu bergetar saat Jimin mulai melangkah. Tapi Jimin tak menghentikan langkahnya dan terus melaju dengan seringai yang masih setia di wajahnya. “Sudah kubilang jangan mendekat!!!!” Jimin semakin mendekat dan mendekat. Kedua pria itu munduk selangkah demi selangkah mencoba menjaga jarak dengan Jimin. Sampai pada akhirnya mereka berdua memutuskan untuk kabur dari tempat itu.

“Cih, pengecut” Jimin membalikkan badan dan memunut ponsel Chaeryoung yang terjatuh.

“Hei, Jimin...” Chaeryoung berkata dengan hati-hati. “Apa itu benar?”

“Hah... ternyata kau sama bodohnya dengan mereka. Apa kau benar-benar berfikir ada vampir di dunia ini? Itu hanya cerita, bodoh”

“Lalu bagaimana dengan..... gay?”

“Tch, Seokjin hyung akan membunuhku kalau aku benar-benar gay” Jimin memberikan ponsel Chaeryoung. “Sudahlah, ayo pulang. Ini sudah larut”

“Bukankah kau menyuruhku untuk pulang sendiri?”

“Baiklah...” Jimin berjalan meninggalkan Chaeryoung, lagi. Tapi kali ini Chaeryoung mengejarnya.

“Aa... tidak tidak!!! Hei! Aku tak menyuruhmu!”


*****


            Rumah Jimin sudah beberapa meter didepan mereka. Mereka hanya perlu berjalan 10 langkah, dan tibalah mereka di rumah itu. Tapi Jimin berhenti. Langkah Chaeryoung juga ikut terhenti saat menyadari pria didepannya sudah berbalik menghadapnya dan menatapnya.

“Ada apa?” Chaeryoung menatap Jimin heran. Sedetik kemudian, Jimin sudah berada tepat dihadapan Chaeryoung dengan jarak yang pahkan tak pernah Chaeryoung pikirkan. Jimin mengulurkan tangannya ke arah kepala Chaeryoung. “Hei! Apa yang akan kau lakukan?” Chaeryoung menutup kedua matanya. Tapi dia urungkan saat menyadari Jimin hanya merapikan rambutnya.

“Aku tak mau semua saudaraku khawatir dengan kita. Bersikaplah seakan-akan tidak ada yang terjadi” Jimin merapikan rambut Chaeryoung yang berantakan akibat serangan pria tadi. “Dan lupakan masalah gay itu...”

Chaeryoung tergelak. “Pppfftt... Tentu saja. Lagipula pria sepertimu tidak akan mau menjadi seorang gay” Chaeryoung tertawa lepas. Jimin memandangnya sebentar. Lalu membuang pandangannya saat Chaeryoung berhenti tertawa, tangannya juga ia tarik.
“Sudahlah, cepat rapikan rambutmu itu”

“Baiklah” Chaeryoung melanjutkan merapikan rambutnya itu. Jimin memandang gadis itu, masih dengan tatapan dinginnya. Lalu Jimin menyadari sesuatu pada wajah gadis itu.
“Kedua pipimu lebam. Apa kau juga dipukul?”

“Ya, begitulah”

“Ini akan bahaya jika para saudaraku tau. Terutama Seokjin Hyung. Mau kerumah sakit dulu? Seokjin hyung tidak akan tenang jika melihat seseoarang yang dikenalnya terpukul”
“Tidak usah. Bukankah semakin lama pulang, mereka akan semakin khawatir? Sebaiknya cepat pulang saja. Aku akan segera masuk ke kamar”

“Terserah saja” Jimin melanjutkan lagkahnya menuju rumahnya. Begitujuga Chaeryoung. Keduanya berjalan tanpa menimbulkan suara apapun hingga sampai di depan pintu rumah. Jimin membuka pintunya dengan hati-hati agar tak mengganggu orang di dalam rumah yang sudah tidur. Tapi sepertinya tidak begitu. Seokjin dan saudara Jimin yang lainnya masih duduk di ruang tamu menunggu kedatangan mereka berdua dengan lampu yang sudah padam.

“Kalian pulang bersama????” Taehyung yang pertama menyadari bahwa Chaeryoung dan Jimin pulang bersama. “Apa kalian berdua bertemu dijalan?”

“Tidak. Dia bekerja di Gold Cafe. Cafe yang akan dikontrak oleh ayah” Jimin menjelaskan tanpa bergerak dari tempatnya berdiri.

“Lalu? Apa Chaeryoung noona membuntutimu pulang? Atau hanya tak sengaja sampai dirumah pada waktu yang sama?” Jungkook berdiri dari tempatnya dan menghidupkan lampu ruang tamu itu.

“Aku yang mengajaknya pulang” Jimin berjalan menuju saudara-saudaranya yang lain. Sedangkan keenam saudaranya masih menatapnya tak percaya. Apa yang baru saja mereka dengar? Jimin mengajaknya pulang? Tentu saja sangat aneh bagi para saudaranya mendengar kalimat semacam itu keluar dari mulut Jimin. Chaeryoung hanya tersenyum menyetujui. Ia mengerti kenapa keenam pria itu memasang wajah terkejut.

Lalu Yoongi menyadari sesuatu. “Ah, Chaeryoung-ssi, kau terluka?”
Chaeryoung yang terkejut mendngar itu, segera berpaling. “Ah, aku mau ke kamar dulu”

“Noona~!” Suara Jungkook dan Taehyung membuat Chaeryoung menghentikan langkahnya. Seokjin segera bediri dan menghampiri Chaeryoung.

“Biar kulihat” Seokjin membalik tubuh Chaeryoung agar menghadap kearahnya. Terlihat dikedua pipinya, kulitnya membiru karena memar. Beberapa luka kecil juga terlihat jika kau melihatnya dari dekat. “Apa yang sudah terjadi tadi?”

Chaeryoung dan Jimin hanya diam. Mereka berdua tau, masalah akan semakin serius jika mereka berdua menjelaskan apa yang terjadi secara detail.

“Hyung, kau tidak melukai Chaeryoung noona kan?” Tiba-tiba muncul kecurigaan di benak Jungkook kalau Jimin sendirilah yang melukai Chaeryoung. Jimin hanya diam. Sedangkan saudaranya yang lain masih menatap Jimin, menunggu jawaban darinya.

“Jimin-ah, apa kau benar-benar yang melukainya?” Seokjin mengulang pertanyaan Jungkook.

