Rabu, 19 Agustus 2015

FF - Bangtan Boys | Scramble Heart [Chapter 3]


Title : Scramble Heart [Chap 3 – Break Apart]

Cast : BTS Member, Yoon Chaeryoung, Yoo Hyesun

Author : SHC

Genre : Romance

Lenght : Chaptered (16 Chap)

Rating : PG-13       


*****


Author POV


            Chaeryoung berjalan dengan langkah yang tergesa-gesa mencoba untuk menyamai langkah laki-laki di hadapannya. Sedang laki-laki itu sendiri bahkan tak melirik ataupun menggubrisnya. Chaeryoung semakin mempercepat langkahnya sampai pada akhirnya laki-laki itu menoleh kebelakang dan membuat Chaeryoung berhenti mendadak bahkan hampir menabraknya. Chaeryoun menatap mata laki-laki itu.

“Apa yang kau lakukan?” Jimin memandang Chaeryoung dingin.

“Ah... Aku... hanya sekedar mencoba untuk menyamakan langkahku denganmu. Kau berjalan terlalu cepat”

Jimin menghela nafas “Tch.., Begitulah perempuan. Selalu lambat” Jimin kembali berjalan. “Kalau kau tidak nyaman. Kau bisa pulang sendiri saja”

Kali ini Chaeryoung hanya diam di tempat. “Apa maksudmu? Kau yang mengajakku kan? Kalau tiba-tiba kau menyuruhku pulang sendiri, bukankah itu tidak sopan?”

“Aku tadi hanya menawarimu. Aku tak memaksa kan?”

“Astaga... Baiklah... Baik! Kau pulang saja dulu. Aku akan pulang sendiri. Aku tak akan mengikutimu!”

Jimin hanya terus berjalan tanpa menoleh ke arah gadis yang masih terdiam di tempatnya itu. “Memang itu niatku. Dadah...” Langkah demi langkah akhirnya Jimin menghilang ditengah kegelapan di jalan itu. Suasana jalan sedang sepi. Waktu memang sudah menunjukkan pukul 00.30. Tapi Chaeryoung masih belum mempunyai niatan untuk pulang. Gadis itu masih berdiri di tempat yang sama.

“Mereka sebenarnya keluarga bukan hah? Bagaimana bisa keenam saudaranya sangat hangat, sedangkan ia sangat dingin bahkan kutub selatan kalah dengannya. Cih, mungkin dia anak angkat” Setelah mengucapkan semua kekesalannya terhadap Jimin, Chaeryoung kembali berjalan untuk pulang kerumahnya. Beberapa langkah maju, Chaeryoun kembali menghentikan langkahnya karena mendengar seseorang mengikutinya.

            Suara langkah dibelakangnya juga ikut terhenti saat ia menghentikan langkahnya. Chaeryoung mengerutkan dahi mencoba berfikir siapa yang ada dibelakangnya. Tapi dengan cepat ia melupakannya dan kembali berjalan. Suara langkah kaki itu kembali terdngar. Dengan hati yang gusar, Chaeryoung mempercepat langkahnya dan berniat untuk berlari. Namun sialnya, tangan Chaeryoung ditahan oleh seseorang dibelakangnya dan membuat tubuh Chaeryoung berbalik menghadap orang itu. Ralat, maksudku dua orang.

“Hai....” Ucap seseorang yang sedang mencengkram pergelangan tangan Chaeryoung saat ini.

“Mau ikut kami?” Yang satu lagi meringis dan menunjukkan sederetan giginya yang rapi.

“Mau apa kalian?” Chaeryoung berusaha terlihat tetap tenang meskipun di dalam rasanya jantung Chaeryoung sudah melompat ke bandara Incheon dan pergi meninggalkan korea dengan pesawat yang ada disana.

“Kami hanya ingin mengajakmu beristirahat sebentar. Sepertinya kau baru pulang kerja. Bukankah begitu? Kau pasti capek sekali” Orang itu masih belum berhenti tersenyum.

