Title
: Scramble Heart [Chap 2 – First Step]
Cast
: BTS Member, Yoon Chaeryoung, Yoo Hyesun
Author
: SHC
Genre
: Romance
Lenght
: Chaptered (16 Chap)
Rating
: PG-13
0o0o0o0o0
Chaeryoung
POV
Aku
merebahkan diriku di ranjang. Tak ada yang aku lakukan. Hanya pikiran yang
kosong dan pandangan mata yang menatap ke langit langit kamar. Benar-benar
tidak ada yang bisa kulakukan. Tempat kerjaku tidak jauh dari sini. Aku bekerja
disebuah kafe. Tapi sayangnya, aku baru akan kerja saat nanti malam.
“Apa benar-benar tidak ada yang bisa aku lakukan?”
Aku menatap jam dinding yang terasa berputar sangat lama. Sebenarnya banyak
yang bisa aku lakukan. Tapi bagaimana lagi? Ini bukan rumahku. Aku tak bisa
seenaknya sendiri menginjakkan kakiku kesana-kemari. Tapi mungkin aku bisa
membantu membereskan rumah ini. Tidak ada yang rugi kan?
Aku
bangkit dari tidurku dan berjalan menuju pintu. Aku membuka pintu kamarku, Yang
ternyata dibaliknya sudah berdiri Yoongi dengan posisi tangan yang siap
mengetuk pintuku.
“Ah, Yoongi-ssi..., kebetulan sekali kau disini. Aku
ingin bertanya, apa aku boleh eum... mungkin.... merapikan taman rumahmu?”
Yoongi menurunkan tangannya yang sedari tadi
terangkat. “Ah, iya.... tentu saja. Lakukan saja apapun yang kau mau...”
Aku tersenyum “Terima kasih” Yoongi masih diam tak
berkutik dari tempatnya. “Apa mungkin ada yang ingin kau bicarakan denganku?”
“Ah, tidak... tidak.... tidak ada. Tapi.... apa aku
boleh ikut?”
Aku mengerutkan dahiku, heran. “Tentu saja. Ini kan
rumahmu? Kenapa kau meminta izinku?”
Yoongi menggaruk kepalanya. “Yah....mungkin saja....
Kau sedang tidak ingin diganggu...”
“Ahahaha.... Aku hampir tidak pernah memiliki mood
yang buruk. Sudahlah lupakan saja.... Ayo!” Aku menarik tangan Yoongi agar
segera turun kebawah dan menuju taman rumah Keluarga Kim yang terletak di
belakang rumah mereka. Oke, jujur saja. Kadang-kadang sifatku memang suka
berubah-ubah.... Terkadang aku sangat dingin terhadap orang lain. Tapi
terkadang, aku juga bisa bersikap sangat akrab dengan mereka. Bahkan dengan orang
yang baru saja aku kenal. Menarik/menyentuh tangan laki-laki menurutku sudah
biasa. Asalkan laki-laki itu juga tak keberatan.
“Chaeryoung-ssi, apa kau bekerja?” Yoongi bertanya
padaku yang sedang memberi pupuk ke beberapa tanaman disana.
“Ya, aku bekerja di Kafe yang tidak jauh dari sini.
Yah... mungkin memang pekerjaanku ini tidak setara dengan kalian yang sangat
kaya kan?”
“Ah... tidak tidak.... Aku sama sekali tidak bilang
begitu...! Kau sendiri yang mengatakannya kan?”
Aku tersenyum “Ahahaha... Sepertinya kalian memang
orang-orang yang baik. Padahal aku sering melihat di televisi kalau orang yang
kaya itu sangat kejam dan suka menindas orang-orang yang berada di bawah
mereka...”
“Kau terlalu sering menonton drama....”
“Hahaha....Tepat sekali....” Aku kembali melanjutkan
pekerjaanku yang sempat terhenti karena pertanyaan Yoongi. Sedangkan Yoongi
sendiri hanya diam.
“Hei.... Chaeryoung-ssi...”
Aku kembali menoleh ke arahnya “Ya?”
“Eum.... apakah mungkin kau.... eum.... maukah
kau.... bertemu denganku minggu ini?”
“Ya?”
“Yah.... kau tau???.... setidaknya kita harus
mengakrabkan diri satu sama lain.... Tapi ini bukan kencan oke? Hanya sekedar
mengakrabkan diri....”