Tapi Jimin masih diam. Tidak ingin sebuah fitnah bertumbuh, Chaeryoung angkat bicara “Tidak. Dia tidak melukaiku. Dia...”

“Aku bertanya pada Jimin” Raut wajah Seokjin berubah. Sebuah kekecewaan terpancar dari wajah ramah Seokjin. Matanya masih memandang lekat adiknya. Jimin hanya menghela nafas tanpa menatap Seokjin ataupun mengangkat wajahnya.

“Hyung, jadi benar kau?” Jungkook kembali bertanya pada Jimin yang masih mematung. “Hyung, kalau kau tidak mau disalahkan jangan membuat kami semakin mencurigaimu. Setidaknya jawab pertanyaanku tadi”

Kali ini Namjoon juga angkat bicara “Jimin-ah, katakan kalau kau tidak melakukannya. Hanya itu. Apa susah bagimu?”

Pada akhirnya Jimin membuka mulutnya. “Kalau aku mengatakan aku tidak melakukannya, maka kalian akan terus menggali peristiwa apa yang baru saja terjadi. Jadi anggap saja kalau aku yang telah melukainya”

“T-tunggu... Kenapa kau berkata begitu?” Perasaan Chaeryoung tidak enak saat melihat ketujuh saudara itu beradu mulut. Apalagi melihat seseorang yang baru saja menyelamatkannya dituduh sebagai orang yang telah berbuat salah. “Itu bukan yang sebenarnya terjadi kan? Bukankah....”

“Aku minta maaf” Jimin kembali membuka mulutnya. “Karena telah melukaimu” Tepat setelah mengatakan itu, Jimin pergi dai tempatnya dan berjalan menuju kamarnya. Keenam saudaranya masih memandangnya heran. Mereka yakin pasti ada yang disembunyikan olehnya.

“Ji-Jimin-ssi, Kau tidak...”

“Biar kuuobati dulu lukamu” Seokjin menarik tangan Chaeryoung yang baru saja berniat pergi mengikuti Jimin. Sambil berjalan, Seokjin mengucapkan beberapa kata pada para adiknya yang masih terduduk disana “Kalian tidurlah. Ini sudah larut”


*****


            Chaeryoung memandang ragu pria dihadapannya. Mulutnya ingin mengatakan sesuatu, tapi seakan tertahan oleh keraguannya.

“Kalau mau mengatakan sesuatu katakan saja...”

Chaeryoung terlonjak. Digaruknya puncak kepalanya. “Ah... tidak ada... mungkin lain kali saja. Kau terlihat tidak baik sekarang. Bahkan terlihat dari nada bicaramu”

“Begitukah?” Seokjin mengambil seikat plastik es batu yang baru saja ia masukkan dan menempelkannya pada luka lebam Chaeryoung. “Maafkan aku. Aku hanya sedikit kecewa dengan Jimin”

“Bukan begitu...”

“Huh?”

“Bukan begitu yang sebenarnya terjadi” Chaeryoung memutuskan untuk menceritkan kisah yang sebenarnya. “Sebenarnya, dia malah yang menyelamatkanku. Aku bertemu dengan dua orang yang tidak aku kenal tadi. Dan mereka.... yah, seperti yang kau tau. Lalu Jimin datang dan membuat mereka pergi”

Seokjin tersenyum. “Ya, aku tau....” Tangan kiri Seokjin mengambil kursi dan duduk tepat di hadapan Chaeryoung. Sedang tangan kanannya masih memegang seikat es batu itu tadi. “Aku percaya padanya, tentu saja ia tidak akan berbuat hal semacam itu. Tapi kau juga tau sendiri. Aku kakaknya, aku sudah hidup bertahun-tahun dengannya. Bahkan semenjak ia lahir”

“Ya, aku tau...”

Kakak tertua dari tujuh bersaudara itu kembali tersenyum. “Jadi aku juga tau sifatnya.... Aku tau.... ya, memang benar dia mengajakmu pulang. Tapi pasti tadi dia meninggalkanmu di tengah jalan kan? Karena itulah kau bertemu dengan dua orang asing itu. Apa aku benar?”

Seperti yang Seokjin katakan, bagaimanapun ia adalah kakak Jimin. Dia tau segalanya tentangnya. “Ya, itu tepat sekali”

“Aku kecewa karena itu. Bukan hal yang lain. Seharusnya dia tau kalau seorang wanita berjalan sendirian pada saat larut malam akan mengundang orang-orang semacam itu. Yah, aku tau dia memang begitu dingin terhadap wanita. Tapi bukankah setidaknya ia mengetahui hal itu?”

“Tapi pada akhirnya dia kembali dan menolongku kan?” Seokjin hanya mengangguk menanggapi ucapan Chaeryoung barusan. “Itu membuatku bingung. Kenapa dia sangat membenci wanita...”

“Bukan benci...” Seokjin menarik tangannya dari luka lebam Chaeryoung. “Dia hanya tidak percaya pada wanita. Tidak percaya”

“Tidak percaya? Apa maksudmu di pernah dibohongi oleh seorang wanita?”

“Tidak... dia tidak pernah dibohongi. Maaf. Aku tak bisa menceritakannya padamu”

“Baiklah... Aku mengerti” Chaeryoung mengangguk kecil. “Tapi dia sebenarnya sangat baik kan? Buktinya ia masih mau menolongku tadi. Ia terlihat sangat berbeda saat itu. Bahkan aku sempat menganggapnya kerasukan”

Seokjin kembali menyunggingkan senyumnya. “Ya, Jimin itu baik.... sangat baik..... bahkan keenam dari kami tidak akan ada yang bisa menyaingi hatinya yang murni itu. Dia seperti malaikat. Dan karena hati murninya itulah, dia tak akan mempercayai wanita...”

“Ah...” Chaeryoung mulai membayangkan seberapa baik Jimin hingga Seokjin mengucapkan hal-hal tersebut.

“Dan juga....” Seokjin membuat Chaeryoung kembali memandangnya. “Aku tau betul akan hal ini. Jika sudah begini, pasti pada akhirnya nanti kau akan menyukai Jimin. Itu sudah pasti. Kau bahkan sudah menunjukkan tanda-tandanya sekarang. Tapi bisakah kau tak usah menoleh padanya? Dia bahkan tak tertarik dengan perebutan ini. Dia sama sekali tidak akan menyukaimu. Bukankah begitu?”

“Huh?”

“Bahkan meskipun nantinya kau menyukainya. Dia tidak akan menyukaimu. Bukankah kau tau itu sendiri. Aku tau seharusnya aku sebagai kakak tak seharusnya mengatakan ini. Tapi dia memang tidak tetarik. Jadi... tolong.... pandang saja aku, Yoongi, Hoseok dan Namjoon....”