“Ah, kudengar ada hotel baru didekat sini. Kau belum pernah kesana kan? Mau ikut kami?”
Ucapan pria itu sontak membuat Chaeryoung bergidik ngeri dan secara otomatis tangan Chaeryoung menampar pipi kanan pria itu. Sedangkan tangannya yang sedari tadi tercengkram olehnya, terlepas.

“Astaga! Apa ini? Kau menamparku? Hei nona. Aku hanya ingin mengajakmu pergi kesana apa itu mengganggumu?”

Chaeryoung mundur selangkah “Tentu saja menggangguku! Kau merusak harga diriku! Bagaimana dengan kalian? Apa kalian tidak memiliki harga diri? Hah, sungguh sia-sia hidup kalian. Kalian terlahir dengan sangat menyedihkan”

Amarah orang yang baru saja ditampar Chaeryoung sudah tak terbendung lagi. Dicengkramnya kepala Cheryoung dan ditariknya sekuat-kuatnya. “Hei, kau bilang kita menyedihkan? Lihatlah, sekarang kaulah yang terlihat menyedihkan” Pria itu memukul pipi kanan dan kiri Chaeryoung bergantian. Lalu semakin dikencangkannya tarikan itu. “Nah, jadi bagaimana? Kau mau kami hajar seperti ini hingga pagi... Atau ikut kami kesana?”

Chaeryoung menutup mulutnya. Matanya terpejam. Sedangkan tangannya mencoba untuk merogoh saku dan mencari ponselnya disana. Teman orang itu menyadari pergerakan tangan Chaeryoung dan akhirnya mengambil ponsel Chaeryoung.

“Kau mencari ini? Hahaha.... gagal ya? Nah, biar aku yang tanya. Apa kau mau ikut kami?”

“Aku ikut” Sebuah suara terdenga dari belakang Chaeryoung, Kedua orang itu menyipitkan mata untuk melihat sumber suara itu. Chaeryoung juga berbalik untuk melihatnya. Begitu orang misterius itu berhenti di bawah sinar suatu lampu, Chaeryoung menyadari bahwa orang itu adalah Jimin.

“Astaga... Apa ini? Seorang pria datang dan bilang ingin ikut??? Hahaha.... Kau lucu sekali”

“Ah, jangan bilang kau itu gay? Ahahaha... hey, kami bukan gay. Kau cari saja teman sesama gaymu. Tapi kalau kau bukan gay, yah... sebaiknya kau tinggalkan kami saja” Tawa kedua orang itu terlepas. Lalu terhenti lagi saat mendengar ucapan Jimin.

“Yah... kau bisa bilang aku adalah orang yang seperti itu...” Jimin maju mendekat. “Nah bagaimana? Kau mengizinkanku kan? Dan biarkan dia pergi. Aku yang akan menggantikannya”

            Chaeryoung mengerutkan dahi tidak mengerti. Apa Jimin benar-benar seorang gay? Sepertinya tidak. Tapu bukankah selama ini Jimin membenci wanita? Apa jangan-jangan dia membenci wanita karena dia memang seorang gay? Astaga, itu mengerikan.

“Hey. Kau pria gila. Sudah kubilang aku bukan gay. Cepat pergi dari sini!!!” Pria yang sebelumnya memukul Chaeryoung, menodongkan sebuah pisau ke arah Jimin.

“Yah.... Jangan lakukan itu. Aku kan hanya ingin ikut kalian. Kalau kalian membunuhku sekarang... Aku tidak bisa merasakan darah segar kalian.... Padahal kalian terlihat lezat...”

“Eh?” Chaeryoung semakin tak mengerti. Jimin yang ada dihadapannya bukan seperti Jimin yang seperti biasanya. Dia seperti sedang kerasukn sesuatu.

“H-hei... apa maksudmu? Kau mau bilang kalau kau vampir? Hah.. k-kau pikir kami akan percaya begitu saja?”