“Eum.... Baiklah. Memangnya kau akan mengajakku
kemana?”
“Mungkin hanya sekedar berjalan-jalan di taman atau
mungkin sungai Han. Tapi... kau tak keberatan kan kalau naik bus? Aku masih
belum mempunyai SIM”
“Tak masalah.... aku sudah sering bus....”
“Sempurna! Kutunggu kau di terminal...”
***
“Seokjin-ssi. Dimana aku bisa mencuci baju-bajuku?”
Aku menghampiri Seokjin yang sedang membersihkan sepeda motornya di belakang
rumah.
“Ah, masukkan saja di keranjang baju dekat dapur.
Nanti, Kim Ahjumma akan mencucikannya”
“Ah.... tidak.... tidak... biarkan aku mencuci
sendiri.... Dimana mesin cucinya?”
Seokjin menatapku sebentar, lalu mematikan selang
air yang ia pegang dan berdiri “Kau aneh.... Saat ada pilihan A yang lebih enak
daripada, seharusnya kau memilih A daripada B”
“Yah... begitulah aku... Dan terkadang jika ada
pilihan C yang bahkan lebih tidak enak daripada A dan B, aku akan memilih
C....”
“Kalau begitu terserah kau saja.... Mesin cucinya
ada di samping kamar mandi bawah, Ada ruangan kecil di samping kamar mandi
itu.... Kau akan menemukannya di dalam sana”
Aku tersenyum. “Baiklah, terima kasih...” Lalu pergi
ke ruangan yang Seokjin bilang sambil membawa tumpukan baju kotorku. Aku
memasukkan bajuku satu persatu sambil memastikan tidak ada barang yang terbawa
didalam baju yang akan kucuci. Setelah mesin cuci mulai berputar, aku
meninggalkan ruangan itu dan pergi ke depan rumah keluarga Kim.
“Argh! Guru macam apa yang memberikan muridnya soal
seperti ini???!!!” Seorang laki-laki yang duduk di kursi dekat pintu masuk
rumah keluarga Kim melemparkan bukunya. Aku mengampiri buku itu dan
memungutnya, lalu membaca sejenak dan tersenyum.
“Soal ini mudah” Aku berjalan ke arah laki-laki itu
dan menyodorkan bukunya. Laki-laki itu menerima bukunya kembali.
“Ah, Noona. Apa bukuku tadi mengenaimu?” Laki-laki
itu, Jungkook, Berdiri dari duduknya.
“Tidak... Hanya jatuh tepat di depan mataku” Aku
duduk di kursi sebelahnya. “Tidak seharusnya kau marah pada gurumu huh?”
“Tapi soal ini terlalu sulit. Aku bahkan tidak ingin
membacanya”
“Aigoo Jungkookie, apa kau tau? Ini adalah soal
dasar untuk ujian masuk universitas. Dan diatasnya juga masih banyaksoal yang
lebih sulit dari ini... jika kau tidak bisa menjawab ini maka soal-soal
lainnya....”
“INI SOAL DASAR?????” Jungkook membelalakkan
matanya. Aku mengangguk. “Huh, kalau begitu lebih baik aku langsung bekerja
daripada masuk ke unversitas”
Aku memukul kepalanya “Yak! Jangan berkata begitu!
Kau hanya perlu belajar....”
“Ah... baiklah....baiklah....” Jungkook
mengelus-elus kepalanya. “Ah, Noona... Sepertinya kau seorang yang mudah dalam
bergaul huh? Kita baru kenal beberapa saat yang lalu kan? Tapi kau sudah
memanggilku dengan sebutan informal dan bahkan memukul kepalaku”
“Oh, maaf... Apa kau tidak nyaman? Aku biasa dengan
hal itu karena kau lebih muda dariku. Maaf”
“Tak apa... Tak apa.... tidak masalah bagiku”
Jungkook tersenyum “Lalu bagaimana?”
“Tentang apa?”
“Apa kau sudah memutuskan pilihanmu? Diantara
keempat kakakku?”
Aku menghembuskan nafas perlahan “Tentu saja aku tak
bisa memutuskan tentang itu secepat ini anak muda... Dasar anak kecil.
Sepertinya kau tidak tau apa-apa”
“Aku memang tidak tau apa-apa... haha...”