“Eung...”

“Tapi bisakah kau membantuku? Aku tau aku terlihat menyedihkan seperti ini. Mengemis hanya karena masalah sesepele ini. Tapi tolong lihat aku. Aku benar benar memohon padamu. Aku juga tau kalau keputusan itu terserah padamu. Tapi..., Mungkin aku sudah menyukaimu”



*****



Chaeryoung POV


“Ugh!... Astaga!!! Kenapa hari ini harus datang???!!!!” Aku menatap layar ponselku yang tertulis hari Minggu disana. Tak lama lagi aku harus memilih, dengan siapa aku harus pergi. Apakah Yoongi.... Seokjin.... Hoseok, ataukah Namjoon yang kuajak sendiri. Astaga, apakah sebaiknya aku kabur saja?

“Noona!” Seseorang mengetuk pintu kamarku dari luar. Aku bangun dari tidurku dan membuka pintunya.

“Ah, Jungkook. Ada apa?”

“Tidak ada, aku hanya mengajakmu sarapan. Aku mendengarmu sudah bangun tadi. Jadi mungkin saja kau lapar”

“Ah, baiklah. Aku akan ke ruang makan sebentar lagi”

“Tapi hanya sekedar roti saja. Seokjin hyung masih belum bangun. Biasanya dia yang memasak untuk kami”

Aku tersenyum. “Tidak apa-apa. Hanya untuk mengganjal perut. Kalau begitu pergilah dulu. Aku akan mencuci mukaku. Aku terlihat sangat buruk kan?”

“Ahahaha.... kalau boleh jujur. Ya, kau terlihat sangat buruk noona...”

“Eish kau ini!” Aku menjitak kepala Jungkook. “Sudahlah, cepat pergilah dulu. Aku akan menyusul”

“Baiklah” Tepat setelah mengatakan itu, Jungkook pergi. Aku juga menutup pintu kamar dan segera masuk ke kamar mandi untuk menyikat gigi dan sekedar mencuci muka. Setelah mengusap wajahku dengan handuk, aku keluar dari kamar mandi dan mengambil jaketku lalu memakainya. “Baiklah, setidaknya sarapan dulu lalu memilih orang yang tepat” Aku melangkahkan kakiku keluar kamar dan menuju ke ruang makan dimana Jungkook sudah menunggu.

“Baiklah, kau sudah terlihat lebih baik sekarang noona”

“Astaga kau ini!” Aku hendak menjitak kepala Jungkook tapi kuurungkan saat menyadari sosok Jimin yang menatap kami dingin. “Ah, Jimin-ssi, kau mau sarapan juga?”

Jimin hanya menatapku sejenak lalu memalingkan pandangannya pada Jungkook. Raut wajahnya berubah lebih hangat saat melihat adiknya. “Jungkookie, aku akan berolah raga dulu. Ponselku tidak kubawa jadi kalau ada yang mencariku, katakan saja padaku nanti”
“Baik hyung” Jimin memakai sepatu olehraganya dan berlalu. Aku menatap Jungkook. Jungkook yang menyadari tatapanku mengerutkan dahinya. “Apa?”

“Kau lihat sendiri kan? Kakakmu yang satu itu sangat berbeda memperlakukan setiap orang”

“Sudah kubilang dia mempunyai masalah dengan perempuan...”

“Sepertinya tidak juga. Saat dia di cafe tempatk bekerja, dengan ramahnya dia berbincang dengan Hana, pemilik cafe itu. Dia bahkan tersenyum padanya”

“Tentu saja dia begitu. Itu kan masalah bisnis” Jungkook melahap rotinya. “Atau mungkin juga bisa karena Jimin hyung menyukainya. Atau bahkan karena dia memang benar-benar membencimu”

“Terserah saja. Aku tak memiliki urusan dengannya” Aku juga mlai melahap roti tawar yang sudah Jungkook buatkan untukku. Memang hanya roti tawar dengan isi selai. Tapi mungkin karena aku memang benar-benar kelaparan, Roti ini terasa sangat lezat.

“Jungkookie, bisakah kau membuatkanku juga?” Seseorang datang dan menarik kursi di hadapanku lalu duduk disana.

“Hm? Bukankah biasanya kau yang membuatkan sarapan? Tidak mau. Hyung buat sendiri saja” Jungkook menolak permintaan kakaknya. Ya, siapa lagi kalau bukan Seokjin, sang kakak tertua.

“Astaga... Baiklah... baik... aku akan membuatnya sendiri” Seokjin beranjak dari duduknya. Tapi ia urungkan niatnya dan kembali duduk. “Oh iya. Chaeryoung-ssi. Ah, tidak. Sebaiknya mulai sekarang aku memakai bahasa yang tidak formal.... Chaeryoung-ah, kau ingat janji kita kan?”

“Ah... I-iya. Aku mengingatnya”

“Syukurlah. Kukira kau lupa dengan janjimu” Aku tersenyum tipis. Seokjin lalu berdiri dan mulai membuat rotinya sendiri. Begitu matang, Seokjin membawa rotinya ke meja makan dan mulai memakannya.

“Eoh?” Jungkook memandang roti buatan Seokjin. “Itu roti bakar? Ah, Hyung... bisakah kau membuatkanku juga??? Bisa kan hyung??? Hm?”

“Eyy, kau ini!” Aku menepuk punggung Jungkook pelan. “Kau bahkan tidak mau membuatkannya tadi”

Seokjin tersenyum. “Tidak apa-apa” Lalu menyodorkan sepiring roti bakarnya pada Jungkook. “Makan saja ini. Rotinya sudah habis. Aku akan membuatkan sup rumput laut untuk sarapan kalian dan yang lainnya”

“Eoh? Siapa yang ulang tahun?” Jungkook bertanya seraya mengambil piring roti milik kakaknya.

“Aigoo, kejam sekali kau hingga melupakan ulang tahun kakakmu sendiri”

“Huh?” Jungkook terlihat sedang mengingat-ingat ulang tahun siapa hari ini “Ah, Jiminhie hyung? Iya iya... aku ingat”

“Jimin?” Aku mengulang nama yang disebutkan Jungkook lalu mengangguk-angguk mengerti. “13 Oktober huh?”