“Ya! Tidak ada vampir di dunia ini... Kau pikir kami bodoh?”

Jimin tertawa sejenak. “Astaga.... Kenapa sekarang manusia semakin bodoh? Haha... Mungkin kalian akan menjadi korban ke 78 dan 79-ku yang tidak mempercayai adanya vampir di dunia ini...” Jimin menyeringai. Lalu secara perlahan-lahan melangkah maju. “Ayolah... aku sudah tidak tahan.... bau darah kalian sangat menggiurkan...”

“H-hei... jangan mendekat!” Orang yang masih memegang pisau itu bergetar saat Jimin mulai melangkah. Tapi Jimin tak menghentikan langkahnya dan terus melaju dengan seringai yang masih setia di wajahnya. “Sudah kubilang jangan mendekat!!!!” Jimin semakin mendekat dan mendekat. Kedua pria itu munduk selangkah demi selangkah mencoba menjaga jarak dengan Jimin. Sampai pada akhirnya mereka berdua memutuskan untuk kabur dari tempat itu.

“Cih, pengecut” Jimin membalikkan badan dan memunut ponsel Chaeryoung yang terjatuh.

“Hei, Jimin...” Chaeryoung berkata dengan hati-hati. “Apa itu benar?”

“Hah... ternyata kau sama bodohnya dengan mereka. Apa kau benar-benar berfikir ada vampir di dunia ini? Itu hanya cerita, bodoh”

“Lalu bagaimana dengan..... gay?”

“Tch, Seokjin hyung akan membunuhku kalau aku benar-benar gay” Jimin memberikan ponsel Chaeryoung. “Sudahlah, ayo pulang. Ini sudah larut”

“Bukankah kau menyuruhku untuk pulang sendiri?”

“Baiklah...” Jimin berjalan meninggalkan Chaeryoung, lagi. Tapi kali ini Chaeryoung mengejarnya.

“Aa... tidak tidak!!! Hei! Aku tak menyuruhmu!”


*****


            Rumah Jimin sudah beberapa meter didepan mereka. Mereka hanya perlu berjalan 10 langkah, dan tibalah mereka di rumah itu. Tapi Jimin berhenti. Langkah Chaeryoung juga ikut terhenti saat menyadari pria didepannya sudah berbalik menghadapnya dan menatapnya.

“Ada apa?” Chaeryoung menatap Jimin heran. Sedetik kemudian, Jimin sudah berada tepat dihadapan Chaeryoung dengan jarak yang pahkan tak pernah Chaeryoung pikirkan. Jimin mengulurkan tangannya ke arah kepala Chaeryoung. “Hei! Apa yang akan kau lakukan?” Chaeryoung menutup kedua matanya. Tapi dia urungkan saat menyadari Jimin hanya merapikan rambutnya.

“Aku tak mau semua saudaraku khawatir dengan kita. Bersikaplah seakan-akan tidak ada yang terjadi” Jimin merapikan rambut Chaeryoung yang berantakan akibat serangan pria tadi. “Dan lupakan masalah gay itu...”

Chaeryoung tergelak. “Pppfftt... Tentu saja. Lagipula pria sepertimu tidak akan mau menjadi seorang gay” Chaeryoung tertawa lepas. Jimin memandangnya sebentar. Lalu membuang pandangannya saat Chaeryoung berhenti tertawa, tangannya juga ia tarik.
“Sudahlah, cepat rapikan rambutmu itu”

“Baiklah” Chaeryoung melanjutkan merapikan rambutnya itu. Jimin memandang gadis itu, masih dengan tatapan dinginnya. Lalu Jimin menyadari sesuatu pada wajah gadis itu.
“Kedua pipimu lebam. Apa kau juga dipukul?”