“Hei, Yoon Chaeryoung...” Seseorang memanggil
namaku. Aku berbalik dan menemukan Seokjin yang masih memakai pakaian yang
basah karena tadi ia mencuci motornya.
“Ah, Seokjin-ssi ada apa?”
“Jadi begini, eum.... Aku ingin mengajakmu ke suatu
tempat... Yah... kau tau kan? Untuk mendekatkan diri...”
“Oh? Ya, tak masalah. Kapan?”
“Hari minggu ini” Seokjin tersenyum.
“Baiklah...” Aku membalas senyumnya. Tapi tak lama,
aku mengingat sebuah janji yang baru kubuat beberapa saat lalu. Ya... janjiku
dengan Yoongi. “Ah.... Sebentar... Sepertinya a....”
“Hei Noona... bukankah itu bagus? Sepertinya kau
sangat bosan disini. Ada baiknya kalau kau keluar sebentar untuk mencari udara
sejuk. Hyung, kau akan mengajak Chaeryoung noona kemana?” Jungkook memotong
perkataanku yang belum kuselesaikan.
“Yah..., mungkin kebeberapa tempat yang kusukai...”
“Sebentar.... Ak....”
“Woah! Itu bagus... jangan bawa dia ke dalam
ruangan.... bawa ke tempat tempat yang sejuk lebih baik.... Seleramu biasanya
tidak pernah mengecewakan hyung.... Chaeryoung noona pasti tidak akan
kecewa.... Iya kan noona?”
Aku tersenyum.
“Kalau begitu, kita berangkat saja dari rumah” Tepat
setelah mengatakan itu dan tersenyum sejenak, Seokjin pergi dari tempat itu dan
masuk ke sebuah ruangan yang sepertinya memang kamarnya. Aku menunduk dan
menghela nafas berat.
“Noona? Sepertinya ada masalah?”
Aku mengangkat kepalaku dan menatap wajah Jungkook
“Tidak.... tidak ada...” Aku kembali menghela nafas dan menatap ke arah pagar
rumah yang terletak agak jauh dari tempatku duduk. Aku mengerutkan dahi membaca
nomor rumah yang tertera disana.
“Ada apa?”
Aku menyipitkan mataku mencoa membaca nomer yang
tertulis disana “909.....?” Lalu mencoba mengingat ingat kertas yang kubawa. “Astaga,
jadi selama ini aku terbalik membaca kertas itu? Tapi kenapa tulisan yang lain
tidak terbalik?”
Mengetahui apa yang kupikirkan, Jungkook tertawa
“Ahaha.... kau baru menyadarinya? Kukira kau sudah tau.... Ahaha...”
“Huh...”
***
“Apa yang kau lakukan?” Aku menghampiri Taehyung
yang sedang melakukan beberapa kegiatan di dekat ruang makan.
“Tidak ada... hanya sekedar merapikan koleksi
buku-bukuku....”
“Ah, kau suka membaca?”
“Ya... tapi bukan membaca sseperti yang kau
pikirkan... Aku hanya menyukai komik. Dan aku sangat anti dengan novel”
“Ya... Itu sudah biasa bagi seorang laki-laki” Aku
membantu Taehyung memasukkan komik-komiknya ke dalam rak buku.
“Ah, tidak.... bukan begitu... Kau harus mengurutkan
volumenya. Jangan sampai tercampur dengan judul komik yang lain” Taehyung
mengambil kembali komik yang kuletakkan secara acak tadi.
“Ah... iya... Aku mengerti...” Aku mulai merapikan
buku yang kuletakkan di sembarang tempat tadi. “Hei, Kim Taehyung... Apa aku
boleh meminta pendapat padamu?”
“Tentang apa?”
“Jika kau memiliki janji dengan seseorang, tapi
tiba-tiba, seseorang juga membuat janji denganmu dan waktunya bersamaan, kau
akan memilih yang mana?”
“Kenapa harus bertanya? Sudah jelas aku pasti akan
memilih orang yang membuat janji padaku pertama. Itu sudah jelas... Lagipula
jika kau sudah tau waktunya bersamaan, kenapa kau menerima janji orang yang
kedua? Seharusnya kau menolaknya atau berjanji di waktu yang berbeda”
Aku menggaruk tengkukku “Yah... Itu sulit... Aku
tidak bisa menolak orang kedua. Dia memaksaku.... dia juga tidak menunggu
jawaban dariku. Dia yang langsung menentukannya...”