*****



“Chaeryoung-ah” Seokjin menghampiriku yang sedang mencuci tujuh piring kotor bekas sarapan barusan. Ya, tujuh piring. Jimin yang ulang tahun hari ini belum pulang. Jadi Seokjin menyimpan sup rumput laut milik Jimin. “Kau pergilah bersiap-siap. Aku akan menggantikanmu mencuci piring”

Aku mengangguk lalu meninggalkan Seokjin yang melanjutkan pekerjaanku. “Hhh... Sudahlah... jalani saja dulu. Biarkan aku melihat apa yang akan terjadi nanti...”

Aku mandi di kamar mandi yang terletak di dalam kamarku. Selama mandi aku terus-terus berharap agar hari ini berjalan baik-baik saja. Ya, Semoga. Hingga aku selesai, aku masih terus mengharapkan hal yang sama. Tiba-tiba saja ponselku berbunyi tanda ada pesan yang masuk. Aku membukanya, itu dari Hoseok.

From : Hoseok

Aku tak bisa menemukan tempat yang tepat. Jadi mungkin aku akan menunggumu di halte nanti.

“Huh, Bagus.... sekarang dia akan bertemu dengan Yoongi disana...” Aku memukul-mukul dahiku memikirkan apa yang akan terjadi nanti jika mereka bertemu. “Yah, mungkin saja mereka tidak saling melihat. Atau jika mereka sudah terlanjur saling melihat, semoga saja mereka tidak bertanya tujuan mereka masing-masing. Ya... Semoga saja...” Aku mengangguk-anggukkan kepala sendiri menengar apa yang kuucapkan. Mencoba berpikir positif. Setelah merasa sedikit tenang, aku kelur dari Kamar dan menuju tempat Seokjin tadi.

“Chaeryoung-ah...”

“Huh?”



******


Author POV


“Chaeryoung-ah...”

Langkah Chaeryoung terhenti saat melihat Seokjin dan Namjoon yang sudah berdiri di hadapannya. “Huh?”

“Bukankah kau memiliki janji denganku?” Namjoon menatap Chaeryoung dalam. Chaeryoung hanya menghela nafas.

“Ya...”

“Lalu bagaimana dengan janjimu denganku?” Kali ini giliran Seokjin yang menanyai Chaeryoung.

“Ya, aku tau... aku memiliki janji dengan kalian berdua.... di waktu yang sama...”

Namjoon menghampiri Chaeryoung “Tapi bukankah kau yang mengajakku dulu?”

“Hei, tapi aku yang sudah membuat janji itu dulu...” Seokjin juga menghampiri Chaeryoung.

“Tapi hyung... sudah jelas dia yang mengajakku. Jadi bukankah itu artinya dia lebih memilih untuk pergi bersamaku daripada denganmu?”

Seokjin memandang Namjoon dan Chaeryoung bergantian. Tapi pada akhirnya pandangannya terhenti pada Chaeryoung. “Benarkah itu?” Seokjin memasang raut wajah yang lebih serius. “Jadi sekarang pilihlah.... Kau memilih untuk pergi bersamaku.... atau Namjoon?”



TBC

FF - Bangtan Boys | Scramble Heart [Chapter 2]


Title : Scramble Heart [Chap 2 – First Step]

Cast : BTS Member, Yoon Chaeryoung, Yoo Hyesun

Author : SHC

Genre : Romance

Lenght : Chaptered (16 Chap)

Rating : PG-13       


0o0o0o0o0


Chaeryoung POV

            Aku merebahkan diriku di ranjang. Tak ada yang aku lakukan. Hanya pikiran yang kosong dan pandangan mata yang menatap ke langit langit kamar. Benar-benar tidak ada yang bisa kulakukan. Tempat kerjaku tidak jauh dari sini. Aku bekerja disebuah kafe. Tapi sayangnya, aku baru akan kerja saat nanti malam.

“Apa benar-benar tidak ada yang bisa aku lakukan?” Aku menatap jam dinding yang terasa berputar sangat lama. Sebenarnya banyak yang bisa aku lakukan. Tapi bagaimana lagi? Ini bukan rumahku. Aku tak bisa seenaknya sendiri menginjakkan kakiku kesana-kemari. Tapi mungkin aku bisa membantu membereskan rumah ini. Tidak ada yang rugi kan?

            Aku bangkit dari tidurku dan berjalan menuju pintu. Aku membuka pintu kamarku, Yang ternyata dibaliknya sudah berdiri Yoongi dengan posisi tangan yang siap mengetuk pintuku.

“Ah, Yoongi-ssi..., kebetulan sekali kau disini. Aku ingin bertanya, apa aku boleh eum... mungkin.... merapikan taman rumahmu?”

Yoongi menurunkan tangannya yang sedari tadi terangkat. “Ah, iya.... tentu saja. Lakukan saja apapun yang kau mau...”

Aku tersenyum “Terima kasih” Yoongi masih diam tak berkutik dari tempatnya. “Apa mungkin ada yang ingin kau bicarakan denganku?”

“Ah, tidak... tidak.... tidak ada. Tapi.... apa aku boleh ikut?”

Aku mengerutkan dahiku, heran. “Tentu saja. Ini kan rumahmu? Kenapa kau meminta izinku?”

Yoongi menggaruk kepalanya. “Yah....mungkin saja.... Kau sedang tidak ingin diganggu...”

“Ahahaha.... Aku hampir tidak pernah memiliki mood yang buruk. Sudahlah lupakan saja.... Ayo!” Aku menarik tangan Yoongi agar segera turun kebawah dan menuju taman rumah Keluarga Kim yang terletak di belakang rumah mereka. Oke, jujur saja. Kadang-kadang sifatku memang suka berubah-ubah.... Terkadang aku sangat dingin terhadap orang lain. Tapi terkadang, aku juga bisa bersikap sangat akrab dengan mereka. Bahkan dengan orang yang baru saja aku kenal. Menarik/menyentuh tangan laki-laki menurutku sudah biasa. Asalkan laki-laki itu juga tak keberatan.

“Chaeryoung-ssi, apa kau bekerja?” Yoongi bertanya padaku yang sedang memberi pupuk ke beberapa tanaman disana.

“Ya, aku bekerja di Kafe yang tidak jauh dari sini. Yah... mungkin memang pekerjaanku ini tidak setara dengan kalian yang sangat kaya kan?”

“Ah... tidak tidak.... Aku sama sekali tidak bilang begitu...! Kau sendiri yang mengatakannya kan?”
Aku tersenyum “Ahahaha... Sepertinya kalian memang orang-orang yang baik. Padahal aku sering melihat di televisi kalau orang yang kaya itu sangat kejam dan suka menindas orang-orang yang berada di bawah mereka...”