“Ya, begitulah”

“Ini akan bahaya jika para saudaraku tau. Terutama Seokjin Hyung. Mau kerumah sakit dulu? Seokjin hyung tidak akan tenang jika melihat seseoarang yang dikenalnya terpukul”
“Tidak usah. Bukankah semakin lama pulang, mereka akan semakin khawatir? Sebaiknya cepat pulang saja. Aku akan segera masuk ke kamar”

“Terserah saja” Jimin melanjutkan lagkahnya menuju rumahnya. Begitujuga Chaeryoung. Keduanya berjalan tanpa menimbulkan suara apapun hingga sampai di depan pintu rumah. Jimin membuka pintunya dengan hati-hati agar tak mengganggu orang di dalam rumah yang sudah tidur. Tapi sepertinya tidak begitu. Seokjin dan saudara Jimin yang lainnya masih duduk di ruang tamu menunggu kedatangan mereka berdua dengan lampu yang sudah padam.

“Kalian pulang bersama????” Taehyung yang pertama menyadari bahwa Chaeryoung dan Jimin pulang bersama. “Apa kalian berdua bertemu dijalan?”

“Tidak. Dia bekerja di Gold Cafe. Cafe yang akan dikontrak oleh ayah” Jimin menjelaskan tanpa bergerak dari tempatnya berdiri.

“Lalu? Apa Chaeryoung noona membuntutimu pulang? Atau hanya tak sengaja sampai dirumah pada waktu yang sama?” Jungkook berdiri dari tempatnya dan menghidupkan lampu ruang tamu itu.

“Aku yang mengajaknya pulang” Jimin berjalan menuju saudara-saudaranya yang lain. Sedangkan keenam saudaranya masih menatapnya tak percaya. Apa yang baru saja mereka dengar? Jimin mengajaknya pulang? Tentu saja sangat aneh bagi para saudaranya mendengar kalimat semacam itu keluar dari mulut Jimin. Chaeryoung hanya tersenyum menyetujui. Ia mengerti kenapa keenam pria itu memasang wajah terkejut.

Lalu Yoongi menyadari sesuatu. “Ah, Chaeryoung-ssi, kau terluka?”
Chaeryoung yang terkejut mendngar itu, segera berpaling. “Ah, aku mau ke kamar dulu”

“Noona~!” Suara Jungkook dan Taehyung membuat Chaeryoung menghentikan langkahnya. Seokjin segera bediri dan menghampiri Chaeryoung.

“Biar kulihat” Seokjin membalik tubuh Chaeryoung agar menghadap kearahnya. Terlihat dikedua pipinya, kulitnya membiru karena memar. Beberapa luka kecil juga terlihat jika kau melihatnya dari dekat. “Apa yang sudah terjadi tadi?”

Chaeryoung dan Jimin hanya diam. Mereka berdua tau, masalah akan semakin serius jika mereka berdua menjelaskan apa yang terjadi secara detail.

“Hyung, kau tidak melukai Chaeryoung noona kan?” Tiba-tiba muncul kecurigaan di benak Jungkook kalau Jimin sendirilah yang melukai Chaeryoung. Jimin hanya diam. Sedangkan saudaranya yang lain masih menatap Jimin, menunggu jawaban darinya.

“Jimin-ah, apa kau benar-benar yang melukainya?” Seokjin mengulang pertanyaan Jungkook.

Tapi Jimin masih diam. Tidak ingin sebuah fitnah bertumbuh, Chaeryoung angkat bicara “Tidak. Dia tidak melukaiku. Dia...”

“Aku bertanya pada Jimin” Raut wajah Seokjin berubah. Sebuah kekecewaan terpancar dari wajah ramah Seokjin. Matanya masih memandang lekat adiknya. Jimin hanya menghela nafas tanpa menatap Seokjin ataupun mengangkat wajahnya.

“Hyung, jadi benar kau?” Jungkook kembali bertanya pada Jimin yang masih mematung. “Hyung, kalau kau tidak mau disalahkan jangan membuat kami semakin mencurigaimu. Setidaknya jawab pertanyaanku tadi”

Kali ini Namjoon juga angkat bicara “Jimin-ah, katakan kalau kau tidak melakukannya. Hanya itu. Apa susah bagimu?”