“Maka katakan sekarang saja....”
Aku kembali menggaruk tengkukku “Yah... aku masih
ragu....” Aku menghela nafas pelan. “Hei, Apa kau mau membantuku bicara
padanya?”
“Ya.... tentu saja” Taehyung menghentikan
kegiatannya merapikan buku “Tunggu, jangan bilang kalau kedua orang yang kau
maksud adalah para hyungku”
Aku hanya tersenyum “Jadi bagaimana? Aku tidak tega
jika mengatakannya padanya”
“Baiklah... Ayo” Taehyung berdiri dari duduknya. Aku
mengikutinya. Tapi kami tak jadi melangkahkan kaki kami saat kami menyadari
seseorang sudah berdiri di hadapan kami.
“Ah, Hyung... kau sudah disini sejak tadi?” Taehyung
bertanya pada Hoseok, kakaknya yang sudah berdiri di hadapannya.
“Tidak, aku baru saja datang kesini tepat pada saat
kalian akan berdiri”
“Oh, begitu. Kalau begitu aku dan Chaeryoung noona
akan pergi ke suatu tempat dulu”
“Ah tunggu dulu... ada yang ingin aku bicarakan
dengan Chaeryoung” Hoseok menahan Taehyung yang baru akan melewatinya.
“Baiklah....” Taehyung mundur ke tempatnya semula
lalu diam. Membiarkan Hoseok berbicara.
Hoseok berbalik menatapku, sambil tersenyum “Jja,
aku hanya ingin mengajakmu ke suatu tempat....”
“Sekarang?”
“Ah.... Tidak tidak.... tidak sekarang.... Aku tidak
bisa jika sekarang.... dan juga... sepertinya waktuku memang sedikit... banyak
yang harus kukerjakan...”
“Lalu kapan?”
“Sepertinya hari minggu....”
“Eoh? Minggu????? Apa tidak ada hari yang lain???”
Hoseok menggeleng “Aku tidak bisa... sudah kubilang
banyak yang harus kukerjakan...” Aku hanya diam. Lalu tak lama ponsel Hoseok
berbunyi. Dia mengangkatnya. “Ah iya... tunggu sebentar, aku akan segera pergi”
Hoseok menatapku. “Pastikan kau datang ok? Aku akan mengirimkan alamat
tempatnya nanti!” Hoseok belari keluar rumah menuju ke tempat tujuannya.
Aku menghela nafas pelan. “Hei, Kim Taehyung. Tidak
usah megatakan apa-apa pada kakakmu. Aku akan mengatakannya sendiri”
“Baiklah.... Lalu apa yang kulakukan sekarang?”
“Hei?! Jangan tanya aku????!!!!”
***
“Kim Namjoon....”
“Ya?” Namjoon menghentikan kegiatan menulisnya dan
balik menatapku.
“Apa hari Minggu ini kau ada acara?” Aku
menghampirinya dan duduk di sebelahnya.
“Hari Minggu? Uh..., sepertinya tidak ada. Memangnya
kenapa?”
“Apa kau mau membantuku?”
“Membantu? Bantuan apa memangnya?”
Aku menghela nafasku pelan. Memantapkan pilihanku
“Ayo pergi denganku. Kita akan jalan-jalan”
Namjoon tampak terkejut. “Eoh? Kau mengajakku
jalan-jalan???”
“Ya... sepertinya kau tidak bisa ya?”
“Ah....bukan begitu. Aku hanya tidak menyangka kau
sudah mengajakku duluan. Seharusnya aku yang mengajakmu dulu...”
Aku tersenyum “Kukira kau tidak bisa...” Aku berdiri
dari dudukku. “Nah, karena aku yang mengajakmu..., aku yang akan mentraktirmu
oke?”
“Ah. Baiklah... tapi lain kali aku yang akan
membayarkan”
“Tentu saja....jika aku yang mentraktir terus. Aku
bisa bangkrut”
“Ahahaha.... Dasar”
“Hei, aku pergi dulu oke? Sepertinya aku sudah
terlambat untuk kerja”
“Mau kuantar?” Namjoon berdiri dari duduknya.
“Ah, tidak usah. Aku pasti akan merepotkanmu.