“Kau terlalu sering menonton drama....”

“Hahaha....Tepat sekali....” Aku kembali melanjutkan pekerjaanku yang sempat terhenti karena pertanyaan Yoongi. Sedangkan Yoongi sendiri hanya diam.

“Hei.... Chaeryoung-ssi...”

Aku kembali menoleh ke arahnya “Ya?”

“Eum.... apakah mungkin kau.... eum.... maukah kau.... bertemu denganku minggu ini?”

“Ya?”

“Yah.... kau tau???.... setidaknya kita harus mengakrabkan diri satu sama lain.... Tapi ini bukan kencan oke? Hanya sekedar mengakrabkan diri....”

“Eum.... Baiklah. Memangnya kau akan mengajakku kemana?”

“Mungkin hanya sekedar berjalan-jalan di taman atau mungkin sungai Han. Tapi... kau tak keberatan kan kalau naik bus? Aku masih belum mempunyai SIM”

“Tak masalah.... aku sudah sering bus....”

“Sempurna! Kutunggu kau di terminal...”


***


“Seokjin-ssi. Dimana aku bisa mencuci baju-bajuku?” Aku menghampiri Seokjin yang sedang membersihkan sepeda motornya di belakang rumah.

“Ah, masukkan saja di keranjang baju dekat dapur. Nanti, Kim Ahjumma akan mencucikannya”

“Ah.... tidak.... tidak... biarkan aku mencuci sendiri.... Dimana mesin cucinya?”

Seokjin menatapku sebentar, lalu mematikan selang air yang ia pegang dan berdiri “Kau aneh.... Saat ada pilihan A yang lebih enak daripada, seharusnya kau memilih A daripada B”

“Yah... begitulah aku... Dan terkadang jika ada pilihan C yang bahkan lebih tidak enak daripada A dan B, aku akan memilih C....”

“Kalau begitu terserah kau saja.... Mesin cucinya ada di samping kamar mandi bawah, Ada ruangan kecil di samping kamar mandi itu.... Kau akan menemukannya di dalam sana”

Aku tersenyum. “Baiklah, terima kasih...” Lalu pergi ke ruangan yang Seokjin bilang sambil membawa tumpukan baju kotorku. Aku memasukkan bajuku satu persatu sambil memastikan tidak ada barang yang terbawa didalam baju yang akan kucuci. Setelah mesin cuci mulai berputar, aku meninggalkan ruangan itu dan pergi ke depan rumah keluarga Kim.

“Argh! Guru macam apa yang memberikan muridnya soal seperti ini???!!!” Seorang laki-laki yang duduk di kursi dekat pintu masuk rumah keluarga Kim melemparkan bukunya. Aku mengampiri buku itu dan memungutnya, lalu membaca sejenak dan tersenyum.

“Soal ini mudah” Aku berjalan ke arah laki-laki itu dan menyodorkan bukunya. Laki-laki itu menerima bukunya kembali.

“Ah, Noona. Apa bukuku tadi mengenaimu?” Laki-laki itu, Jungkook, Berdiri dari duduknya.

“Tidak... Hanya jatuh tepat di depan mataku” Aku duduk di kursi sebelahnya. “Tidak seharusnya kau marah pada gurumu huh?”

“Tapi soal ini terlalu sulit. Aku bahkan tidak ingin membacanya”

“Aigoo Jungkookie, apa kau tau? Ini adalah soal dasar untuk ujian masuk universitas. Dan diatasnya juga masih banyaksoal yang lebih sulit dari ini... jika kau tidak bisa menjawab ini maka soal-soal lainnya....”

“INI SOAL DASAR?????” Jungkook membelalakkan matanya. Aku mengangguk. “Huh, kalau begitu lebih baik aku langsung bekerja daripada masuk ke unversitas”

Aku memukul kepalanya “Yak! Jangan berkata begitu! Kau hanya perlu belajar....”

“Ah... baiklah....baiklah....” Jungkook mengelus-elus kepalanya. “Ah, Noona... Sepertinya kau seorang yang mudah dalam bergaul huh? Kita baru kenal beberapa saat yang lalu kan? Tapi kau sudah memanggilku dengan sebutan informal dan bahkan memukul kepalaku”

“Oh, maaf... Apa kau tidak nyaman? Aku biasa dengan hal itu karena kau lebih muda dariku. Maaf”

“Tak apa... Tak apa.... tidak masalah bagiku” Jungkook tersenyum “Lalu bagaimana?”

“Tentang apa?”

“Apa kau sudah memutuskan pilihanmu? Diantara keempat kakakku?”

Aku menghembuskan nafas perlahan “Tentu saja aku tak bisa memutuskan tentang itu secepat ini anak muda... Dasar anak kecil. Sepertinya kau tidak tau apa-apa”

“Aku memang tidak tau apa-apa... haha...”

“Hei, Yoon Chaeryoung...” Seseorang memanggil namaku. Aku berbalik dan menemukan Seokjin yang masih memakai pakaian yang basah karena tadi ia mencuci motornya.

“Ah, Seokjin-ssi ada apa?”

“Jadi begini, eum.... Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat... Yah... kau tau kan? Untuk mendekatkan diri...”

“Oh? Ya, tak masalah. Kapan?”

“Hari minggu ini” Seokjin tersenyum.

“Baiklah...” Aku membalas senyumnya. Tapi tak lama, aku mengingat sebuah janji yang baru kubuat beberapa saat lalu. Ya... janjiku dengan Yoongi. “Ah.... Sebentar... Sepertinya a....”

“Hei Noona... bukankah itu bagus? Sepertinya kau sangat bosan disini. Ada baiknya kalau kau keluar sebentar untuk mencari udara sejuk. Hyung, kau akan mengajak Chaeryoung noona kemana?” Jungkook memotong perkataanku yang belum kuselesaikan.

“Yah..., mungkin kebeberapa tempat yang kusukai...”

“Sebentar.... Ak....”

“Woah! Itu bagus... jangan bawa dia ke dalam ruangan.... bawa ke tempat tempat yang sejuk lebih baik.... Seleramu biasanya tidak pernah mengecewakan hyung.... Chaeryoung noona pasti tidak akan kecewa.... Iya kan noona?”

Aku tersenyum.

“Kalau begitu, kita berangkat saja dari rumah” Tepat setelah mengatakan itu dan tersenyum sejenak, Seokjin pergi dari tempat itu dan masuk ke sebuah ruangan yang sepertinya memang kamarnya. Aku menunduk dan menghela nafas berat.