Pada akhirnya Jimin membuka mulutnya. “Kalau aku mengatakan aku tidak melakukannya, maka kalian akan terus menggali peristiwa apa yang baru saja terjadi. Jadi anggap saja kalau aku yang telah melukainya”

“T-tunggu... Kenapa kau berkata begitu?” Perasaan Chaeryoung tidak enak saat melihat ketujuh saudara itu beradu mulut. Apalagi melihat seseorang yang baru saja menyelamatkannya dituduh sebagai orang yang telah berbuat salah. “Itu bukan yang sebenarnya terjadi kan? Bukankah....”

“Aku minta maaf” Jimin kembali membuka mulutnya. “Karena telah melukaimu” Tepat setelah mengatakan itu, Jimin pergi dai tempatnya dan berjalan menuju kamarnya. Keenam saudaranya masih memandangnya heran. Mereka yakin pasti ada yang disembunyikan olehnya.

“Ji-Jimin-ssi, Kau tidak...”

“Biar kuuobati dulu lukamu” Seokjin menarik tangan Chaeryoung yang baru saja berniat pergi mengikuti Jimin. Sambil berjalan, Seokjin mengucapkan beberapa kata pada para adiknya yang masih terduduk disana “Kalian tidurlah. Ini sudah larut”


*****


            Chaeryoung memandang ragu pria dihadapannya. Mulutnya ingin mengatakan sesuatu, tapi seakan tertahan oleh keraguannya.

“Kalau mau mengatakan sesuatu katakan saja...”

Chaeryoung terlonjak. Digaruknya puncak kepalanya. “Ah... tidak ada... mungkin lain kali saja. Kau terlihat tidak baik sekarang. Bahkan terlihat dari nada bicaramu”

“Begitukah?” Seokjin mengambil seikat plastik es batu yang baru saja ia masukkan dan menempelkannya pada luka lebam Chaeryoung. “Maafkan aku. Aku hanya sedikit kecewa dengan Jimin”

“Bukan begitu...”

“Huh?”

“Bukan begitu yang sebenarnya terjadi” Chaeryoung memutuskan untuk menceritkan kisah yang sebenarnya. “Sebenarnya, dia malah yang menyelamatkanku. Aku bertemu dengan dua orang yang tidak aku kenal tadi. Dan mereka.... yah, seperti yang kau tau. Lalu Jimin datang dan membuat mereka pergi”

Seokjin tersenyum. “Ya, aku tau....” Tangan kiri Seokjin mengambil kursi dan duduk tepat di hadapan Chaeryoung. Sedang tangan kanannya masih memegang seikat es batu itu tadi. “Aku percaya padanya, tentu saja ia tidak akan berbuat hal semacam itu. Tapi kau juga tau sendiri. Aku kakaknya, aku sudah hidup bertahun-tahun dengannya. Bahkan semenjak ia lahir”

“Ya, aku tau...”

Kakak tertua dari tujuh bersaudara itu kembali tersenyum. “Jadi aku juga tau sifatnya.... Aku tau.... ya, memang benar dia mengajakmu pulang. Tapi pasti tadi dia meninggalkanmu di tengah jalan kan? Karena itulah kau bertemu dengan dua orang asing itu. Apa aku benar?”

Seperti yang Seokjin katakan, bagaimanapun ia adalah kakak Jimin. Dia tau segalanya tentangnya. “Ya, itu tepat sekali”

“Aku kecewa karena itu. Bukan hal yang lain. Seharusnya dia tau kalau seorang wanita berjalan sendirian pada saat larut malam akan mengundang orang-orang semacam itu. Yah, aku tau dia memang begitu dingin terhadap wanita. Tapi bukankah setidaknya ia mengetahui hal itu?”