Lagipula cafe tempatku bekerja tidak jauh dari sini”
“Tidak apa-apa...aku akan mengantarkanmu. Aku
tidak ada pekerjaan sekarang”
“Benarkah? Lalu apa itu?” Aku menunjuk ke buku yang
sebelumnya ia buka dan digunakan untuk menulis sesuatu olehnya. “Sudahlah. Biar
aku berangkat sendiri. Aku akan pulang nanti malam. Jangan cari aku. Jam
pulangku tidak tentu”
“Baiklah, aku mengerti”
***
“Yoon Chaeryoung kau terlambat??!!!”
“Maafkan aku Hana-ssi, aku tidak akan mengulanginya
lagi” Hana adalah pemilik cafe tempatku bekerja. Umurnya tidak beda jauh
dariku. Tapi aku tak benar-benar akrab dengannya.
“Lalu bagaimana dengan kemarin? Kenapa kau tidak
masuk?”
“Ah, kemarin aku pindah. Aku tidak tinggall ditempat
lamaku lagi. Dan aku tersesat sampai malam. Jadi aku tak masuk....”
“Lain kali izin dulu denganku... Cafe ini sangat
ramai kemarin. Kami tak bisa menanganinya. kau tau sendiri kan? Tiga karyawan
disini sudah mengambil cuti?” Hana masih memasang tatapan dinginnya.
“Ya. Aku tau, tapi bukankah kau yang tidak mau
memberikan nomor teleponmu padaku?”
“Tch. Aku memang tak mau memberikan nomor teleponku
padamu. Tapi kau bisa kan??? Menelepon yang lain???”
“Ah... baiklah.... baiklah....Aku salah. Sebaiknya
aku segera masuk membantu yang lainnya” Aku berjalan melewati Hana. Baru
beberapa langkah, Hana mencegatku. Aku kembali mundur dan memandangnya.
“Kenapa?”
“Tidak usah masuk. Aku memindahkanmu”
Bagaikan disambar petir. Mataku membulat sempurna
mendengarnya. Pekerjaan yang kudapatkan dengan susah payah telah terbuang.
Tahun ini sudah memasuki tahun keduaku bekerja disini. Memang hanya sebentar,
tapi aku benar-benar menyukai pekerjaan ini, Ayah Hana yang memasukkanku. Tapi
beliau meninggal karena Stroke yang dia derita. “Maksudmu? Apa maksudmu aku
tidak bekerja disini lagi?”
“Tidak... bukan begitu...” Aku sedikit lega
mendengar jawabannya. Tapi juga sedikit tegang bersiap mendengar kelanjutannya.
“Kau sudah bukan bagian dari dapur lagi”
“Huh? Lalu?”
“Kau hanya akan berdiri di depan dan membagikan
brosur. Terkadang aku juga bisa menyuruhmu untuk berpindah tempat”
“Kenapa begitu?”
“Kenapa kau tidak mau? Bukankah itu sangat mudah?
Kau hanya harus berdiri. Daripada membantu di dalam sini, bukankah pekerjaan
itu lebih mudah? Dan juga tak terlalu melelahkan???” Hana berbalik. “Dan juga
tentu saja, bayaranmu lebih kecil daripada yang lain. Nah, kau bisa mengambil
barang barang yang harus kau gunakan kamar mandi” Lalu Hana pergi. Aku
menghembuskan nafasku perlahan, mencoba menerima keadaan ini dan memaklumi
sikap Hana yang sepertinya memang benr-benr tidak menyukaiku.
“Tapi itu lebih baik karena aku masih memiliki
pekerjaan...” Pada akhirnya aku menuju kamar mandi karyawan perempuan dan
melihat seragam yang sudah disiapkan untukku di dalam sana. Ya, apa lagi kalau
bukan kostum badut? Kalian pasti sudah sering melihat orang berpakaian badut
dan membagikan sebuah brosur. Tapi ini bukan badut seperti yang kalian lihat di
sirkus sirkus. Hanya kostum hewan, beruang. Meskipun tak semangat, aku tetap
memakai kostum itu yang memang terasa sangat panas. Setelah benar-benar
kupakai, Aku mengambil setumpuk kertas yang terletak di sebelahku lalu keluar
dari kamar mandi
***
Author
POV
Jimin
keluar dari kamarnya, ia terlihat sedang terburu-buru untuk pergi ke suau
tempat. Seokjin yang melihat itu menghampiri adiknya dan menanyainya.
“Kau mau kemana?”