“Noona? Sepertinya ada masalah?”

Aku mengangkat kepalaku dan menatap wajah Jungkook “Tidak.... tidak ada...” Aku kembali menghela nafas dan menatap ke arah pagar rumah yang terletak agak jauh dari tempatku duduk. Aku mengerutkan dahi membaca nomor rumah yang tertera disana.

“Ada apa?”

Aku menyipitkan mataku mencoa membaca nomer yang tertulis disana “909.....?” Lalu mencoba mengingat ingat kertas yang kubawa. “Astaga, jadi selama ini aku terbalik membaca kertas itu? Tapi kenapa tulisan yang lain tidak terbalik?”

Mengetahui apa yang kupikirkan, Jungkook tertawa “Ahaha.... kau baru menyadarinya? Kukira kau sudah tau.... Ahaha...”

“Huh...”


***


“Apa yang kau lakukan?” Aku menghampiri Taehyung yang sedang melakukan beberapa kegiatan di dekat ruang makan.

“Tidak ada... hanya sekedar merapikan koleksi buku-bukuku....”

“Ah, kau suka membaca?”

“Ya... tapi bukan membaca sseperti yang kau pikirkan... Aku hanya menyukai komik. Dan aku sangat anti dengan novel”

“Ya... Itu sudah biasa bagi seorang laki-laki” Aku membantu Taehyung memasukkan komik-komiknya ke dalam rak buku.

“Ah, tidak.... bukan begitu... Kau harus mengurutkan volumenya. Jangan sampai tercampur dengan judul komik yang lain” Taehyung mengambil kembali komik yang kuletakkan secara acak tadi.

“Ah... iya... Aku mengerti...” Aku mulai merapikan buku yang kuletakkan di sembarang tempat tadi. “Hei, Kim Taehyung... Apa aku boleh meminta pendapat padamu?”

“Tentang apa?”

“Jika kau memiliki janji dengan seseorang, tapi tiba-tiba, seseorang juga membuat janji denganmu dan waktunya bersamaan, kau akan memilih yang mana?”

“Kenapa harus bertanya? Sudah jelas aku pasti akan memilih orang yang membuat janji padaku pertama. Itu sudah jelas... Lagipula jika kau sudah tau waktunya bersamaan, kenapa kau menerima janji orang yang kedua? Seharusnya kau menolaknya atau berjanji di waktu yang berbeda”

Aku menggaruk tengkukku “Yah... Itu sulit... Aku tidak bisa menolak orang kedua. Dia memaksaku.... dia juga tidak menunggu jawaban dariku. Dia yang langsung menentukannya...”

“Maka katakan sekarang saja....”

Aku kembali menggaruk tengkukku “Yah... aku masih ragu....” Aku menghela nafas pelan. “Hei, Apa kau mau membantuku bicara padanya?”

“Ya.... tentu saja” Taehyung menghentikan kegiatannya merapikan buku “Tunggu, jangan bilang kalau kedua orang yang kau maksud adalah para hyungku”

Aku hanya tersenyum “Jadi bagaimana? Aku tidak tega jika mengatakannya padanya”

“Baiklah... Ayo” Taehyung berdiri dari duduknya. Aku mengikutinya. Tapi kami tak jadi melangkahkan kaki kami saat kami menyadari seseorang sudah berdiri di hadapan kami.

“Ah, Hyung... kau sudah disini sejak tadi?” Taehyung bertanya pada Hoseok, kakaknya yang sudah berdiri di hadapannya.

“Tidak, aku baru saja datang kesini tepat pada saat kalian akan berdiri”

“Oh, begitu. Kalau begitu aku dan Chaeryoung noona akan pergi ke suatu tempat dulu”

“Ah tunggu dulu... ada yang ingin aku bicarakan dengan Chaeryoung” Hoseok menahan Taehyung yang baru akan melewatinya.

“Baiklah....” Taehyung mundur ke tempatnya semula lalu diam. Membiarkan Hoseok berbicara.

Hoseok berbalik menatapku, sambil tersenyum “Jja, aku hanya ingin mengajakmu ke suatu tempat....”

“Sekarang?”

“Ah.... Tidak tidak.... tidak sekarang.... Aku tidak bisa jika sekarang.... dan juga... sepertinya waktuku memang sedikit... banyak yang harus kukerjakan...”

“Lalu kapan?”

“Sepertinya hari minggu....”

“Eoh? Minggu????? Apa tidak ada hari yang lain???”

Hoseok menggeleng “Aku tidak bisa... sudah kubilang banyak yang harus kukerjakan...” Aku hanya diam. Lalu tak lama ponsel Hoseok berbunyi. Dia mengangkatnya. “Ah iya... tunggu sebentar, aku akan segera pergi” Hoseok menatapku. “Pastikan kau datang ok? Aku akan mengirimkan alamat tempatnya nanti!” Hoseok belari keluar rumah menuju ke tempat tujuannya.

Aku menghela nafas pelan. “Hei, Kim Taehyung. Tidak usah megatakan apa-apa pada kakakmu. Aku akan mengatakannya sendiri”

“Baiklah.... Lalu apa yang kulakukan sekarang?”

“Hei?! Jangan tanya aku????!!!!”


***


“Kim Namjoon....”

“Ya?” Namjoon menghentikan kegiatan menulisnya dan balik menatapku.

“Apa hari Minggu ini kau ada acara?” Aku menghampirinya dan duduk di sebelahnya.

“Hari Minggu? Uh..., sepertinya tidak ada. Memangnya kenapa?”

“Apa kau mau membantuku?”

“Membantu? Bantuan apa memangnya?”

Aku menghela nafasku pelan. Memantapkan pilihanku “Ayo pergi denganku. Kita akan jalan-jalan”
Namjoon tampak terkejut. “Eoh? Kau mengajakku jalan-jalan???”

“Ya... sepertinya kau tidak bisa ya?”

“Ah....bukan begitu. Aku hanya tidak menyangka kau sudah mengajakku duluan. Seharusnya aku yang mengajakmu dulu...”

Aku tersenyum “Kukira kau tidak bisa...” Aku berdiri dari dudukku. “Nah, karena aku yang mengajakmu..., aku yang akan mentraktirmu oke?”

“Ah. Baiklah... tapi lain kali aku yang akan membayarkan”

“Tentu saja....jika aku yang mentraktir terus. Aku bisa bangkrut”

“Ahahaha.... Dasar”

“Hei, aku pergi dulu oke? Sepertinya aku sudah terlambat untuk kerja”

“Mau kuantar?” Namjoon berdiri dari duduknya.