“Tapi pada akhirnya dia kembali dan menolongku kan?” Seokjin hanya mengangguk menanggapi ucapan Chaeryoung barusan. “Itu membuatku bingung. Kenapa dia sangat membenci wanita...”

“Bukan benci...” Seokjin menarik tangannya dari luka lebam Chaeryoung. “Dia hanya tidak percaya pada wanita. Tidak percaya”

“Tidak percaya? Apa maksudmu di pernah dibohongi oleh seorang wanita?”

“Tidak... dia tidak pernah dibohongi. Maaf. Aku tak bisa menceritakannya padamu”

“Baiklah... Aku mengerti” Chaeryoung mengangguk kecil. “Tapi dia sebenarnya sangat baik kan? Buktinya ia masih mau menolongku tadi. Ia terlihat sangat berbeda saat itu. Bahkan aku sempat menganggapnya kerasukan”

Seokjin kembali menyunggingkan senyumnya. “Ya, Jimin itu baik.... sangat baik..... bahkan keenam dari kami tidak akan ada yang bisa menyaingi hatinya yang murni itu. Dia seperti malaikat. Dan karena hati murninya itulah, dia tak akan mempercayai wanita...”

“Ah...” Chaeryoung mulai membayangkan seberapa baik Jimin hingga Seokjin mengucapkan hal-hal tersebut.

“Dan juga....” Seokjin membuat Chaeryoung kembali memandangnya. “Aku tau betul akan hal ini. Jika sudah begini, pasti pada akhirnya nanti kau akan menyukai Jimin. Itu sudah pasti. Kau bahkan sudah menunjukkan tanda-tandanya sekarang. Tapi bisakah kau tak usah menoleh padanya? Dia bahkan tak tertarik dengan perebutan ini. Dia sama sekali tidak akan menyukaimu. Bukankah begitu?”

“Huh?”

“Bahkan meskipun nantinya kau menyukainya. Dia tidak akan menyukaimu. Bukankah kau tau itu sendiri. Aku tau seharusnya aku sebagai kakak tak seharusnya mengatakan ini. Tapi dia memang tidak tetarik. Jadi... tolong.... pandang saja aku, Yoongi, Hoseok dan Namjoon....”

“Eung...”

“Tapi bisakah kau membantuku? Aku tau aku terlihat menyedihkan seperti ini. Mengemis hanya karena masalah sesepele ini. Tapi tolong lihat aku. Aku benar benar memohon padamu. Aku juga tau kalau keputusan itu terserah padamu. Tapi..., Mungkin aku sudah menyukaimu”



*****



Chaeryoung POV


“Ugh!... Astaga!!! Kenapa hari ini harus datang???!!!!” Aku menatap layar ponselku yang tertulis hari Minggu disana. Tak lama lagi aku harus memilih, dengan siapa aku harus pergi. Apakah Yoongi.... Seokjin.... Hoseok, ataukah Namjoon yang kuajak sendiri. Astaga, apakah sebaiknya aku kabur saja?

“Noona!” Seseorang mengetuk pintu kamarku dari luar. Aku bangun dari tidurku dan membuka pintunya.

“Ah, Jungkook. Ada apa?”

“Tidak ada, aku hanya mengajakmu sarapan. Aku mendengarmu sudah bangun tadi. Jadi mungkin saja kau lapar”

“Ah, baiklah. Aku akan ke ruang makan sebentar lagi”

“Tapi hanya sekedar roti saja. Seokjin hyung masih belum bangun. Biasanya dia yang memasak untuk kami”

Aku tersenyum. “Tidak apa-apa. Hanya untuk mengganjal perut. Kalau begitu pergilah dulu. Aku akan mencuci mukaku. Aku terlihat sangat buruk kan?”

“Ahahaha.... kalau boleh jujur. Ya, kau terlihat sangat buruk noona...”