“Aku akan pergi ke suatu tempat” Jimin menjawabnya
tanpa menoleh ke wajah kakaknya. Bola matanya masih setia menatap ke
sekelilingnya untuk mencari sesuatu yang masih belum ia temukan.
“Kau mencari apa?”
“Tidak ada, aku hanya mencari surat kontrak ayah
dengan Gold Cafe. Apa kau tau?”
“Ah, itu... Aku baru memindahkannya tadi. Kenapa kau
mencarinya?”
Pada akhirnya pandangan Jimin tertuju pada Seokjin
yang mengatakan kalau ia tahu tentang itu. “Ayah menyuruhku ke cafe itu untuk
mengurus hal yang seharusnya ayah urus sekarang. Tapi karena ia tidak disini,
ayah menyuruhku menggantikannya”
“Eoh? Kenapa tidak aku saja? Dia seharusnya
menyuruhku...”
“Entahlah, dia bilang kau tidak megangkat
teleponnya” Ucapan Jimin membuat Seokjin mengecek ponselnya. Jimin yang
teringat dengan waktu yang mendesak mengambil ponsel Seokjin dari tangannya.
“Nah, sekarang dimana kontrak itu?”
“Ada di kamar ayah. Kau akan langsung menemukannya”
Seokjin menunjuk pintu kamar ayahnya yang terletak di samping kamar mandi. “Apa
kau tak mau aku yang menggantikan?”
“Tidak usah, aku bisa mengurus ini sendiri” Jimin
berlari menuju kamar ayahnya yang sudah terbuka sedari tadi. Setelah masuk,
mata Jimin langsung menemukan surat kontrak yang ayahnya maksud. Jimin
mengambilnya dan segera membawanya pergi ke Gold Cafe.
***
Gold
Cafe masih ramai seperti biasanya. Cafe ini memang selalu menjadi pilihan
terbaik bagi para pasangan-pasangan yang ingin kencan. Apalagi saat malam hari
seperti ini. Gold Cafe terkenal dengan lampu-lampunya yang indah sehingga
mengundang perhatian banyak orang.
Ditengah
cahaya lampu-lampu itu, terlihat seseorang tengah berlari dengan kencang menuju
pintu masuk cafe itu. Dan karena tak berhati-hati, Pria itu, yang tak lain
adalah Jimin, menabrak seseorang yang tengah berdiri di dekat pintu masuk Cafe
itu. Ralat, Seseorang dengan kostum beruang yang sedang membagi-bagikan brosur.
Berkat benturan Jimin dengan orang itu, Keduanya sama-sama terjatuh.
“Ah, maafkan aku... Apa kau tidak apa-apa?” Jimin
membantu orang itu berdiri.
“Ya, aku tidak apa-apa. Terima kasih” Orang itu
menerima uluran tangan Jimin dan berddiri dengan bantuan Jimin. Setelah
keduanya berdiri, Jimin membantu mengumpulkan brosur-brosur yang berjatuhan.
“Ini. Maafkan aku. Lain kali aku akan berhati-hati.
Aku pergi dulu” Jimin berjalan masuk ke
dalam cafe itu dan bertanya pada seorang pelayan letak ruangan Hana, pemilik
cafe tersebut. Sebelum masuk ke dalam ruangan, Jimin membersihkan beberapa
pakaiannya yang kusut karena kejadian barusan. Setelah yakin dengan
penampilannya, Jimin memutar kenop pintu dan masuk ke dalam ruangan.
***
Chaeryoung
melepaskan bagian kepala kostum beruangnya. Kedua bola matanya menatap lekat
punggung seorang laki-laki yang baru saja menabraknya. Park Jimin. Laki-laki
itu sedang berbicara dengan seorang teman kerjanya di salam sana. Setelah
tesenyum berterima kasih, Jimin merapikan bajunya dan masuk kedalam ruangan
atasan Chaeryoung, Hana.
“Dia juga punya sisi baik huh?” Chaeryoung mengingat
kejadian yang baru saja terjadi beberapa saat yang lalu. Chaeryoung tersenyum
sejenak, lalu kembali memakai bagian kepala kostum tersebut. Tapi belum sempat
Chaeryoung memakainya, seseorang menahan tangannya. Chaeryoung berbalik.
“Sudahah, ayo kita masuk. Jangan berdiri terus. Hana
menyuruhmu untuk masuk dan membantu membereskan dapur” Itu adalah teman kerja
Chaeryoung, Yura.