“Ah, tidak usah. Aku pasti akan merepotkanmu. Lagipula cafe tempatku bekerja tidak jauh dari sini”

“Tidak apa-apa...aku akan mengantarkanmu. Aku tidak  ada pekerjaan sekarang”

“Benarkah? Lalu apa itu?” Aku menunjuk ke buku yang sebelumnya ia buka dan digunakan untuk menulis sesuatu olehnya. “Sudahlah. Biar aku berangkat sendiri. Aku akan pulang nanti malam. Jangan cari aku. Jam pulangku tidak tentu”

“Baiklah, aku mengerti”


***


“Yoon Chaeryoung kau terlambat??!!!”

“Maafkan aku Hana-ssi, aku tidak akan mengulanginya lagi” Hana adalah pemilik cafe tempatku bekerja. Umurnya tidak beda jauh dariku. Tapi aku tak benar-benar akrab dengannya.

“Lalu bagaimana dengan kemarin? Kenapa kau tidak masuk?”

“Ah, kemarin aku pindah. Aku tidak tinggall ditempat lamaku lagi. Dan aku tersesat sampai malam. Jadi aku tak masuk....”

“Lain kali izin dulu denganku... Cafe ini sangat ramai kemarin. Kami tak bisa menanganinya. kau tau sendiri kan? Tiga karyawan disini sudah mengambil cuti?” Hana masih memasang tatapan dinginnya.
“Ya. Aku tau, tapi bukankah kau yang tidak mau memberikan nomor teleponmu padaku?”

“Tch. Aku memang tak mau memberikan nomor teleponku padamu. Tapi kau bisa kan??? Menelepon yang lain???”

“Ah... baiklah.... baiklah....Aku salah. Sebaiknya aku segera masuk membantu yang lainnya” Aku berjalan melewati Hana. Baru beberapa langkah, Hana mencegatku. Aku kembali mundur dan memandangnya.

“Kenapa?”

“Tidak usah masuk. Aku memindahkanmu”

Bagaikan disambar petir. Mataku membulat sempurna mendengarnya. Pekerjaan yang kudapatkan dengan susah payah telah terbuang. Tahun ini sudah memasuki tahun keduaku bekerja disini. Memang hanya sebentar, tapi aku benar-benar menyukai pekerjaan ini, Ayah Hana yang memasukkanku. Tapi beliau meninggal karena Stroke yang dia derita. “Maksudmu? Apa maksudmu aku tidak bekerja disini lagi?”

“Tidak... bukan begitu...” Aku sedikit lega mendengar jawabannya. Tapi juga sedikit tegang bersiap mendengar kelanjutannya. “Kau sudah bukan bagian dari dapur lagi”

“Huh? Lalu?”

“Kau hanya akan berdiri di depan dan membagikan brosur. Terkadang aku juga bisa menyuruhmu untuk berpindah tempat”

“Kenapa begitu?”

“Kenapa kau tidak mau? Bukankah itu sangat mudah? Kau hanya harus berdiri. Daripada membantu di dalam sini, bukankah pekerjaan itu lebih mudah? Dan juga tak terlalu melelahkan???” Hana berbalik. “Dan juga tentu saja, bayaranmu lebih kecil daripada yang lain. Nah, kau bisa mengambil barang barang yang harus kau gunakan kamar mandi” Lalu Hana pergi. Aku menghembuskan nafasku perlahan, mencoba menerima keadaan ini dan memaklumi sikap Hana yang sepertinya memang benr-benr tidak menyukaiku.

“Tapi itu lebih baik karena aku masih memiliki pekerjaan...” Pada akhirnya aku menuju kamar mandi karyawan perempuan dan melihat seragam yang sudah disiapkan untukku di dalam sana. Ya, apa lagi kalau bukan kostum badut? Kalian pasti sudah sering melihat orang berpakaian badut dan membagikan sebuah brosur. Tapi ini bukan badut seperti yang kalian lihat di sirkus sirkus. Hanya kostum hewan, beruang. Meskipun tak semangat, aku tetap memakai kostum itu yang memang terasa sangat panas. Setelah benar-benar kupakai, Aku mengambil setumpuk kertas yang terletak di sebelahku lalu keluar dari kamar mandi


***


Author POV

            Jimin keluar dari kamarnya, ia terlihat sedang terburu-buru untuk pergi ke suau tempat. Seokjin yang melihat itu menghampiri adiknya dan menanyainya.

“Kau mau kemana?”

“Aku akan pergi ke suatu tempat” Jimin menjawabnya tanpa menoleh ke wajah kakaknya. Bola matanya masih setia menatap ke sekelilingnya untuk mencari sesuatu yang masih belum ia temukan.

“Kau mencari apa?”

“Tidak ada, aku hanya mencari surat kontrak ayah dengan Gold Cafe. Apa kau tau?”

“Ah, itu... Aku baru memindahkannya tadi. Kenapa kau mencarinya?”

Pada akhirnya pandangan Jimin tertuju pada Seokjin yang mengatakan kalau ia tahu tentang itu. “Ayah menyuruhku ke cafe itu untuk mengurus hal yang seharusnya ayah urus sekarang. Tapi karena ia tidak disini, ayah menyuruhku menggantikannya”

“Eoh? Kenapa tidak aku saja? Dia seharusnya menyuruhku...”

“Entahlah, dia bilang kau tidak megangkat teleponnya” Ucapan Jimin membuat Seokjin mengecek ponselnya. Jimin yang teringat dengan waktu yang mendesak mengambil ponsel Seokjin dari tangannya. “Nah, sekarang dimana kontrak itu?”

“Ada di kamar ayah. Kau akan langsung menemukannya” Seokjin menunjuk pintu kamar ayahnya yang terletak di samping kamar mandi. “Apa kau tak mau aku yang menggantikan?”

“Tidak usah, aku bisa mengurus ini sendiri” Jimin berlari menuju kamar ayahnya yang sudah terbuka sedari tadi. Setelah masuk, mata Jimin langsung menemukan surat kontrak yang ayahnya maksud. Jimin mengambilnya dan segera membawanya pergi ke Gold Cafe.


***


            Gold Cafe masih ramai seperti biasanya. Cafe ini memang selalu menjadi pilihan terbaik bagi para pasangan-pasangan yang ingin kencan. Apalagi saat malam hari seperti ini. Gold Cafe terkenal dengan lampu-lampunya yang indah sehingga mengundang perhatian banyak orang.