“Eish kau ini!” Aku menjitak kepala Jungkook. “Sudahlah, cepat pergilah dulu. Aku akan menyusul”

“Baiklah” Tepat setelah mengatakan itu, Jungkook pergi. Aku juga menutup pintu kamar dan segera masuk ke kamar mandi untuk menyikat gigi dan sekedar mencuci muka. Setelah mengusap wajahku dengan handuk, aku keluar dari kamar mandi dan mengambil jaketku lalu memakainya. “Baiklah, setidaknya sarapan dulu lalu memilih orang yang tepat” Aku melangkahkan kakiku keluar kamar dan menuju ke ruang makan dimana Jungkook sudah menunggu.

“Baiklah, kau sudah terlihat lebih baik sekarang noona”

“Astaga kau ini!” Aku hendak menjitak kepala Jungkook tapi kuurungkan saat menyadari sosok Jimin yang menatap kami dingin. “Ah, Jimin-ssi, kau mau sarapan juga?”

Jimin hanya menatapku sejenak lalu memalingkan pandangannya pada Jungkook. Raut wajahnya berubah lebih hangat saat melihat adiknya. “Jungkookie, aku akan berolah raga dulu. Ponselku tidak kubawa jadi kalau ada yang mencariku, katakan saja padaku nanti”
“Baik hyung” Jimin memakai sepatu olehraganya dan berlalu. Aku menatap Jungkook. Jungkook yang menyadari tatapanku mengerutkan dahinya. “Apa?”

“Kau lihat sendiri kan? Kakakmu yang satu itu sangat berbeda memperlakukan setiap orang”

“Sudah kubilang dia mempunyai masalah dengan perempuan...”

“Sepertinya tidak juga. Saat dia di cafe tempatk bekerja, dengan ramahnya dia berbincang dengan Hana, pemilik cafe itu. Dia bahkan tersenyum padanya”

“Tentu saja dia begitu. Itu kan masalah bisnis” Jungkook melahap rotinya. “Atau mungkin juga bisa karena Jimin hyung menyukainya. Atau bahkan karena dia memang benar-benar membencimu”

“Terserah saja. Aku tak memiliki urusan dengannya” Aku juga mlai melahap roti tawar yang sudah Jungkook buatkan untukku. Memang hanya roti tawar dengan isi selai. Tapi mungkin karena aku memang benar-benar kelaparan, Roti ini terasa sangat lezat.

“Jungkookie, bisakah kau membuatkanku juga?” Seseorang datang dan menarik kursi di hadapanku lalu duduk disana.

“Hm? Bukankah biasanya kau yang membuatkan sarapan? Tidak mau. Hyung buat sendiri saja” Jungkook menolak permintaan kakaknya. Ya, siapa lagi kalau bukan Seokjin, sang kakak tertua.

“Astaga... Baiklah... baik... aku akan membuatnya sendiri” Seokjin beranjak dari duduknya. Tapi ia urungkan niatnya dan kembali duduk. “Oh iya. Chaeryoung-ssi. Ah, tidak. Sebaiknya mulai sekarang aku memakai bahasa yang tidak formal.... Chaeryoung-ah, kau ingat janji kita kan?”

“Ah... I-iya. Aku mengingatnya”

“Syukurlah. Kukira kau lupa dengan janjimu” Aku tersenyum tipis. Seokjin lalu berdiri dan mulai membuat rotinya sendiri. Begitu matang, Seokjin membawa rotinya ke meja makan dan mulai memakannya.

“Eoh?” Jungkook memandang roti buatan Seokjin. “Itu roti bakar? Ah, Hyung... bisakah kau membuatkanku juga??? Bisa kan hyung??? Hm?”

“Eyy, kau ini!” Aku menepuk punggung Jungkook pelan. “Kau bahkan tidak mau membuatkannya tadi”

Seokjin tersenyum. “Tidak apa-apa” Lalu menyodorkan sepiring roti bakarnya pada Jungkook. “Makan saja ini. Rotinya sudah habis. Aku akan membuatkan sup rumput laut untuk sarapan kalian dan yang lainnya”

“Eoh? Siapa yang ulang tahun?” Jungkook bertanya seraya mengambil piring roti milik kakaknya.