“Benarkah? Apa kau yakin?”
“Ya. Ayo” Yura menarik tangan Chaeryoung agar masuk
ke dalam Cafe. “Lepaskan dulu kostummu itu”
“Tentu saja aku akan meepaskannya. Ini sangat panas”
Chaeryoung berjalan ke arah kamar mandi karyawan perempuan. Tapi ia hentikan
langkahnya dan kembali menatap Yura.
“Apa?”
“Apa kau melihat orang itu?”
“Huh? Orang apa?”
“Orang yang baru saja datang dan menabrakku.... apa
kau tau kenapa dia datang kesini? Kulihat dia menuju ruangan Hana”
“Ah... laki-laki tampan yang baru saja masuk itu.
Astaga!!! Kau beruntung sekali sudah ditabraknya!!! Entahlah, kudengar dia anak
dari orang yang akan membangun mall disekitar sini, Sepertinya Hana sedang
menandatangani kontrak bersamanya sekarang”
Aku mengerutkan dahi tak mengerti. “Kontrak?”
“Ya, Cabang Gold Cafe akan diangun di mall itu. Jadi
sebagian akan karyawan akan dikirim kesana dan sebagian tetap akan bekerja
disini”
“Begitukah?...”
“Ah Sudahlah! Cepat lepaskan kostum itu!”
***
Pintu
ruangan Hana terbuka. Hana keluar dari ruangan itu dengan senyum yang melekat
di wajahnya. Tak lama, disusul oleh Jimin yang keluar dari ruangan itu dengan
membawa surat kontrak ditangannya.
“Terima kasih. Ayah pasti sangat senang” Jimin
berbalik menghadap Hana.
“Ya, Aku juga berterima kasih.... Senang berbisnis
denganmu”
“Senang berbisnis denganmu juga. Kalau begitu, aku
pergi dulu” Jimin menyodorkan tangannya untuk bersalaman.
“Ya, sampai jumpa lagi” Hana menerima uluran tangan
Jimin. Setelah bersalaman, Hana izin pergi dulu karena urusan yang penting.
Jimin mempersilahkan sang pemilik Cafe pergi dulu karena sepertinya ia sangat
terdesak. Setelah Hana keluar dari pintu belakang Cafe, Jimin mulai berjalan ke
arah pintu keluar Cafe yang utama. Tapi langkahnya terhenti saat ia mendapati
seorang perempuan tengah menatapnya dari sebuah meja. “Yoon Chaeryoung” Jimin
bergumam pada dirinya sendiri. Chaeryoung yang sadar Jimin tengah menatapnya
juga, Berdiri dan menghampiri Jimin.
“Hei! Yoon Chaeryoung! Kau mau kemana???!!!” Yura
mengikuti Chaeryoung. “Hei! Aku belum selesai Bi.... Oh....” Ucapan Yura
terhenti saat menyadari Jimin berdiri dihadapannya. Juga sadar akan posisi
Jimin yang lebih tinggi dari mereka, Yura membungkukkn badannya. “Hei,
Chaeryoung! Apa yang kau lakukan! Cepat bungkukkan badanmu!” Yura mendorong
tubuh Chaeryoung agar ikut membungkuk. Tapi Chaeryoung menolaknya.
“Park Jimin-ssi, Apa yang kau lakukan disini?”
“Oh? Kalian sudah kenal?” Yura tampak kebingungan
dengan apa yang sednag terjadi.
“Ah.... Jadi kau bekerja disini” Jimin
mengangguk-anggukkan kepalanya, masih dengan tatapan dinginnya.
“Kudengar kau membuat kontrak dengan Hana?”
Chaeryoung menyingkirkan tangan Yura yang masih menempel di pundaknya.
“Aku mau pulang” Jimin melangkah menuju pintu keluar
tanpa menjawab pertanyaan Chaeryoung. Beberepa langkah di depan, Jimin kembali menghentikan
langkahnya. “Kau ikut?”
Chaeryoung terkejut. “Huh?”
“Kubilang kau ikut atau tidak?” Jimin melirik ke
arah Chaeryoung tanpa membalikkan badannya. Chaeryoung masih terdiam. “Kalau
tidak mau ya sudah”
“Ah... tunggu.... baiklah aku ikut...”
TBC
0 komentar:
Posting Komentar