            Ditengah cahaya lampu-lampu itu, terlihat seseorang tengah berlari dengan kencang menuju pintu masuk cafe itu. Dan karena tak berhati-hati, Pria itu, yang tak lain adalah Jimin, menabrak seseorang yang tengah berdiri di dekat pintu masuk Cafe itu. Ralat, Seseorang dengan kostum beruang yang sedang membagi-bagikan brosur. Berkat benturan Jimin dengan orang itu, Keduanya sama-sama terjatuh.

“Ah, maafkan aku... Apa kau tidak apa-apa?” Jimin membantu orang itu berdiri.

“Ya, aku tidak apa-apa. Terima kasih” Orang itu menerima uluran tangan Jimin dan berddiri dengan bantuan Jimin. Setelah keduanya berdiri, Jimin membantu mengumpulkan brosur-brosur yang berjatuhan.

“Ini. Maafkan aku. Lain kali aku akan berhati-hati. Aku pergi dulu”  Jimin berjalan masuk ke dalam cafe itu dan bertanya pada seorang pelayan letak ruangan Hana, pemilik cafe tersebut. Sebelum masuk ke dalam ruangan, Jimin membersihkan beberapa pakaiannya yang kusut karena kejadian barusan. Setelah yakin dengan penampilannya, Jimin memutar kenop pintu dan masuk ke dalam ruangan.


***


            Chaeryoung melepaskan bagian kepala kostum beruangnya. Kedua bola matanya menatap lekat punggung seorang laki-laki yang baru saja menabraknya. Park Jimin. Laki-laki itu sedang berbicara dengan seorang teman kerjanya di salam sana. Setelah tesenyum berterima kasih, Jimin merapikan bajunya dan masuk kedalam ruangan atasan Chaeryoung, Hana.

“Dia juga punya sisi baik huh?” Chaeryoung mengingat kejadian yang baru saja terjadi beberapa saat yang lalu. Chaeryoung tersenyum sejenak, lalu kembali memakai bagian kepala kostum tersebut. Tapi belum sempat Chaeryoung memakainya, seseorang menahan tangannya. Chaeryoung berbalik.

“Sudahah, ayo kita masuk. Jangan berdiri terus. Hana menyuruhmu untuk masuk dan membantu membereskan dapur” Itu adalah teman kerja Chaeryoung, Yura.

“Benarkah? Apa kau yakin?”

“Ya. Ayo” Yura menarik tangan Chaeryoung agar masuk ke dalam Cafe. “Lepaskan dulu kostummu itu”

“Tentu saja aku akan meepaskannya. Ini sangat panas” Chaeryoung berjalan ke arah kamar mandi karyawan perempuan. Tapi ia hentikan langkahnya dan kembali menatap Yura.

“Apa?”

“Apa kau melihat orang itu?”

“Huh? Orang apa?”

“Orang yang baru saja datang dan menabrakku.... apa kau tau kenapa dia datang kesini? Kulihat dia menuju ruangan Hana”

“Ah... laki-laki tampan yang baru saja masuk itu. Astaga!!! Kau beruntung sekali sudah ditabraknya!!! Entahlah, kudengar dia anak dari orang yang akan membangun mall disekitar sini, Sepertinya Hana sedang menandatangani kontrak bersamanya sekarang”

Aku mengerutkan dahi tak mengerti. “Kontrak?”

“Ya, Cabang Gold Cafe akan diangun di mall itu. Jadi sebagian akan karyawan akan dikirim kesana dan sebagian tetap akan bekerja disini”

“Begitukah?...”

“Ah Sudahlah! Cepat lepaskan kostum itu!”


***


            Pintu ruangan Hana terbuka. Hana keluar dari ruangan itu dengan senyum yang melekat di wajahnya. Tak lama, disusul oleh Jimin yang keluar dari ruangan itu dengan membawa surat kontrak ditangannya.

“Terima kasih. Ayah pasti sangat senang” Jimin berbalik menghadap Hana.

“Ya, Aku juga berterima kasih.... Senang berbisnis denganmu”

“Senang berbisnis denganmu juga. Kalau begitu, aku pergi dulu” Jimin menyodorkan tangannya untuk bersalaman.

“Ya, sampai jumpa lagi” Hana menerima uluran tangan Jimin. Setelah bersalaman, Hana izin pergi dulu karena urusan yang penting. Jimin mempersilahkan sang pemilik Cafe pergi dulu karena sepertinya ia sangat terdesak. Setelah Hana keluar dari pintu belakang Cafe, Jimin mulai berjalan ke arah pintu keluar Cafe yang utama. Tapi langkahnya terhenti saat ia mendapati seorang perempuan tengah menatapnya dari sebuah meja. “Yoon Chaeryoung” Jimin bergumam pada dirinya sendiri. Chaeryoung yang sadar Jimin tengah menatapnya juga, Berdiri dan menghampiri Jimin.

“Hei! Yoon Chaeryoung! Kau mau kemana???!!!” Yura mengikuti Chaeryoung. “Hei! Aku belum selesai Bi.... Oh....” Ucapan Yura terhenti saat menyadari Jimin berdiri dihadapannya. Juga sadar akan posisi Jimin yang lebih tinggi dari mereka, Yura membungkukkn badannya. “Hei, Chaeryoung! Apa yang kau lakukan! Cepat bungkukkan badanmu!” Yura mendorong tubuh Chaeryoung agar ikut membungkuk. Tapi Chaeryoung menolaknya.

“Park Jimin-ssi, Apa yang kau lakukan disini?”

“Oh? Kalian sudah kenal?” Yura tampak kebingungan dengan apa yang sednag terjadi.

“Ah.... Jadi kau bekerja disini” Jimin mengangguk-anggukkan kepalanya, masih dengan tatapan dinginnya.

“Kudengar kau membuat kontrak dengan Hana?” Chaeryoung menyingkirkan tangan Yura yang masih menempel di pundaknya.

“Aku mau pulang” Jimin melangkah menuju pintu keluar tanpa menjawab pertanyaan Chaeryoung. Beberepa langkah di depan, Jimin kembali menghentikan langkahnya. “Kau ikut?”

Chaeryoung terkejut. “Huh?”

“Kubilang kau ikut atau tidak?” Jimin melirik ke arah Chaeryoung tanpa membalikkan badannya. Chaeryoung masih terdiam. “Kalau tidak mau ya sudah”

“Ah... tunggu.... baiklah aku ikut...”


TBC

 

K-Pop Area Indonesia Template by Ipietoon Cute Blog Design and Waterpark Gambang