“Aigoo, kejam sekali kau hingga melupakan ulang tahun kakakmu sendiri”

“Huh?” Jungkook terlihat sedang mengingat-ingat ulang tahun siapa hari ini “Ah, Jiminhie hyung? Iya iya... aku ingat”

“Jimin?” Aku mengulang nama yang disebutkan Jungkook lalu mengangguk-angguk mengerti. “13 Oktober huh?”



*****



“Chaeryoung-ah” Seokjin menghampiriku yang sedang mencuci tujuh piring kotor bekas sarapan barusan. Ya, tujuh piring. Jimin yang ulang tahun hari ini belum pulang. Jadi Seokjin menyimpan sup rumput laut milik Jimin. “Kau pergilah bersiap-siap. Aku akan menggantikanmu mencuci piring”

Aku mengangguk lalu meninggalkan Seokjin yang melanjutkan pekerjaanku. “Hhh... Sudahlah... jalani saja dulu. Biarkan aku melihat apa yang akan terjadi nanti...”

Aku mandi di kamar mandi yang terletak di dalam kamarku. Selama mandi aku terus-terus berharap agar hari ini berjalan baik-baik saja. Ya, Semoga. Hingga aku selesai, aku masih terus mengharapkan hal yang sama. Tiba-tiba saja ponselku berbunyi tanda ada pesan yang masuk. Aku membukanya, itu dari Hoseok.

From : Hoseok

Aku tak bisa menemukan tempat yang tepat. Jadi mungkin aku akan menunggumu di halte nanti.

“Huh, Bagus.... sekarang dia akan bertemu dengan Yoongi disana...” Aku memukul-mukul dahiku memikirkan apa yang akan terjadi nanti jika mereka bertemu. “Yah, mungkin saja mereka tidak saling melihat. Atau jika mereka sudah terlanjur saling melihat, semoga saja mereka tidak bertanya tujuan mereka masing-masing. Ya... Semoga saja...” Aku mengangguk-anggukkan kepala sendiri menengar apa yang kuucapkan. Mencoba berpikir positif. Setelah merasa sedikit tenang, aku kelur dari Kamar dan menuju tempat Seokjin tadi.

“Chaeryoung-ah...”

“Huh?”



******


Author POV


“Chaeryoung-ah...”

Langkah Chaeryoung terhenti saat melihat Seokjin dan Namjoon yang sudah berdiri di hadapannya. “Huh?”

“Bukankah kau memiliki janji denganku?” Namjoon menatap Chaeryoung dalam. Chaeryoung hanya menghela nafas.

“Ya...”

“Lalu bagaimana dengan janjimu denganku?” Kali ini giliran Seokjin yang menanyai Chaeryoung.

“Ya, aku tau... aku memiliki janji dengan kalian berdua.... di waktu yang sama...”

Namjoon menghampiri Chaeryoung “Tapi bukankah kau yang mengajakku dulu?”

“Hei, tapi aku yang sudah membuat janji itu dulu...” Seokjin juga menghampiri Chaeryoung.

“Tapi hyung... sudah jelas dia yang mengajakku. Jadi bukankah itu artinya dia lebih memilih untuk pergi bersamaku daripada denganmu?”

Seokjin memandang Namjoon dan Chaeryoung bergantian. Tapi pada akhirnya pandangannya terhenti pada Chaeryoung. “Benarkah itu?” Seokjin memasang raut wajah yang lebih serius. “Jadi sekarang pilihlah.... Kau memilih untuk pergi bersamaku.... atau Namjoon?”



TBC

0 komentar:

Posting Komentar

 

K-Pop Area Indonesia Template by Ipietoon Cute Blog Design and Waterpark Gambang